Ilustrasi Vinay Bohsley
Oleh : Ummu Aimar
Beritakan.my.id, Opini_ Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan garis kemiskinan nasional pada Maret 2025 sebesar Rp609.160 per kapita per bulan atau setara sekitar Rp20.305 per hari.
Adapun kriteria penduduk miskin di Indonesia adalah yang memiliki pengeluaran di bawah garis kemiskinan.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengatakan angka ini mengalami kenaikan 2,34 persen dibandingkan periode September 2024.
"Garis kemiskinan Maret 2025 berdasarkan Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) sebesar Rp609.160 per kapita per bulan. Jika kita bandingkan dengan September 2024 mengalami peningkatan 2,34 persen," ujar dia dalam konferensi pers, Jumat (25/7).
• https://www.cnnindonesia.com
Semua realitas kelam ini semestinya membuat masyarakat bangkit dan melakukan perubahan sistemis, jangan hanya sebatas solusi pragmatis. Akar masalah dari seluruh permasalahan sistemis dan struktural yang berdampak pada kemiskinan ekstrem itu semata adalah tegaknya sistem kapitalisme. Coba kita pikir, bagaimana mungkin di satu sisi ada kemiskinan ekstrem, sedangkan di sisi lain ada orang-orang superkaya.
Nyatanya, kapitalisme meniscayakan fenomena kemiskinan struktural itu. Akibatnya, yang kuat pasti menang dan yang lemah pasti kalah. Kekuatan dan kelemahan di dalam kapitalisme sesuai dengan namanya, yakni berlandaskan pada kapital/modal.
Konsumen (rakyat) dianggap bisa membeli suatu barang tertentu dan tidak bisa membeli barang yang lain. Rakyat yang pendapatannya banyak bisa membeli lebih banyak barang dibandingkan yang pendapatannya sedikit. Oleh karenanya, ekonomi dalam pandangan kapitalisme lebih banyak dibangun berdasarkan produksi kekayaan/pendapatan daripada produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dengan kata lain, problematik kemiskinan yang sesungguhnya sedang terjadi adalah kemiskinan individu, dan kemiskinan ini sistemis. Jadi, problematik dalam sistem ekonomi kapitalisme sejatinya terletak pada distribusi harta dan jasa kepada tiap-tiap individu, terutama yang ditujukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan primer (sandang, pangan, dan papan) secara menyeluruh.
Kapitalisme telah menciptakan jurang yang lebar antara orang kaya dan miskin. Kekayaan menumpuk di segelintir elite, yaitu para pejabat dan korporat, sedangkan rakyat tetap kesulitan mengakses kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Rakyat juga makin kesulitan untuk mendapatkan pemasukan yang cukup untuk bertahan hidup karena lapangan pekerjaan makin langka.
Dengan kondisi rakyat yang terjerat kemiskinan struktural, negara dalam sistem kapitalisme tidak mengurusi kesejahteraan rakyat, tetapi hanya berperan sebagai pengelola angka dan fasilitator pasar bebas. Negara sibuk mengutak-atik angka kemiskinan.
Akibatnya, kondisi ekonomi rakyat yang terus memburuk. Rakyat kesulitan memperoleh pekerjaan dan PHK marak. Sedangkan harga barang-barang membumbung tinggi, begitu pula layanan publik, makin sulit untuk diakses. Semua kondisi ini terjadi karena penerapan sistem kapitalisme.
Lebih buruk lagi, karakter pemerintahan dalam kapitalisme tidak berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat), tetapi hanya sekadar regulator yang berpihak pada para kapitalis. Oleh karena itu, pemerintah enggan melihat realitas kemiskinan yang ada pada rakyat dan hanya memberi solusi tambal sulam yang tidak menyentuh akar masalah. Satu-satunya solusi atas kemiskinan struktural yang disebabkan kapitalisme adalah meninggalkan sistem ekonomi ini dan menerapkan sistem ekonomi Islam.
Dalam sistem Khilafah, negara berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat) sebagaimana sabda Rasulullah saw.
“Imam adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam menjalankan tugasnya sebagai raa’in, khalifah bertanggung jawab penuh atas kebutuhan dasar rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara memastikan bahwa tiap-tiap rakyat terpenuhi kebutuhan dasarnya secara layak.
Khilafah mengelola harta milik umum, seperti hutan, tambang, laut, sungai, danau, dll. sebagai wakil dari kaum muslim. Pengelolaan harta milik umum ini tidak boleh diserahkan pada swasta, lokal maupun asing. Prinsip pengelolaan kekayaan alam adalah untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk dikomersialkan. Negara mengalokasikan hasil pengelolaan harta milik umum untuk kesejahteraan rakyat berupa layanan publik (pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi, BBM, listrik, dll.) secara murah, bahkan gratis.
Negara membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan mendorong setiap laki-laki dewasa yang sehat untuk bekerja sehingga tidak ada yang menganggur. Hal ini ditempuh dengan melakukan industrialisasi dalam skala luas, pemberian modal dan keterampilan untuk usaha, pemberian tanah mati untuk dihidupkan, pemberian subsidi bagi petani, dll. Jika ada lelaki dewasa sehat yang malas bekerja, negara akan memaksanya untuk bekerja.
Mekanisme pengentasan kemiskinan ini terus dilakukan hingga tiap-tiap rakyat terpenuhi kebutuhan dasarnya. Ini sebagaimana kondisi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Khilafah Bani Umayyah yang tidak ada satu orang pun yang berhak menerima zakat. Ini berarti tidak ada fakir dan miskin. Sejarah peradaban Islam ini membuktikan bahwa Khilafah mampu menyejahterakan rakyat secara hakiki.