Buruknya Pemerataan Kesehatan Dibalik Wafatnya Dr. Helmiyadi

Admin Beritanusaindo
0

 

Ilustrasi gambar: Merdeka.com

Paradigma bobrok ala kapitalis ini telah membuat kita sengsara, menzalimi rakyat dan banyak nyawa berharga melayang begitu saja seolah tak ada artinya. Jelas, hal ini harus kita buang jauh-jauh dengan mengganti sistem tata aturan yang mengatur kehidupan kita saat ini.



Oleh : Ummu Bisyarah

 Pegiat Literasi



Beritanusaindo.my.id - OPINIKehilangan seorang ahli ilmu memang selalu menyisakan duka, karena ilmunya hilang dengan wafatnya. Kabar duka yang menghebohkan jagad maya dengan wafatnya Dr. Helmiyadi Kuswardhana, M.Kes, Sp. OT. FICS., AIFO-K. Beliau wafat di usia emasnya ketika sedang mengabdi menyelamatkan pasiennya. Sebelum meninggal beliau sempat menyelamatkan nyawa 10 pasien di ruang operasi dan 40 pasien di poli. Setelah itu, beliau wafat jantungnya terhenti disebabkan kelelahan dan jauhnya jarak RS rujukan.


Sungguh disayangkan, nyawa berharga melayang begitu saja karena keterbatasan sarana prasarana kesehatan. Pasalnya jarak RS rujukan yang tersedia cathlab untuk menunjang kesembuhan beliau berjarak 10 jam perjalanan menggunakan ambulans. Karena jauhnya RS rujukan akhirnya nyawa dokter spesialis ortopedi dan traumatologi satu-satunya di Sulawesi Barat itu tidak terselamatkan.


Baca juga: Pinjol untuk Pendidikan, Solusikah?


Wafatnya beliau bukanlah satu-satunya yang diakibatkan oleh ketidakmerataan sarana prasarana kesehatan di Indonesia. Banyak kasus di Indonesia Timur, di mana pasien meninggal akibat ketidaksediaan sarana prasarana. Dilansir dari BBC.com (09/06), banyak pasien RSUD Scholoo Keyen meninggal dunia karena rumah sakit itu kehabisan oksigen, tidak memiliki bahan medis operasi seperti selang oksigen, alat suntik sekali pakai, bahkan kehabisan obat-obat esensial lain yang dibutuhkan. Padahal jika itu tersedia maka nyawa pasien ini bisa diselamatkan.


Hal serupa juga terjadi di daerah NTT.  Di mana banyak ibu dan bayi meninggal karena minimnya sarana prasarana kesehatan. Menurut data pemerintah setempat angka kematian ibu 306 per 100.000 kelahiran dan angka kematian bayi 49 per 1.000 kelahiran hidup. Selain itu rumitnya sistem rujukan oleh BPJS kesehatan juga turut andil dalam memperlambat penanganan pasien, sehingga menyebabkan nyawa melayang.


Baca juga: Rumah dalam Jaminan Negara, Islam Mewujudkannya


Pemerataan kesehatan dan pemenuhan sarana prasarana yang menunjang menjadi PR besar pemerintahan saat ini. Jika pemerintah masih memiliki paradigma bahwa kesehatan adalah ajang mendulang cuan maka pemerataan adalah hal yang mustahil terjadi. Paradigma khas yang lahir dari sistem kapitalis dimana kesehatan adalah ajang komersialisasi justru akan mengaburkan tujuan utama dari sistem kesehatan itu sendiri. Yakni menyelamatkan nyawa manusia. Kapitalisme memandang nyawa manusia tak lebih berharga dari pundi-pundi rupiah. Bidang kesehatan jadi ladang basah memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Siapa yang diuntungkan? Jelas para oligarki pemilik modal.


Paradigma bobrok ala kapitalis ini telah membuat kita sengsara, menzalimi rakyat dan banyak nyawa berharga melayang begitu saja seolah tak ada artinya. Jelas, hal ini harus kita buang jauh-jauh dengan mengganti sistem tata aturan yang mengatur kehidupan kita saat ini.


Bertolak belakang dengan sistem Islam. Islam memandang nyawa manusia sangatlah berharga, bahkan Allah Swt. berfirman: “….barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya …." (QS. Al-Maidah: 32)


Baca juga: HET Minyak Goreng dan HAP Gula Naik, untuk Kepentingan Siapa?


Paradigma inilah yang mewajibkan negara sebagai periayah rakyatnya menyediakan sarana dan prasarana kesehatan secara cuma-cuma dan mudah diakses oleh rakyatnya. Negara bukan sebagai regulator saja namun penanggungjawab penuh pada kesehatan rakyatnya. Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki serangkaian sistem yang meniscayakan hal tersebut. Hal ini dicontohkan sendiri oleh Rasulullah saw.. Sebagai kepala negara, beliau pernah mendatangkan dokter untuk mengobati salah seorang warganya, yakni Ubay. Saat Nabi saw. mendapatkan hadiah dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau pun menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi seluruh warganya. (HR. Muslim)


Diriwayatkan pula bahwa serombongan orang dari Kabilah ‘Urainah masuk Islam. Lalu mereka jatuh sakit di Madinah. Rasulullah saw. selaku kepala negara saat itu meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola oleh baitulmal di dekat Quba’. Mereka dibolehkan minum air susunya sampai sembuh. (HR Al-Bukhari dan Muslim)


Ini merupakan dalil bahwa negara wajib menyediakan sistem kesehatan tanpa diskriminasi, mudah untuk diakses warga dan wajib secara cuma-cuma. Hal ini juga dipraktekkan oleh khalifah setelah beliau wafat yang telah banyak menorehkan tinta emas peradaban Islam. 

Wallahu a'lam bi ash-shawwab. [Rens]



Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)