Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritakan.my.id, Opini--Dalam peluncuran buku Faith, Fraternity and Compassion: Perjalanan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia 3–5 September 2024 yang digelar Kompas Gramedia di Kantor KWI, Jumat, 3 Oktober 2025, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq mengatakan, kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia merupakan momentum meneguhkan iman, persaudaraan sejati, kasih sayang, serta bela rasa (kompas.com,3-10-2025).
Menurut Fajar, Vatikan memandang Indonesia sebagai negara mayoritas muslim, tetapi bukan negara Timur Tengah. Maka jika melihat sejarah perjalanan bangsa ini, sejak awal hubungan antaragama kita tumbuh dan lahirlah Pancasila sebagai kalimatun sawa atau “common platform” bagi bangsa ini”.
Kunjungan Paus di Indonesia menjadi cermin kehidupan beragama yang penuh keterbukaan sambung Fajar, ia kemudian mengingatkan, Islam di Indonesia itu arus utamanya adalah mengedepankan kasih sayang, seperti yang digerakkan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Baca juga:
Bansos Digital, Sejahteranya Rakyat Tetap Fragmental
Secara teologis, kata Fajar, hal ini sama dengan nilai-nilai kerahiman yang ada di umat Katolik. Sehingga kunjungan Paus ke Indonesia bukan ruang kosong, namun sudah muncul saling bela rasa dari masyarakat kita sendiri yang itu adalah keunikan bangsa ini.
Maka isu Konvergensi sudah selesai. Tantangan kita kini adalah bagaimana agar bela rasa ini menguatkan gerakan bersama antar umat beragama untuk menjawab berbagai persoalan tambah Fajar yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.
Isu konvergensi sendiri adalah hambatan dalam penerapan standar global secara konsisten di berbagai negara akibat perbedaan sistem hukum dan lingkungan regulasi. Pesan Paus Fransiskus bahwa pendidikan harus memanusiakan manusia, menumbuhkan kesadaran ekologis, dan memperkuat keseimbangan antara aspek kognitif dan sosial-emosional. Dan ini selaras dengan keinginan Kemendikdasmen dalam membangun generasi unggul. Pendidikan adalah alat untuk keadilan. Ini mandat yang akan kami tegakkan.
Pluralisme Ide Berbahaya
Isu konvergensi harus dihilangkan guna menunjukkan keterbukaan agama di Indonesia adalah bagian dari eufemisne pluralisme. Ada penentangan terhadap keyakinan hanya Islam agama yang benar. Dan sangat tendensius dengan mewakilkan umat Islam hanya pada dua ormas besar di negeri ini. Yang samasekali tidak mewakili keberagaman ormas-ormas Islam lainnya.
Padahal kontribusi ormas selain dua yang terbesar itu terhadap negara tak bisa dipandang enteng. Terlalu naif juga jika mensifati hanya dua ormas besar itu sebagai penjaga keamanan, kerukunan dan lainnya di Indonesia. Karena sejatinya meski global, jika nilai-nilai itu bertentangan dengan syariat, sewajibnya kaum muslim tidak mengambilnya.
Kapitalisme Persoalan Utama Bangsa dan Dunia
Kedatangan Paus Fransiskus tidak serta merta menunjukkan keberpihakan pemimpin tertinggi umat Katolik terhadap negara Indonesia dan terutama bagi kaum muslim di dalamnya. Pun pesannya tidak lantas menjadikannya sebagai kebijakan. Islam adalah agama sempurna, tidak akan menjadi lebih sempurna dengan mengambil pendapat kafir yang Tuhannya saja tidak Esa.
Baca juga:
Tepuk Sakinah, Buntu Pikir Atasi Pernikahan
Persoalan hakiki negeri ini adalah penerapan Sistem Kapitalisme itu sendiri. Yang asasnya sekuler, pemisahan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Konflik-konflik yang terjadi bukan akibat toleransi yang tak terukur. Bahkan bencana kemiskinan, buruknya pendidikan dan kehidupan sosial yang rentan gesekan dan yang lainnya karena Islam tidak diterapkan secara kâfah ( menyeluruh).
Kapitalisme mengukur perbuatan hanya pada manfaat. Bukan halal haram. Sehingga ukhuwah Islamiyah hancur hanya karena beda kelompok atau kepentingan menyusul hilangnya perdamaian. Sebab yang tumbuh justru sifat individualistis. Negara pun hadir sangat minimalis, rakyat dibuat sulit dalam memenuhi kebutuhan pokoknya terkait sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Bagaimana pula bisa tercipta keadilan? Bagaimana pula kemuliaan terwujud jika yang dianut adalah nilai yang abstrak?
Islam Sistem Hidup Terbaik
Semestinya kita kembali mengarahkan pandangan kepada sejarah yang bukan saat Pancasila dibentuk, yang nyatanya suara kaum muslim untuk menerapkan syariat dihapus, tapi kepada sejarah bagaimana Rasûlullâh Saw. Membangun negara berdasarkan syariat, setelah Rasullah wafat digantikan oleh Khulafaur Rasyidin dan khalifah setelahnya yang banyak.
Di saat itu, tak perlu Islam mengemis kemuliaan, justru Islam menjadi mercusuar peradaban dimana negara-negara kafir banyak mencontoh dan berhubungan secara hormat. Perbuatan yang ditujukan untuk menghinakan Islam akan diberi sanksi dan hukuman yang tegas. Saat itulah kalimat memanusiakan manusia terwujud secara nyata. Rasulullah Saw bersabda, “Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya” (HR. Ad-Daruquthni (III/ 181 no. 3564). Wallahualam bissawab. [ry].

