Bansos Digital, Sejahteranya Rakyat Tetap Fragmental

Goresan Pena Dakwah
0

Ilustrasi Bansos (pinterest) 

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban


Beritakan.my.id, Opini--Banyuwangi, sudah dua bulan ini dipilih sebagai proyek percontohan penyaluran bansos dengan sistem digital baru. Sistem digital berbasis face recognition (pengenalan wajah) dan verifikasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) ini menurut Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitandapat mampu menutup celah manipulasi penerima bansos (detik.com, 3-10-2025).


Apabila semua tahap uji coba berjalan dengan sukses, bansos digital dapat dilaksanakan secara nasional Februari atau April tahun depan. Menurut Luhut, penyaluran bansos dengan sistem ini selain dapat menghapus praktik penyalahgunaan data bansos oleh aparat desa sehingga penyalurannya dapat lebih tepat sasaran, juga bisa menghindari digunakan judi online (judol).


Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu mengatakan, dalam uji coba tersebut, pemerintah menggunakan satu data (one data) serta identitas digital (digital ID). Otomatis setiap orang akan memiliki digital paymen dimana uang bisa langsung ke account bersangkutan (detiknews.com, 27-8-2025).


Mari menjamin, melalui sistem baru ini penyaluran bansos bisa lebih tepat sasaran, karena data lebih akurat mulai dari penerima yang sudah meninggal dan tidak berhak, juga digital payment dapat melacak dana bansos digunakan untuk apa saja. Tentu yang diutamakan untuk pembelian Basic needs, jika diselewengkan akan ada sanksi bahkan dicabut, namun apa sanksinya masih perlu dibahas lebih lanjut.

Baca juga: 

Tepuk Sakinah, Buntu Pikir Atasi Problem Pernikahan


Sekilas kebijakan ini bagus dan solutif bagi permasalahan kemiskinan, jeratan judol dan daya beli masyarakat yang lemah. Apalagi Kepala PPATK Ivan Yustiavandana beberapa waktu sebelumnya dari hasil mencocokkan data nomor induk kependudukan (NIK) penerima bansos ditemukan masih banyak penerima bansos main judol. Angkanya pun luar biasa, lebih dari 78 ribu penerima bansos di tahun 2025 ini semester 1 masih bermain judol.


Bansos Obati Gejala Abaikan Akar Masalah


Masalah kemiskinan memang menjadi masalah laten bagi negeri ini begitu pun dunia. Pasca Covid-19 melanda dunia, keadaan ekonomi belum membaik, bahkan menjadi lebih buruk, di Indonesia malah meningkat menjadi kemiskinan ekstrem. Hal ini bisa kita lihat secara kasat mata banyaknya industri kolaps, PHK karyawan ribuan, tabungan rakyat menipis, harga barang merangkak naik, pajak juga naik yang menunjukkan kondisi keuangan APBN juga kembang kempis butuh dana segar.


UMKM juga digenjot, digitalisasi dikejar, sertifikasi halal digebyar menyusul penyaluran bansos digital berharap tepat sasaran dan wushhh, kemiskinan hilang dalam satu kedipan mata! Sungguh ilusi! Sadarkah kita bahwa kebijakan ini tak seindah istilahnya, embel-embel digital tak membuatnya lebih baik.


Bansos tetap diambil pemerintah sebagai bantalan ekonomi, meredam sejenak gejolak akar rumput ketika kesulitan memenuhi kebutuhan pokoknya. Masalahnya, akan tetap sama. Berapa banyak orang yang melek digital? Bisa punya rekening dan siap kapanpun uang masuk setelah wajah berhasil di scan? Saat teknik penyaluran manual saja belum merata, belum semua orang miskin bisa menikmati bansos.


Penggunaan teknologi digital tentu membutuhkan faktor lain, penggunaan jaringan internet, pulsa dan tentunya gadged. Berapa persen di negeri ini yang memiliki semua persyaratan itu, meski ada desa digital, hasil survey setiap satu orang minimal memiliki tiga gadged? Kita pun masih bermasalah di bidang pendataan, bukan hanya sinkronisasi data namun juga sisi keamanannya. Data kita seringkali menjadi sasaran empuk para hakcer.

Baca juga: 

Job Hugging, Tak Nyaman tapi Susah Move On


Sudah semestinya pemerintah tak hanya pandai menyajikan kebijakan kosmetika tapi fokus pada akar masalah. Menggunakan teknologi canggih tidak terlarang ,bahkan sangat dianjurkan namun jika dibangun di atas persoalan cabang, bukan akarnya masih akan menyisakan masalah baru.


Namun yang perlu disadari, kemiskinan ini karena penerapan Sistem Ekonomi Kapitalis, bahkan munculnya judol atau pun pinjol karena pemerintah gagal menciptakan kesejahteraan rakyat, asas kebebasan memiliki tanpa perlu standar halal haram membuat banyak orang mengambil jalan pintas. 


Islam Solusi Hakiki Problem Manusia


Rasulullah Saw. bersabda, “Imam itu adalah laksana penggembala dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya).” (HR Bukhari dan Ahmad dari Abdullah bin Umar ra). Makna hadis ini adalah hendaknya pemimpin itu menjalankan tugasnya dengan kelemahlembutan. Fokus pada persoalan akar, dan tidak sekadar memberi bumbu manis dalam setiap pelayanannya.


Rasulullah Saw. Juga bersabda, “Ya Allah, barang siapa memimpin umatku, lalu dia menyusahkan mereka maka susahkanlah dia. Barang siapa memimpin umatku, lalu dia bersikap lemah lembut terhadap mereka maka bersikaplah lemah-lembut terhadapnya.” (HR Muslim).


Bansos sejatinya hanyalah kebijakan peredam, yang sejatinya menunjukkan betapa pemerintah lemah dan lalai. Sejahtera yang dimaksud tidak bisa tercapai disebabkan minimnya harta yang dimiliki negara. APBN negara hampir 80 persennya berasal dari pajak. Sementara belanja negara yang paling menyita perhatian adalah utang jatuh tempo yang harus dibayar, sekalian dengan bunga ribanya. Karena biasanya ada defisit, maka cara menanggulanginya dengan kembali utang. Padahal negeri ini kaya raya.

Baca juga: 

Pujian Global Emansipasi, Perempuan dalam Jebakan Narasi


Dalam pandangan Islam, kekayaan itulah yang menjadi sumber pendanaan negara yang utama. Yaitu dari harta kepemilikan umum, negara dan pos zakat. Negara mewajibkan dirinya menjadi pengelola dan tidak melibatkan asing. Hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk zatnya atau berupa pembiayaan pembangunan fasilitas publik.


Dengan demikian bisa dipastikan kekayaan alam dinikmati individu per individu tanpa hambatan. Maka, tidak lagi dibutuhkan penyaluran bansos, karena pendidikan, kesehatan dan keamanan sudah dipenuhi negara dengan harga murah bahkan bisa gratis.


Negara pun akan mendorong rakyatnya untuk bekerja sesuai keahlian. Baik memberikan alat berteknologi tinggi, lapangan pekerjaan, pemberian tanah mati untuk mengelola. Wallahualam bissawab. [ry].


Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)