Oleh: Widiawati A.Md.Ak
Aktivis Dakwah
Beritakan.my.id - OPINI - Dilansir dari situs berita detik.com (4/6/2025), Kepolisian Metro Kota Bekasi telah berhasil menangkap seorang pria berinisial IS (37) yang diduga sebagai pengedar narkoba di kawasan Bekasi, Depok dan Bogor. Penangkapan dilakukan pada malam dini hari, Selasa, 27 Mei 2025, di sebuah apartemen di Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur. Dari IS, disita sabu seberat 1,20 gram yang disimpan dalam kaleng obat jenis CDR.
Pengembangan kasus mengarah ke kontrakan pelaku di Bojonggede, Bogor. Di sana, polisi menemukan 193 gram sabu dalam plastik, serta 43 gram tembakau sintetis (sinte), ditambah satu bungkus serbuk putih seberat 344 gram.
Selanjutnya, penggeledahan dilanjutkan di rumah kedua IS di Pancoran Mas, Depok. Di lokasi ini, petugas menyita sebanyak 14.473 butir ekstasi dalam bentuk kapsul (berat bruto sekitar 6,331 kg), serta 24,59 gram ekstasi bentuk bubuk.
IS kini telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Dia dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman 5 hingga 20 tahun penjara atau seumur hidup, ditambah denda satu pertiga nilai harta yang disita.
Kasus tertangkapnya IS sebagai pengedar narkoba di wilayah Bekasi, Depok, dan Bogor mencerminkan sebuah realitas sosial dan hukum yang kompleks. Peristiwa ini terjadi karena hasil dari berbagai faktor yang saling berkaitan mulai dari kondisi individu, masyarakat, hingga kebijakan negara. Hukum yang diterapkan memang tegas secara tertulis, tetapi pelaksanaannya seringkali tidak konsisten. Penegakan hukum masih kerap dipengaruhi oleh politik, kekuasaan, atau bahkan uang. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan terhadap sistem dan membuka celah bagi para pelaku kejahatan untuk bermain di ruang abu-abu.
Indonesia memang dikenal religius, tetapi agama masih banyak di posisikan sebagai urusan pribadi, bukan sistem hidup. Nilai moral tidak sungguh-sungguh dijadikan pedoman dalam pengambilan Keputusan sehari-hari. Akibatnya, banyak orang yang tahu perbuatan menjual narkoba itu salah, tetapi tetap dilakukan demi uang, status, atau tekanan ekonomi.
Saat ini, banyak orang terjerat dalam bisnis illegal karena desakan ekonomi. Sistem ekonomi saat ini menciptakan jurang lebar antara yang kaya dan miskin. Orang miskin sering tidak punya pilihan hidup yang layak. Di sisi lain, mereka melihat segelintir elite bisa hidup mewah tanpa kejelasan sumber kekayaan. Ini melahirkan mentalitas “jalan pintas” seperti menjadi pengedar. Ditambah lagi, pergaulan bebas, budaya hedonisme dan glamorisasi gaya hidup membuat narkoba justru dianggap biasa di sebagian kalangan muda. Di media sosial, tidak sedikit selebritas dan influencer yang secara terang-terangan memperlihatkan gaya hidup mewah tanpa nilai.
Generasi muda pun mudah terpengaruh, ingin cepat kaya dan diakui. Terlebih lagi, ketika pengguna tertangkap, rehabilitas dan pembinaan jarang benar-benar dilakukan. Banyak yang setelah keluar dari penjara justru kembali ke dunia lama karena tidak diterima oleh masyarakat dan tidak punya peluang hidup yang lebih baik. Sementara jaringan narkoba siap menampung mereka kembali, menawarkan bayaran besar untuk risiko yang sebenernya sudah mereka anggap biasa.
Dalam Islam, narkoba adalah persoalan yang serius karena selain dipandang sebagai pelanggaran hukum, narkoba juga menimbulkan kerusakan besar terhadap akal dan kehidupan manusia. Islam menanamkan nilai takwa dan pengawasan diri dalam jiwa individu. Itu artinya, seseorang dididik bahwa setiap perbuatan selalu diawasi oleh Allah, dan bahwa hidup bukan sekadar mencari untung, tetapi mempertanggungjawabkan setiap tindakan. Dengan prinsip ini, kontrol terhadap perbuatan tidak hanya berasal dari hukum, tetapi juga dari dalam diri. Lingkungan masyarakat Islam pun tidak netral. Masyarakat punya kewajiban aktif untuk amar ma’ruf nahi munkar yakni menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Begitupun Negara dalam Islam bukan hanya sebagai penegak hukum, tetapi juga pelayan rakyat dan pelindung akidah. Negara menjamin kebutuhan dasar setiap warga yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Dengan ini, alasan ekonomi untuk melakukan kejahatan seperti menjual narkoba menjadi sangat kecil.
Di samping itu, Negara juga akan menyediakan lapangan kerja dan memfasilitasi kepemilikan, sehingga rakyat tidak perlu menempuh cara haram untuk bertahan hidup atau menjadi kaya.
Inilah perbedaannya, Islam tidak hanya menunggu kejahatan terjadi untuk menghukum, tetapi membentuk sistem yang mencegah kejahatan sejak akar. Jika sistem Islam ini diterapkan secara utuh, maka kasus-kasus seperti IS tidak hanya akan langka, tetapi nyaris tidak mungkin terjadi.
Wallahu a'lam bish shawab.
Editor: Rens
Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.