UMKM Tetap Terhimpit: Imbas Sistem Ekonomi Kapitalisme

Admin Beritanusaindo
0

 


Oleh Sifa Putri |Pegiat Dakwah Ideologis 


Beritakan.my.id- OPINI - Sebanyak 3.970 keluarga penerima manfaat (KPM) di Kabupaten Bandung dinyatakan lulus dari program Kelompok Usaha Bersama Usaha Ekonomi Produktif (KUBE UEP). Program ini menjadi langkah Pemerintah Kabupaten Bandung dalam menekan angka pengangguran dan kemiskinan. Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bandung, Ningning Hendasah mengatakan bahwa KUBE UEP ini bertujuan mendorong masyarakat agar mandiri secara ekonomi. (RADARBANDUNG.ID, SOREANG (26/10/25).

Sejatinya, tidak pernah ada seorang pun yang menjamin ketika setelah lulus sekolah, seseorang bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan, menghasilkan uang dengan berjualan atau semacamnya. Mengingat gempuran ekonomi yang ada saat ini sedang tidak menentu. Tanpa bermaksud pesimis, akan tetapi sudah menjadi opini umum bahwa dalam sistem yang berlandaskan kapitalisme, kebijakan yang diberlakukan cenderung tidak pro rakyat. Karena di dalam sistem demokrasi hanya ada politik transaksional, melahirkan hubungan yang sangat erat antara pengusaha dan penguasa. Persaingan usaha yang adil tidak akan mungkin bisa terwujud ketika regulasi yang ada justru mengakomodasi kepentingan pengusaha kakap, bukan UMKM. Sehingga pemodal besar akan tetap menguasai pasar. 

Program-program yang digulirkan lebih bersifat populis dibanding solusi. Sebab kemandirian ekonomi butuh support negara bukan hanya sekedar program. Kesulitan di lapangan butuh diurai, dibimbing, hingga suasana kondusif untuk iklim usaha. Jika tetap minim pengurusan, kecil kemungkinan akan mengentaskan kemiskinan. 97% UMKM bisa jadi menyerap tenaga kerja dan menyediakan 99% lapangan kerja di Indonesia, tetapi penguasaan ekonomi tetap ada di tangan para kapital. Keberadaannya ibarat pereda nyeri sesaat bagi angka pengangguran. Tapi kembali menjadi masalah tatkala para produsen/pemilik modal ikut bermain di sektor hilir yang banyak diisi pelaku UMKM. 

Coba lihat persaingan ekonomi di pasar digital. Ketika produk impor menguasai pasar digital, UMKM terancam gulung tikar. Ini menandakan bahwa negara hanya hadir sebagai regulator dan fasilitator. Rakyat didorong sebagai pelaku ekonomi dengan membiarkan mereka bersaing secara bebas dengan pelaku ekonomi bermodal besar.

Negara pun gagal memberi kesejahteraan dan cenderung berlepas tangan dari tanggung jawab. Rakyat disuruh banting tulang mencari kesejahteraannya sendiri dengan menjadi pelaku UMKM, agar dapat membuka lapangan kerja bagi orang lain. Begitulah jargon pemanis agar masyarakat termotivasi berwirausaha sehingga beban negara menjadi berkurang dengan kemandirian ekonomi rakyat.

Itulah kenyataan hidup di bawah pengaturan sekularisme kapitalis. Sangat jauh berbeda dengan Islam. Yang mewajibkan seorang pemimpin bertanggung jawab penuh terhadap rakyatnya, sebagaimana sabda Nabi saw : "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR Bukhari dan Muslim). 

Dalam sistem Islam, negara harus independen dan bebas dari kepentingan selain kepentingan umat. Sistem politiknya yang berdasarkan akidah Islam akan melahirkan penguasa yang amanah dan taat syariat. Seluruh aturan yang ditetapkan tidak akan pernah lepas dari al-Qur’an dan as-sunah.

Begitu pun permasalahan ekonomi, semua diselesaikan dengan sudut pandang Islam. Syariat sangat mendukung kemajuan teknologi dan menjadikan kebijakannya sangat adaptif terhadap perkembangan. Jual beli online adalah satu contohnya, jika dijaga sesuai ketentuan Allah akan tampak kemaslahatan di dalamnya.

Pernah suatu ketika terjadi penurunan daya beli dimasa kepemimpinan Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan. Pada saat itu Khalifah kerap menyuntikkan dana di tengah umat dengan berbagai cara, sehingga para pelaku bisnis pun bisa tumbuh dan berkembang. Secara otomatis, pendapatan karyawannya meningkat. Jika sudah meningkat, otomatis daya beli meningkat dan geliat ekonomi rakyat pun kembali bangkit. Negara juga menyediakan modal usaha dari kas baitulmal bagi rakyat yang belum bekerja. Bisa berupa pemberian sebidang tanah mati ataupun pinjaman tanpa riba. 

Selain pendapatan yang terus meningkat, kesejahteraan pun dijamin negara. Tidak semua kepala rumah tangga mampu mendapatkan pendapatan layak. Jika ada kepala rumah tangga yang cacat atau sudah tidak sanggup bekerja, negaralah yang akan terus bertanggung jawab menyantuni dan menafkahi kebutuhannya secara langsung.

Kekuatan baitulmal juga ditunjang oleh regulasi kepemilikan. Misalnya, kepemilikan umum seperti barang tambang, haram dikuasai swasta. Negara lah yang berkewajiban mengelola dan mengembalikan hasilnya kepada rakyat dalam bentuk kemaslahatan. Harga BBM, misalnya, tidak akan mahal karena pengelolaannya dilakukan oleh negara, bukan swasta.

Karena asas pemerintahannya berbasis akidah Islam, maka budaya konsumtif dan hedonis terkikis di benak masyarakat. Dengan pola hidup yang sesuai standar Islam, produktivitas masyarakat lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder. Mereka yang berlebih hartanya akan terdorong bersedekah dan berinfak kepada yang kurang mampu. Sehingga harta tidak beredar pada golongan orang kaya saja.

Demikianlah, pilar perekonomian dalam Islam adalah sektor riil yang ditopang oleh industri berat dan industri pengelolaan SDA. Prinsip-prinsip tersebut tidak akan berjalan tanpa penerapan sistem Islam yang komprehensif dan menyeluruh.

Wallahu alam bi ash-sawwab.

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)