![]() |
| Sumber Ilustrasi : iStock. |
Oleh : Ari
Rahmayanti
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat sepanjang tahun 2024 ada 28.789 kasus kekerasan terhadap perempuan, dan 19.045 diantaranya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sementara kekerasan terhadap anak mencapai 28.831 kasus.
Banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga kian hari semakin mengkhawatirkan. Padahal, negara
telah berkomitmen menghapuskan kekerasan dalam rumah tangga dengan mengeluarkan dasar hukum yang tertuang pada UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga. Namun pada kenyataan di masyarakat justru KDRT semakin meningkat.
Sistem yang Kehilangan Nilai
Jika kita menelusuri lebih dalam, kekerasan ini bukan semata
kesalahan individu. Namun lahir dari sistem kehidupan sekuler-liberal yang
menyingkirkan nilai agama dari ruang kehidupan publik. Sistem ini menjadikan materi dari
kebebasan individu sebagai ukuran kebahagiaan, bukan ketakwaan dan tanggung
jawab moral.
Seringkali konflik dalam rumah tangga ditenggarai oleh masalah ekonomi. Kebutuhan hidup yang terus bertambah, harga kebutuhan yang terus mengalami kenaikan, tapi penghasilan tidak bertambah akhirnya memicu percikan perselisihan antara suami dan istri, tak jarang sikap saling menuntut melahirkan emosi yang mudah meledak, dan kekerasan pun menjadi jalan pintas. Kondisi ini membuat rumah tangga di kalangan masyarakat kehilangan ketenangan dan ketenteraman.
Islam menegaskan
bahwa ketenangan hidup tidak akan lahir dari sekadar harta atau kebebasan,
tetapi dari ketundukan kepada Allah. Sebagaimana firman Nya:
“Dan diatara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.” (TQS. Ar Rum : 21)
Ayat ini
menunjukkan bahwa tujuan berumah tangga bukan hanya sekedar penyatuan fisik, tetapi juga
pembentukan hubungan spiritual yang menumbuhkan kasih dan sayang. Ketika
hubungan dibangun tanpa nilai takwa, maka yang lahir bukanlah ketenangan,
melainkan pertikaian.
Keluarga dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, keluarga adalah fondasi masyarakat. Karena itu,
Rasulullah saw sangat menekankan tanggung jawab moral di dalam rumah tangga.
Beliau bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. At Tirmidzi).
Hadits ini mengingatkan bahwa ukuran kebaikan seseorang bukan pada jabatan atau prestasi sosialnya, melainkan bagaimana ia memperlakukan keluarganya. Kekerasan, dalam bentuk apapun jelas bertentangan dengan teladan Nabi.
Islam juga menegaskan bahwa setiap orang adalah pemimpin yang kelak
akan dimintai pertanggungjawaban :
“setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Artinya seorang
suami tidak bisa bertindak semena-mena terhadap istri dan anaknya. Ia wajib
menjadi pelindung, bukan penguasa. Begitu pula istri, dituntut menjadi
pendamping yang menjaga kehormatan keluarga, bukan bersaing dalam dominasi.
Menegakkan Sistem yang Menumbuhkan Takwa
Keluarga sakinah tidak akan tumbuh di atas fondasi sistem sekuler-liberal yang menyingkirkan agama. Islam tidak hanya memberi tuntunan moral,
tetapi menghadirkan sistem kehidupan yang komprehensif mulai dari pendidikan,
peran keluarga, hingga tanggung jawab negara. Diantara pengaturan Islam membentuk fondasi keluarga yang kuat ialah :
Pertama, pendidikan berbasis iman dan akhlak. Islam menempatkan pendidikan sebagai jalan utama membentuk manusia berkepribadian takwa. Tujuannya bukan sekedar mencetak manusia cerdas secara intelektual, tetapi juga berjiwa tunduk pada Allah.
Sejarah mencatat, pada masa Khalifah Abbasiyah, Pendidikan
dijalankan atas dasar akidah Islam. Dari sinilah lahir para ilmuwan besar
seperti Al Khawarizmi, ibnu Sina, Al Farabi, Ibnu Al Haytham, dan Al Ghazali.
Mereka bukan sekedar ilmuwan, tetapi juga ulama yang beriman, berakhlak, dan
memahami hakikat ilmu sebagai bagian dari ibadah.
Sistem pendidikan Islam kala itu melahirkan generasi intelektual sekaligus spiritual, karena seluruh ilmu dari matematika hingga filsafat dikaitkan dengan penghambaan kepada Allah. Inilah model Pendidikan yang menumbuhkan kecerdasan sekaligus ketenangan batin, bukan sekedar kemampuan berfikir bebas tanpa arah.
Kedua, peran yang jelas antara suami dan istri. Islam menempatkan laki-laki dan Perempuan sebagai dua pihak yang saling melengkapi, bukan saling bersaing. Allah berfirman:
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (TQS. An Nisa: 19)
Suami adalah qawwam yaitu pelindung, penanggung jawab, pemberi nafkah dan pemimpin dalam keluarga. Bukan diktator yang berhak menindas. Rasulullah saw memberi teladan dalam kelembutan dan keadilan terhadap istri-istrinya. Beliau membantu pekerjaan rumah, memenuhi kebutuhan keluarganya, berbicara dengan penuh kasih, dan tidak pernah menyakiti keluarganya.
Sementara istri dalam Islam adalah pendamping mulia yang menjaga kehormatan rumah dan mendidik generasi. Keduanya memiliki tanggung jawab yang berbeda namun setara dalam kemuliaan di sisi Allah SWT. Ketika peran ini dijalankan dengan benar, rumah tangga menjadi tempat tumbuhnya cinta, bukan medan kuasa.
Ketiga, negara sebagai pelindung dan pembina. Islam tidak memisahkan urusan moral dan sosial dari tanggung jawab negara. Dalam sistem Islam, negara yang dipimpin oleh Khalifah, wajib menjadi pelindung dan pembina rakyatnya, bukan sekedar penegak hukum setelah tragedi terjadi.
Pada masa kekhilafahan Umar bin Khattab ra., pernah ada rakyat yang
kelaparan, dan beliau merasa takut akan dimintai pertanggung jawaban oleh
Allah. Bahkan beliau berkata, “jika seekor
keledai mati kelaparan di Irak, aku khawatir akan dimintai pertanggung jawaban
oleh Allah atas kelalaianku.”
Inilah bukti bahwa negara dalam Islam berfugnsi preventif bukan hanya
represif. Negara memastikan setiap keluarga mendapatkan hak pendidikan, pekerjaan
dan rasa aman. Dalam setiap rumah tangga akan dipastikan seorang ayah mendapatkan pekerjaan untuk memberi nafkah keluarga, seorang ibu yang menjalankan peran di rumah dengan baik, dan anak-anak yang mendapatkan pendidikan yang berkualitas dari negara.
Negara membangun sistem sosial yang
menjauhkan rakyat dari sumber-sumber kekerasan seperti kemiskinan, miras, judi
dan pornografi yang semuanya ini terbukti menjadi pemicu utama KDRT.
Keempat, penegakan hukum yang mendidik dan memberi efek jera. Dalam Islam hukum ditegakkan dengan prinsip
‘adl (keadilan) dan rahmah (kasih sayang). Tujuannya bukan hanya menghukum
pelaku, tetapi juga mendidik Masyarakat agar tidak mengulangi kesalahan serupa
di masa yang akan datang.
Ketika seorang laki-laki pada masa
Rasulullah saw melakukan kesalahan berat, Nabi tidak langsung mencela, tetapi
menasehatinya agar bertobat dan memperbaiki diri. Islam mengajarkan bahwa
keadilan tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul keatas. Hukum berlaku bagi
siapapun, tanpa pandang jabatan atau kekuasaan. Dengan penerapan syariat secara menyeluruh, masyarakat akan hidup dalam rasa aman karena keadilan ditegakkan, pelaku
kekerasan jera dan nilai takwa menjadi landasan setiap tindakan.
Menata Ulang
Fondasi Keluarga
Semua ini menunjukkan bahwa solusi yang dihadirkan tidak cukup dengan undang-undang baru atau hukuman yang lebih berat. Kita butuh reorientasi nilai hidup dari sekedar mengejar dunia menuju kehidupan yang berlandaskan takwa.
Doa orang beriman
dalam Al Quran menjadi refleksi indah akan cita-cita ini:
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagii orang-orang yang bertakwa.” (TQS. Al Furqan : 74)
Keluarga yang
dibangun atas dasar iman akan melahirkan ketenangan bukanlah pertengkaran;
kasih sayang bukanlah kekerasan.
Penutup
Kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya persoalan hukum, tetapi cerminan sistem sosial yang kehilangan arah. Ketika agama disingkirkan dari kehidupan, manusia kehilangan kendali atas hawa nafsu dan emosi.
Sudah saatnya
bangsa ini kembali menata pondasi kehidupannya. Islam menawarkan Solusi yang
menyeluruh; menumbuhkan keimanan, memperjelas peran dalam keluarga dan
menghadirkan negara yang benar-benar menjadi pelindung rakyatnya.
Hanya dengan sistem
yang lahir dari akidah Islam, keluarga sakinah mawaddah wa rahmah dapat
benar-benar terwujud.
Wa Allahu a’lam
bish shawab.
------
Editor : Vindy Maramis
