Oleh Nabihah
Aktivis Dakwah
Beritakan.my.id - OPINI - Beberapa hari terakhir, Dunia kembali dikejutkan oleh berita dideportasinya puluhan Aktivis Kemanusiaan oleh pemerintah Mesir. Mereka adalah bagian dari rombongan aksi Global March to Gaza, sebuah gerakan jalan kaki internasional yang bertujuan menekan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas blokade Israel di Jalur Gaza. Aksi ini dimulai dari Kairo menuju Gerbang Rafah, dan diikuti oleh ribuan orang dari lebih 50 negara, termasuk Indonesia. (Liputan6.com, 15/6/2025)
Namun, bukannya diberi jalan, para peserta justru ditahan dan dideportasi oleh otoritas Mesir dengan alasan tak memiliki izin resmi. (kompas.tv, 11/6/2025)
Melihat hal ini, banyak orang jadi bertanya-tanya. Mengapa aksi kemanusiaan yang membawa obat-obatan, air, serta semangat damai justru dianggap ancaman? Padahal para peserta datang bukan mewakili pemerintah, tapi sebagai manusia biasa yang peduli.
Seperti yang ditulis di Khazanah Republika (14/6/2025), mereka terdiri dari pensiunan, tenaga kesehatan, jurnalis, hingga anak-anak muda biasa yang tak tahan lagi melihat penderitaan di Gaza. Mereka bukan politisi, bukan pejabat, tapi punya hati nurani.
Namun faktanya, Gerbang Rafah tetap ditutup. Mesir lebih memilih menegakkan aturan negara dan menjaga stabilitas politiknya ketimbang membuka akses bagi bantuan kemanusiaan. Ini menunjukkan bahwa sekat negara dan aturan nasionalisme telah menjadi penghalang nyata bagi perjuangan pembebasan Palestina. Bahkan negara-negara Muslim yang sebenarnya punya kekuatan besar pun hanya diam dan merasa cukup dengan mengeluarkan pernyataan formal yang tidak berdampak langsung pada nasib warga Gaza.
Paham nasionalisme inilah yang sebenarnya menjadi akar masalah. Setelah runtuhnya Khilafah Islamiah pada tahun 1924, negeri-negeri Muslim dipisah-pisahkan dengan batas-batas negara buatan. Akhirnya, setiap negara fokus pada kepentingan sendiri dan mengabaikan penderitaan saudara seiman di tempat lain. Nasionalisme telah memadamkan rasa persaudaraan sesama Muslim. Bahkan militer yang seharusnya membela umat, justru menjaga perbatasan agar tak ada yang mengganggu stabilitas politik negara mereka masing-masing.
Padahal dalam Islam, seluruh kaum Muslim itu satu tubuh. Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Perumpamaan kaum mukmin dalam cinta dan kasih sayang di antara mereka seperti satu tubuh. Jika satu bagian tubuh sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit dengan tidak bisa tidur dan merasa demam.” (HR. Muslim)
Sayangnya, saat Gaza diserang dan dihancurkan, negeri-negeri Muslim hanya melihat dari jauh. Konferensi demi konferensi digelar, pernyataan demi pernyataan dikeluarkan, namun bantuan nyata tetap dibatasi oleh hukum dan politik negara masing-masing. Bahkan ketika masyarakat dunia berinisiatif sendiri melalui Global March to Gaza, gerakan itu pun dihalangi oleh pemerintah negara-negara yang katanya juga mendukung Palestina.
Karena itu, sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa masalah Palestina tidak bisa diselesaikan hanya dengan aksi kemanusiaan. Solusinya harus bersifat politik, yaitu dengan menghapus sekat negara-negara Muslim dan kembali membangun satu kepemimpinan Islam yang menyatukan seluruh umat. Hanya dengan kekuatan besar seperti itu penjajahan bisa dilawan dan Palestina benar-benar dibebaskan.
Allah Swt. berfirman:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka. Waspadalah terhadap mereka, agar mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki untuk menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang fasik.” (QS. Al-Ma’idah: 49)
Ayat ini menegaskan bahwa hukum dan keputusan dalam kehidupan umat Islam seharusnya hanya bersumber dari apa yang telah Allah turunkan, yaitu syariat Islam. Allah juga memperingatkan agar kita tidak terjebak pada keinginan atau tekanan dari manusia, termasuk sistem buatan manusia seperti nasionalisme atau hukum negara sekular yang bisa memalingkan kita dari aturan-Nya. Dalam konteks hari ini, ayat ini menunjukkan bahwa membiarkan hukum buatan manusia mengatur urusan umat, sementara hukum Allah diabaikan, hanya akan membawa umat kepada perpecahan dan penderitaan yang berkepanjangan, sebagaimana yang terjadi di Palestina.
Inilah saatnya umat Islam bersatu kembali, meninggalkan nasionalisme yang telah memecah belah dan bergerak bersama menuju perubahan besar, yaitu tegaknya satu kepemimpinan Islam yang bisa membela umat, termasuk saudara kita di Palestina.
Wallahu a'lam bish shawab.
Editor: Rens
Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
