Oleh Nuni Toid
Pegiat Literasi
Beritakan.my.id - OPINI - Bupati Bandung Dadang Supriatna atau biasa disapa Kang DS, mengusulkan agar tarif listrik di daerahnya dibedakan atau lebih dimurahkan dari wilayah lain. Sebab menurutnya, wilayah Kabupaten Bandung sebagai salah satu daerah yang memiliki potensi dan penghasil energi listrik dari panas bumi (geotermal) terbesar di Jawa Barat bahkan di Indonesia. Maka tarif listrik di daerahnya tidak bisa disamaratakan dengan wilayah lain.
Selain itu, ia juga mengusulkan agar mendapatkan participating interest atau partisipasi kepentingan daerah penghasil tambang sebagai dana bagi hasil saham. Karena participating interest akan memberikan kesempatan bagi daerah untuk memiliki saham dalam pengelolaan sumber daya alam tambang. Saham ini bisa menjadi sumber pendapatan asli bagi daerah. Karena banyak contoh di daerah lain yang setiap tahunnya surplus APBD, disebabkan memiliki potensi pertambangan minyak dan gas. (galamedianews, 3/6/25)
Listrik termasuk salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir semua aktivitas, baik di rumah, kantor maupun fasilitas umum menggunakannya. Beberapa manfaat listrik bagi rakyat di antaranya: sebagai sumber penerangan, penggerak mesin industri, sumber pengisi daya, penghasil panas, peningkat efektivitas bidang pertanian, dan lain sebagainya.
Sayangnya dalam sistem kapitalisme listrik dikomersialisasi. Karena pengelolaannya diberikan negara kepada swasta dengan dipayungi hukum oleh negara. Konsep kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalisme menjadikan pengelolaan sumber energi listrik diberikan oleh negara kepada swasta baik lokal maupun asing.
Seperti batubara misalnya, Indonesia memiliki cadangan batubara yang mencapai 38,84 miliar ton. Dengan rata-rata produksi sebesar 600 juta ton per tahun, maka umur cadangan tersebut masih bisa 65 tahun. Dengan berlimpahnya batubara yang dimiliki negeri ini, mestinya kebutuhan rakyat terhadap listrik dapat terpenuhi dengan baik. Namun yang terjadi justru sebaliknya negara telah menghilangkan perannya sebagai penanggung jawab utama. Mereka membiarkan pihak swasta untuk ikut mengelola dan menguasai sumber kekayaan milik rakyat. Akhirnya yang menikmati keuntungan dari pengelolaan tersebut adalah para korporat. Rakyat tetap harus membayar mahal untuk mendapatkan fasilitas listrik.
Penguasa sebagai pelaksana pemerintahan, sebetulnya bisa mengelola energi dan hasilnya diberikan pada rakyat dan tidak perlu dikomersilkan. Dan sumber-sumber energi cukup potensial di Indonesia. Adapun ketidakmampuan penguasa terhadap pengelolaan SDA dan energi saat ini dikarenakan kapitalisme yang diusung negara tak membiarkan penguasa mengurus rakyat. Negara hanya hadir untuk kepentingan para pemodal dengan segala regulasi dan fasilitas yang disediakan.
Itulah konsekuensi penerapan ideologi kapitalisme. Rakyat tidak bisa berharap bahwa kekayaan yang dimiliki Indonesia sebagai harta milik umum akan dinikmati secara riil. Apalagi berharap negara lebih berpihak pada mereka dibandingkan kepada kapital. Itu hanya jadi angan dan harapan semu dari waktu ke waktu. Kapitalisme adalah sistem buatan manusia yang sarat kelemahan dan keburukan ketika diterapkan. Bahkan jika dengan alasan otonomi daerah sekalipun. Kepala daerah sebagaimana penguasa pusat akan membiarkan investor swasta dan asing mengelola energi untuk kepentingan mereka, bukan rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan sempurna. Terkait pemenuhan listrik, maka hal itu masuk ke dalam pengaturan kepemilikan. Dalam ekonomi Islam, kepemilikan dibagi menjadi tiga, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Adapun listrik termasuk kepemilikan umum. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: Padang rumput, air, dan api." (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Listrik merupakan energi panas yang dapat menyalakan barang elektronik. Dalam hal ini listrik termasuk api. Selain itu batubara juga terkategori bahan pembangkit listrik yang masuk ke dalam barang tambang dengan jumlah cukup banyak. Karena itu haram bila dikuasai oleh individu, atau swasta. Yang wajib mengelolanya adalah negara tanpa campur tangan pihak lain.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik rakyat, Islam menempuh beberapa cara: pertama, negara membangun sarana dan fasilitas pembangkit listrik yang cukup. Kedua, negara melakukan eksploitasi bahan bakar listrik secara mandiri. Ketiga, negara mendistribusikan pasokan listrik kepada rakyatnya dengan harga murah bahkan gratis. Keempat, negara mengambil keuntungan pengelolaan sumber energi listrik atau lainnya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Seperti keamanan, sandang, papan, dan pangan. Semua biaya tersebut diambil dari Baitulmal.
Peradaban Islam yang pernah menjadi kiblat dunia selama berabad-abad lamanya telah mencontohkan bagaimana negara memenuhi listrik masyarakatnya. Hal itu terbukti pada masa Kekhilafahan Bani Umayyah. Betapa terpenuhinya semua kebutuhan listrik rakyatnya. Begitupun dengan Cordoba ibukota Andalusia. Bila malam hari tiba, jalan-jalan diterangi dengan lampu. Sehingga bagi pejalan kaki akan memperoleh penerangan sepanjang mil tanpa terputus.
Begitulah dengan pengelolaan listrik yang berdasarkan aturan Allah, rakyat bisa memenuhi kebutuhan listrik dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus membayarnya. Semua itu hanya akan dirasakan jika Islam diterapkan dalam seluruh lini kehidupan manusia. Maka rakyat akan merasakan kehidupan yang sejahtera baik di dunia maupun akhirat.
Wallahu a'lam bishshawab.
Editor: Rens
Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.