Ilustrasi The Gaza
Oleh Nadisah Khairiyah
Beritakan.my.id, Opini_ Bayangkan,
Seorang ibu di Gaza sedang menimang bayinya yang baru lahir di bawah reruntuhan rumahnya sendiri.
Tangannya gemetar, bukan karena dingin, tapi karena tubuh mungil itu sudah tak lagi bernyawa.
Lalu ia menatap langit, berbisik lirih: "Ya Allah, apakah dunia tidak lagi punya hati?”
Dunia hari ini menamai peristiwa itu konflik.
Padahal sejatinya, itu tragedi kemanusiaan.
Anak-anak dibunuh, rumah sakit dihancurkan, masjid diratakan, dan bumi suci dirampas atas nama perdamaian.
Lalu dunia berdiri diam, seolah nyawa manusia tak lagi sama nilainya.
Tapi Al-Qur’an,
Ia masih bicara. Ia memanggil manusia bukan hanya Muslim untuk melihat dengan mata hati.
Bahwa yang terjadi di Palestina bukan sekadar perang antara dua bangsa, tapi luka besar pada nurani umat manusia. Sebab yang diajak bicara oleh Al-Qur’an bukan hanya orang beriman, tapi seluruh manusia agar nurani mereka kembali hidup.
“Barang siapa membunuh seorang manusia, seakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia.”
(TQS Al-Maidah: 32)
Al-Qur’an mengajarkan,
bahwa setiap tetes darah yang tumpah di bumi,
akan ditanya:
بِاَÙŠِّ ذَÙ†ْۢبٍ Ù‚ُتِÙ„َتْۚ
“Karena dosa apa ia dibunuh?” (QS At-Takwir: 9)
Namun Al-Qur’an tak hanya memanggil kita untuk menangis.
Ia mengajak untuk berpikir, agar air mata tak berhenti di pipi, tapi berubah menjadi amal yang menegakkan keadilan.
Karena sesungguhnya, tanpa tuntunan wahyu, rasa kemanusiaan bisa ditipu oleh narasi dunia.
Kita bisa terjebak dalam gencatan senjata yang hanya menunda luka, bukan menyembuhkannya.
Kita bisa terbuai oleh janji damai,
tanpa sadar bahwa tangan yang mengaku menolong adalah tangan yang sejak awal menciptakan nestapa.
Palestina tidak butuh iba sesaat.
Ia butuh kesadaran yang hidup dari iman.
Bahwa penjajahan tak akan pernah selesai,
kecuali ada umat yang kembali memegang pedoman yang berkata tegas:
"Perangilah mereka hingga tidak ada lagi penindasan di muka bumi.”
(TQS Al-Baqarah: 193)
Dan karena kezaliman itu dilakukan oleh para penguasa, maka ayat ini pertama-tama memanggil mereka — para pemimpin yang memegang kuasa untuk menegakkan keadilan. Sedang kita, umatnya, berdiri di belakang mereka dengan ketaatan dan doa, agar bumi ini kembali merdeka di bawah ridha Allah.
Hari ini, Gaza mungkin gelap.
Tapi bukan karena matahari padam,
melainkan karena kita belum menyalakan cahaya Al-Qur’an di dada kita sendiri.
Dan mungkin, Palestina bukan sedang menunggu bala bantuan, tapi sedang menunggu kita, menunggu hati yang kembali hidup, akal yang kembali jernih dan umat yang kembali tunduk pada tuntutan Al-Qur'an.
Mungkin, dunia memang membisu. Tapi Al-Qur’an tidak pernah diam. Ia masih menunggu siapa di antara kita yang mau mendengar, lalu bergerak.
Mari berhenti menjadi penonton.
Izinkan Al-Qur’an kembali memimpin rasa dan langkah kita. Bukan hanya untuk Gaza,
tapi untuk memulihkan kemanusiaan yang telah lama kita abaikan.
و الله اعلم بالصواب

