Aroma Liberalisasi Pemuda, dibalik Penyediaan Alat Kontrasepsi

Goresan Pena Dakwah
0


 Ilustrasi Alat Kontrasepsi/pinterest


Oleh: Nikiteta, S.K.M 

Aktivis Muslimah


Beritanusaindo.my.id -OPINI -Sah! Presiden Joko Widodo telah meresmikan peraturan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja melalui PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang kesehatan (Metrotvnews.com, 2024).


 Hal tersebut disebutkan pada Pasal 103 Ayat 4 yang berbunyi pelayanan kesehatan reproduksi paling sedikit meliputi deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. 


Poin terakhir inilah yang akhirnya mengundang perhatian publik,  bahkan tidak sedikit yang beranggapan aturan ini berpotensi disalahartikan nantinya. Kepala Staf Presiden Moeldoko ikut menambahkan bahwa pro dan kontra yang muncul atas aturan itu adalah hal yang wajar. Penyediaan alat kontrasepsi dalam aturan turunan itu pun akan membuat perbedaan pandangan dari sisi kesehatan maupun agama (Kompas.com, 2024).


Upaya Liberalisasi Generasi Muda


Apa yang diputuskan Presiden Jokowi tentunya banyak mengundang pro dan kontra. Ada yang mendukung keputusan ini sebagai solusi dalam permasalahan kesehatan, namun tak jarang pula yang menolak dengan lantang putusan tersebut. 


Penolakan ini tentunya karena salah satu point yang menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja, yang secara tidak langsung akan menjerumuskan mereka pada pergaulan bebas. 


Pengamat Kebijakan Pendidikan dari Universitas Pedidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof Cecep Darmawan menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi harusnya diperuntukan untuk pasangan yang telah legal dalam ikatan pernikahan, dan apabila alat kontrasepsi ini diberikan kepada remaja, seolah pemerintah ini bersikap permisif soal hubungan seksual di luar ikatan pernikahan dan bertentangan dengan prinsip edukasi yang melarang orang melakukan seks bebas sedini mungkin (Kompas.com, 6-8-2024).


Kebijakan yang baru disahkan juga mengindikasikan kepada kita bahwa Pemerintah sejatinya telah mengetahui bahwa kondisi generasi muda kita sedang tidak baik-baik saja. Sebagaimana laporan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan oleh remaja usia 15-19 tahun mengalami peningkatan (RRI.co.id,2024). 


Fakta yang mengejutkan bagi kita namun jika dianalis lebih jauh, akar masalah sebenarnya adalah budaya seks bebas yang sudah merasuk dalam tubuh generasi yang selama ini tidak diberantas dengan tuntas. Pemerintah yang harusnya menghentikan perilaku seks bebas justru melahirkan berbagai kebijakan tambal sulam, alih-alih mensolusi hingga ke akar. 


Hal ini terjadi karena paradigma yang digunakan oleh Pemerintah beraromakan liberalisme (kebebasan), aturan sekuler yang memisahkan antara aturan agama dengan kehidupan. Paradigma ini menganggap bahwa perbuatan manusia bebas diatur oleh manusia itu sendiri, melahirkan generasi dengan perilaku hedonis permisif. 


Standar perbuatan tiap individu bergantung pada asas liberal tanpa memandang aturan syariat, halal ataupun haram. Imbasnya, perbuatan maksiat menjadi normal dilakukan, disatu sisi aturan Islam makin terasing dari kehidupan generasi muda kita.


Di sisi lain, penerbitan PP 28 Tahun 2024 seakan menegaskan status Indonesia sebagai negara sekuler yang menormalisasi perzinahan atas nama kebebasan berperilaku. Penerbitan kebijakan ini sama saja seperti mendorong negeri ini berjalan di ambang kehancuran generasi akibat rusaknya moral generasi muda.


Bayangkan saja, jika sebelum PP ini terbit, sudah terjadi peningkatan angka remaja yang melakukan hubungan seksual diluar pernikahan. Padahal kondisinya mereka tidak bebas membeli alat kontrasepsi, apalagi jika aturan ini disahkan. Mereka akan dengan mudah mendapatkannya secara legal pula


Solusi Islam


Islam memandang manusia sebagai suatu kesatuan yang utuh dan problematika yang terjadi dalam kehidupan manusia akan dilihat secara komprehensif, mensolusi hingga akar masalah. 


Baca juga: 

Makan Gratis "Program Tuhan" Serius?


Hal ini karena paradigma negara adalah sebagai ra’in, yaitu melayani dan mengurusi urusan umat, termasuk dalam ranah membina moral dan akhlak generasi dengan Islam. Penerapan Syariat Islam Kafah dimulai dari sistem pergaulannya, sistem pendidikannya, pengelolaan media informasi, hingga pemberian sanksi yang tegas.


Pertama, negara menerapkan sistem pergaulan dalam Islam. Negara akan mengawasi perilaku masyarakat dengan menempatkan aparat hukum yang akan menindak tegas setiap pelaku maksiat di masyarakat. Ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan) dan khalwat (berduaan dengan non-mahram) tidak akan ditemui pada masyarakat Islam kecuali pada beberapa sebab syar’i


Selain itu, masyarakat akan dibina dalam suasana keimanan sehingga kewajiban amar makruf nahi mungkar terlaksana dalam mengontrol perilaku individu agar tidak terjebak dalam kemungkaran dan kemaksiatan.  


Dengan begitu, masyarakat memiliki standar untuk menilai perbuatan dengan kacamata yang sama, yakni b halal dan haram yang sudah Allah tetapkan dalam syariat Islam. 

Baca juga: 

Kampanye #Frienship4peace Untuk Siapa?


Kedua, penerapan sistem pendidikan Islam akan mencetak generasi berkepribadian Islam (syaksiah Islam). Kurikulum berbasis akidah Islam membuat generasi muda akan memiliki standar nilai dan perbuatan yang baku yang bersumber dari syariat Islam. Pengkajian tsaqofah Islam selain ilmu-ilmu saintek di sekolah menjadikan generasi muda memiliki pemahaman Islam yang benar dan utuh. 


Ketiga, media informasi dirancang sedemikian rupa agar dapat menjadi sarana untuk memaparkan Islam dengan pemaparan yang kuat dan membekas hingga mampu menggerakkan akal manusia agar memperlajarinya. Negara juga akan menyaring dan melarang konten, video, film atau tayangan apapun yang memicu dorongan seksual (jinsiyah) atau yang bermuatan negatif hingga dapat berpotensi merusak kepribadian dan moral generasi muda.

Baca juga: 

Kapitalisme Melegalkan Zina


Keempat, Negara memberikan sanksi tegas yang akan memberikan efek jera pada pelaku maksiat. Misalkan hukuman cambuk 100 kali bagi pelaku zina yang belum menikah, dan rajam jika sudah menikah. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt yang artinya, “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.” (TQS an Nur: 2). 


Hanya dengan sistem Islam, generasi muda akan terbebas dari jeratan kemaksiatan dengan penerapan Islam secara kaffah sesuai dengan firman Allah SWT “Wahai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara menyeluruh dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan! Sesungguhnya ia musuh yang nyata bagimu.” (TQS Al Baqarah :208). Wallahu alam bish-shawab. [ry]

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)