Beritakan.my.id, Opini_ Bayangkan seseorang datang ke rumahmu, mengambil separuhnya, lalu berkata: “Kita berdamai saja, rumah ini milik kita berdua.”
Sekilas terdengar manis, tapi hati yang bersih tahu itu bukan keadilan.
Sebab damai yang dibangun di atas kehilangan, bukanlah damai. Ia adalah luka yang disembunyikan dengan kata-kata indah.
Begitulah perasaan saudara-saudara kita di Palestina. Mereka diusir dari tanah kelahiran, dipisahkan dari keluarga, dan hidup dalam ketakutan di bawah penjajahan. Lalu dunia menawarkan solusi dua negara, seolah membagi hasil rampasan adalah jalan keluar. Padahal, membagi kezaliman tidak akan pernah melahirkan keadilan.
Allah berfirman:
“Dan janganlah kebencianmu kepada suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.”
(TQ.S. al-Mā’idah [5]: 8)
Keadilan adalah fitrah manusia. Ia hidup di setiap hati yang masih mengenal nurani.
Maka ketika dunia menutup mata dari darah dan air mata rakyat Palestina, sesungguhnya yang mereka lukai bukan hanya bangsa yang tertindas tapi juga fitrah kemanusiaan seluruh umat manusia.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Ia tidak menzhaliminya dan tidak menyerahkannya (kepada orang yang menzhalimi).”
(HR. al-Bukhārī dan Muslim)
Inilah cinta yang hakiki cinta yang tidak membiarkan saudaranya dizhalimi.
Maka tidak mungkin seorang mukmin rida terhadap perdamaian yang justru mengikat tangan orang tertindas, sementara penjajah tetap berkuasa di atas tanah yang bukan miliknya.
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah penjaga fitrah.
Mereka mengajarkan bahwa perdamaian sejati hanya lahir dari keadilan, dan keadilan hanya tegak bila hukum Allah menjadi pengatur kehidupan. Karena Dialah al-‘Adl Sang Maha Adil.
Siapa pun yang meninggalkan hukum-Nya, pasti tersesat dalam kezaliman buatan manusia.
Kita tidak menolak perdamaian.
Kita justru mendambakan damai yang benar damai yang mengembalikan hak, melindungi nyawa, dan menenangkan hati. Damai yang membuat anak-anak bisa bermain tanpa takut, para ibu bisa tidur tanpa dentuman bom, dan keluarga bisa berkumpul tanpa kehilangan.
Allah berfirman:
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah engkau kepadanya dan bertawakallah kepada Allah.”
(TQ.S. al-Anfāl [8]: 61)
Namun ayat ini turun di tengah perjuangan menegakkan kebenaran, bukan untuk menyerahkan hak kepada kezaliman. Maka perdamaian yang benar adalah yang menegakkan perintah Allah, bukan yang mengkhianati amanah-Nya.
Saudaraku, mari kita lihat semua ini dengan mata hati.
Bukan politik kekuasaan buatan manusia yang kita bela, tapi politik yang dituntun oleh wahyu politik yang menjaga keadilan, melindungi yang lemah, dan menegakkan kehormatan umat.
Karena itulah politik dalam Islam bukan permainan kepentingan, melainkan amanah besar untuk menata kehidupan dengan hukum Allah.
Selama satu anak Palestina masih menangis dalam ketakutan, seluruh umat Islam belum benar-benar damai.
Maka mari jadikan cinta kita kepada Allah dan Rasulullah ﷺ sebagai tenaga untuk berpihak kepada kebenaran, menolak kezaliman, dan percaya bahwa hukum Allah-lah yang sanggup memulihkan luka fitrah manusia.
وَاللّٰهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ

