![]() |
| Ilustrasi toleransi/pinterest |
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritanusaindo.my.id -OPINI -20 komunitas lokal di Indonesia meluncurkan kampanye #Friendship4Peace untuk menyuarakan isu kebebasan beribadah dan berkeyakinan. Kampanye ini diluncurkan di aplikasi Campaign #ForABetterWorld, sebuah platform karya anak bangsa yang menyuarakan isu-isu sosial secara inovatif dan luas. Kampanye ini berkolaborasi dengan PeaceGeneration Indonesia, sebuah social enterprise yang bergerak di bidang pendidikan perdamaian (republika.co.id, 9/8/2024).
Jika menelisik lebih dalam, kampanye #Friendship4Peace ini adalah respon setelah adanya laporan SETARA Institute, pada 2023, telah terjadi 217 peristiwa dengan 329 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, termasuk kesulitan membangun tempat ibadah, peraturan diskriminatif, tuduhan penistaan agama, dan pelarangan kegiatan keagamaan.
Pada Maret 2023, pembangunan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) di Kabupaten Malang, Jawa Timur, ditolak. Kemudian pembubaran aktivitas ibadah di Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, pada Juli 2024.
Menurut Direktur Eksekutif PeaceGeneration Indonesia, Irfan Amali, mengatakan kampanye ini adalah langkah praktis yang bisa diikuti berbagai kalangan. Banyak masyarakat yang punya tekad besar untuk meruntuhkan tembok intoleransi, sayangnya mereka hanya bisa diam. Padahal sebenarnya, menurut Irfan, ada banyak cara simpel membantu banyak orang, kapan saja dan dimana saja, salah satu ya dengan aksi #Friendship4Peace ini.
Kampanye #Friendship4Peace di aplikasi Campaign #ForABetterWorld mendorong masyarakat berdonasi tanpa uang untuk mendukung kegiatan toleransi, seperti edukasi lintas agama untuk anak-anak di Medan dan dialog terbuka untuk pembangunan tempat ibadah di Kabupaten Bandung.
Cukup membuka aplikasi kemudian mengunggah foto bersama teman lintas iman atau membagikan pesan persahabatan untuk teman-teman dari berbagai latar belakang agama dan keyakinan. Mereka bicara hal-hal menyangkut agama selain Islam, lantas bagaimana dengan persekusi pengajian? Penangkapan dai atau ustaz yang “ berbeda” pandangan politik, menista Al-Qur’an, melecehkan Rasulullah Saw., melarang penggunaan jilbab di dalam pasukan pengibar bendera, dan lainnya?
Mengapa tak disebut sebagai intoleran? Padahal sama-sama ingin menjalankan ajaran agamanya. Mirisnya, justru dilekatkan kata terorisme, radikalisme, ekstremis dan yang semakin membuat Islam menakutkan, agama paling intoleran dan sebagainya. Monsterisasi agama tidak dikaitkan dengan intoleran. Artinya ada dua wajah yang dihadapkan kepada Islam.
Benaya Jonatan, Project Lead #Friendship4Peace dan Program Officer Campaign, menegaskan pentingnya aksi nyata dalam memerangi intoleransi. Menurutnya ironi, di balik semboyan bangsa “ Bhineka Tunggal Ika” justru kasus intoleran masih terus bergulir
Liberalisme Sekuler Masih Menjadi Ruh Utama Kampanye
Sekilas, apa yang digagas anak-anak muda ini bagus. Menggambarkan kreatifitas tinggi mereka yang punya cita-cita dan harapan akan perubahan. Namun jika ditelisik lebih mendalam, dasar aktifitas mereka ternyata tak jauh dari ide liberalisme sekuler. Kebebasan tanpa batas agama, terutama Islam.
Siapa yang dianggap intoleran selama ini? Islam. Sebab, dalam keyakinan kaum muslim memang hanya Islam yang benar, siapa yang mencari selain Islam tertolak. Hal itu termaktub dari firman Allah SWT. yang artinya,”...Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu...”. (TQS Al Madinah:3).
Mereka kaum sekuler menolak prinsip kebaikan hanya milik satu agama, bahkan Islam moderat yang digagas kemenag menolak kebenaran hanya milik Islam, tapi semua agama. Ide ini sangat berbahaya, mampu mengguncang akidah hingga membuat ragu pemeluknya. Pada akhirnya apa yang benar menurut Allah SWT. terkalahkan dengan pendapat manusia.
Sekulerisme, menjalar ke berbagai lini. Terutama pendidikan, dengan menghilangkan beberapa ajaran seperti jihad dan khilafah, yang nyata-nyata menjadi ajaran Islam dan dibahas oleh semua ulama, ahli fikih, imam Mazhab dan salafu salih selanjutnya. Dampaknya, generasi muda seperti kehilangan arah perjuangan. Bukan lagi agama mereka, tapi pemikiran dan ide barat yang seolah lebih modern.
Toleransi dan persahabatan lintas agama dan keyakinan yang mereka sebarkan menjadi kepanjangan tangan penjajahan kafir kepada dunia Islam. Mereka tak perlu lagi bersusah payah mengajari anak-anak muslim membenci agama mereka sendiri, sebab mereka sendirilah agennya.
Pun semboyan Bhineka Tunggal Ika yang disakralkan tak lebih dari sebuah jargon kosong. Berbeda-beda tapi tetap satu jua tidak berlaku jika itu terkait Islam dan ajarannya. Seolah Islam biang perpecahan, sementara agama lain lebih cinta damai.
Islam Agama Paling Toleran
Toleransi berarti tidak memaksa beribadah sesuai agama Islam, namun membiarkan agama lain menjalankan ibadah sesuai ajarannya. Allah SWT. Berfirman, “Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (TQS al-Kafirun 1-6).
Dalam Islam, segenap potensi pemuda didorong untuk menjadi agen perubahan, selalu terdepan dengan kecakapan dan ketakwaannya hasil dari pendidikan berkualitas. Yaitu yang berbasis akidah Islam. Mereka menjadi mutiara umat yang memberi manfaat bagi umat manusia. Mencerdaskan umat dan mengoreksi penguasa jika terdapat penyelewengan hukum syara.
Bagi non muslim, mereka mendapatkan perlindungan yang sama atas harta, nyawa dan darah mereka. Sebagai tanda ketundukkan kepada syari’at, mereka diwajibkan membayar jizyah. Hanya bagi pria, baligh dan mampu, jika tidak demikian maka menjadi kewajiban negara menyantuninya dari kas Baitulmal dan gugur kewajiban membayar jizyahnya.
Kaum muda tak akan hanya berkutat pada masalah toleransi intoleran, sebab hukum dan sanksi ditegakkan tanpa pandang bulu, tegas dan adil baik kepada muslim dan non muslim. Sudah pasti yang demikian tidak akan ditemui dalam sistem kapitalisme yang semata-mata hanya mendewakan kepuasan jasadiyah. Namun lupa bahwa segala perbuatan dan perkataan akan dimintai pertanggungjawaban. Wallahualam bissawab .

