Ilustrasi Pinterest
Oleh Lulu Nugroho
Beritakan.my.id, Opini_ MBG kembali naik daun, setelah ribuan siswa menderita keracunan. Orang tua mulai resah dan membekali putra putrinya, kantong plastik untuk membuang makanan tersebut. Alih-alih senang mendapat makan siang gratis, justru yang terjadi sebaliknya, para ibu khawatir buah hati mereka menjadi menjadi sakit. Dilansir dari liputan6.com, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) telah mencatat 6.452 anak menjadi korban keracunan MBG hingga 21 September 2025.
Ini bukan kali pertama, sejak gagasan ini dicetuskan pada Pilpres 2024, para pakar gizi meragukan proyek ini akan tepat sasaran. Pasalnya, Makanan Bergizi Gratis (MBG) digadang-gadang sebagai salah satu cara memperbaiki gizi anak-anak stunting, tampak kurang persiapan dan minim pengawasan. Apalagi nominal perporsi terus menyusut, digembosi oknum nakal. Alhasil makanan yang tersaji, tak lagi bernilai gizi, bahkan tak bisa dinikmati.
Sebagaimana yang terjadi pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi yang membenarkan adanya laporan temuan ulat pada MBG, dari salah satu sekolah. Kepala Dinkes Kota Bekasi, drh. Satia Sriwijayanti menjelaskan bahwa ulat itu berasal dari sayuran mentah yang tidak dicuci dengan sempurna, bukan belatung akibat makanan basi.
“Kemarin kami juga laporan ada sekolah yang bilang ada ulatnya di makanan, memang dari sayur mentah ulat itu yang keluar tapi bukan belatung,” kata Satia saat ditemui di kawasan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, Rabu (1-10-2025). (Gobekasi.id, 1-10-2025)
Keberadaan belatung memang merupakan salah satu bukti adanya proses pembusukan. Namun ulat pun tak lebih baik dari belatung. Meski bukan makanan basi, namun tetap saja keduanya tak layak menjadi topping santapan. Hal ini menunjukkan ketidaksiapan pemerintah merealisasikan program ini. Terlebih lagi terjadinya keracunan berulang, justru menunjukkan adanya ketidakseriusan dan kelalaian negara. Apalagi kasus ini terjadi di beberapa wilayah di tanah air, dalam waktu yang berdekatan, bak efek domino.
Maka perlu langkah strategis menanggulangi permasalahan ini, khususnya memperbaiki SOP (Standard Operating Procedure) dan SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi). Jika hal tersebut tak mampu dikerjakan, maka perlu evaluasi kembali apakah program ini layak diteruskan, atau cukup berakhir sampai di sini. Kondisi semacam ini menunjukkan betapa berbahayanya menjalankan program skala besar tanpa sistem kontrol yang matang.
Sejatinya stunting tak akan tuntas dengan MBG. Efisiensi anggaran, pemangkasan subsidi, serta pajak di sana sini, untuk pemenuhan pembiayaan MBG, justru mengakibatkan kasus stunting semakin besar. Sebab sejatinya stunting terjadi karena kemiskinan sistemik, akibat masyarakat tak mampu mengakses makanan bergizi. Maka solusinya pun membutuhkan perubahan sistemik agar dipastikan setiap individu sejahtera, terpenuhi seluruh kebutuhan dasarnya.
Konstruksi Islam Mengatasi Masalah Gizi
Islam menetapkan negara sebagai pengatur urusan umat (ra'in), yang bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan, memenuhi kebutuhan pokok dan menyelesaikan permasalahannya. Dalam sistem ekonomi Islam, masyarakat dipastikan terpenuhi kebutuhan primer bagi orang perorang. Tidak hanya pangan, sandang dan papan, melainkan kebutuhan yang bersifat komunal seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Dana untuk pemenuhan kebutuhan pokok warga, diambil dari pengelolaan harta kepemilikan umum (milkiyah am). Negara tidak menyerahkan kekayaan alam kepada asing atau swasta, melainkan mengelolanya sendiri, dan hasilnya digunakan sepenuhnya untuk kemaslahatan umat.
Di samping itu, setiap kepala keluarga wajib menafkahi anggota keluarga dan orang-orang yang berada di dalam tanggungannya. Maka negara pun harus menyediakan lapangan pekerjaan bagi setiap kepala keluarga. Dapat pula memberikan modal, ketrampilan atau lahan garapan, untuk bertani, berdagang, maupun jenis pekerjaan lainnya yang memastikan mereka memperoleh nafkah darinya.
Dengan pengelolaan sistem ekonomi yang benar berasaskan ketaatan kepada Allah, tak akan terjadi stunting akibat kurang gizi, karena setiap warga telah terjamin haknya. Allahumma ahyanaa bil Islam.

