Kapitalisme Bebas Blokir Rekening, Islam Menjaga Harta Rakyat

Lulu nugroho
0

Ilustrasi Pinterest
Oleh: Nita Nur Elipah
(Penulis lepas) 



Beritakan.my.id, Opini_ Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Marcus Mekeng mengaku tidak setuju dengan langkah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening pasif (dormant) dalam upaya mencegah kejahatan keuangan. Dia mengatakan, bahwa upaya PPATK itu sama saja dengan mengatur penggunaan uang pribadi orang.

Menurut Mekeng, PPATK harus memiliki landasan hukum yang kuat untuk melakukan kebijakan itu. "Saya belum tahu landasan apa yang dipakai oleh PPATK untuk mengatakan begitu. Jadi, menurut saya tidak setuju dengan itu," kata Mekeng di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (29/7/2025).

"Menurut saya, PPATK sudah terlalu jauh masuk ke dalam ranah pribadi orang yang mau punya rekening," katanya. 
(REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA. Kamis, 31 Juli 2025)

Sebelumnya ramai di media sosial bahwa PPATK akan melakukan pembekuan rekening tanpa aktivitas apapun. Mereka mengklaim untuk melindungi rekening dari potensi penyelewenangan dan kejahatan, seperti penipuan dan pencucian uang. 

Walaupun kabar terbaru sekarang bahwa PPATK telah membatalkan pemblokiran terhadap 28 juta rekening yang mereka sebut "menganggur". Pencabutan blokir jutaan rekening itu menunjukkan kebijakan ini bermasalah sedari awal, menurut analis.
(www.bbc.com, Kamis 31 juli 2025)

Pemblokiran dibatalkan, klaim PPATK, setelah mereka meninjau ulang transaksi rekening dan memastikan rekening tersebut tak berkaitan dengan tindak pidana.

Adanya kebijakan terkait pemblokiran rekening ini walaupun faktanya sudah dibatalkan, membuktikan ketidakseriusan pemerintah dalam membuat setiap kebijakan. Karena tidak memikirkan dampak negatif nya terhadap rakyat. Seolah hanya cek ombak saja, ketika banyak protes dari masyarakat bahkan para tokoh, barulah kebijakan tersebut dibatalkan. Masyarakat seolah hanya dijadikan kelinci percobaan. 

Dalam sistem Kapitalisme sekuler hari ini, legal bagi pemerintah untuk melanggar kepemilikan pribadi, termasuk pemblokiran rekening. Ini sejatinya bertentangan dengan Islam yang melindungi hak kepemilikan secara mutlak.

Sistem Kapitalisme Sekularisme menjadikan negara sebagai alat penekan rakyat, bahkan bisa memeras dan merampas harta tanpa hak. Negara seakan mencari berbagai celah dari rakyatnya yang berpotensi untuk diambil keuntungannya.

Pemblokiran tanpa proses hukum melanggar prinsip al-bara'ah al-asliyah (praduga tak bersalah). Dalam Islam, seseorang dianggap bebas tanggung jawab hukum sampai terbukti dengan jelas.
Dalam Islam, negara tidak memiliki kewenangan untuk merampas atau membekukan harta warga secara sewenang-wenang.

Negara dalam Islam yakni Khilafah justru menjadi raa'in yang akan menjamin distribusi kekayaan dan keadilan. Islam menekankan prinsip amanah dan keadilan bagi setiap pemegang kekuasaan serta menetapkan sistem hukum yang transparan dan sesuai dengan syariat.

Rasulullah saw. bersabda, “Imam adalah raa’in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).

Rasulullah saw. menggunakan kata raa’in (penggembala), bukan kata malik, sulthan, rais, imam dan sebagainya. Artinya, seorang pemimpin adalah orang yang berkewajiban untuk mengayomi, mengawal, dan mendampingi gembalaannya, yakni rakyatnya. 

Penggembala yang baik tidak harus selamanya berada di depan, tetapi kadang ia harus berada di tengah untuk merasakan kondisi dan kebutuhan gembalaannya. Kadang juga berada di belakang untuk mendorong dan mengawasi jangan sampai ada satu gembalaannya yang tertinggal dari kelompoknya.

Selain itu, kepemimpinan dalam Islam dipahami sebagai tanggung jawab dunia dan akhirat. Artinya, seorang penguasa atau pemimpin di dunia bertanggung jawab atas nasib rakyatnya. Termasuk wajib menjaga harta rakyatnya. 

Maka hanya negara Khilafah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah (komprehensif) yang mampu menjaga harta rakyatnya. Dan jelas batas antara yang haq dan yang bathil. Hal ini melahirkan ketenteraman hidup di dunia dan keselamatan di akhirat.

Wallahu a'lam bishshawab.
Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)