![]() |
| Ilustrasi: KDRT. Sumber : iStock |
Selebgram yang juga merupakan mantan atlet anggar, Cut Intan Nabila sedang ramai dibicarakan di media sosial setelah mengungkapkan bahwa dia mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari suaminya, Armor Toreador. Pada 13 Agustus 2024, Intan membagikan rekaman CCTV di Instagram pribadinya yang menunjukkan dirinya dipukuli oleh suaminya. Dalam video tersebut, Intan dan suaminya terlihat sempat bertengkar sebelum akhirnya Intan dipukul beberapa kali hingga tergeletak dan berteriak kesakitan.
Kasus KDRT tidak hanya terjadi kali ini saja, sudah banyak terjadi kasus-kasus serupa lainnya. Contohnya saja, kasus di Depok. Seorang istri mantan perwira Brimob mengalami KDRT dari suaminya sejak 2020, dengan kejadian terburuk terjadi pada 3 Juli 2023. Korban mengalami luka memar, lecet, pendarahan, dan keguguran akibat kekerasan tersebut. (Kompas, 22/3).
Rangkaian kasus KDRT menunjukkan lemahnya ketahanan keluarga di Indonesia. Banyak faktor penyebab KDRT, seperti perselingkuhan, masalah ekonomi, budaya patriarki, campur tangan pihak ketiga, judi, dan perbedaan prinsip hidup.
Kasus KDRT ini juga disebabkan oleh sistem sekularisme yang memengaruhi cara pandang dan sikap manusia, termasuk dalam hubungan keluarga. Padahal, secara fitrah, keluarga adalah hubungan penuh cinta dan kasih sayang. Orang tua sayang pada anak-anak dan menantunya. Suami sayang pada istri dan demikian pula sebaliknya.
Dengan adanya kasih sayang menjamin perlindungan dalam keluarga. Perlindungan perempuan dan anak-anak dirasakan dari perlindungan laki-laki, yaitu suami, ayah, anak laki-laki, dan kakek. Ini membuat mereka merasa tenang, dan rumah menjadi tempat yang aman.
Namun, fungsi perlindungan ini kini hampir hilang. Laki-laki yang seharusnya melindungi justru melakukan kekerasan terhadap anggota keluarganya sendiri, baik di dalam maupun di luar rumah. Akibatnya, kasih sayang dalam keluarga menghilang, hubungan keluarga menjadi renggang, dan keluarga sakinah tidak terwujud.
Selain itu, UU PKDRT yang telah ada sejak 2004 tidak berhasil mencegah meningkatnya kasus KDRT, yang mencapai 5.526 kasus pada 2022. Hal ini menunjukkan bahwa negara gagal memberikan jaminan keamanan rumah tangga karena sistem sekuler-liberal yang mengutamakan kebebasan tanpa peduli pada tuntunan agama.
Dalam sistem Islam, keluarga adalah institusi yang kokoh dan strategis, bukan sekadar kelompok orang yang tinggal bersama. Keluarga dalam Islam harus dapat memberikan perlindungan yang menciptakan rasa aman bagi generasi yang lahir, sehingga mendukung terciptanya generasi Islam yang cemerlang di masa depan.
Negara Islam memastikan fungsi keluarga melalui berbagai sistem, termasuk pendidikan yang membentuk individu dengan kepribadian Islam. Dengan demikian, mereka akan taat kepada Allah dan tidak akan menyakiti atau berbuat zalim pada keluarga.
Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kalian semua kepada Allah, dan takutlah kalian dari perbuatan zalim, karena sesungguhnya kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim).
Penerapan sistem pergaulan Islam memisahkan laki-laki dan perempuan untuk mencegah perselingkuhan, sementara negara mengatur media massa untuk menghindari pornografi yang dapat membangkitkan syahwat. Sistem ekonomi Islam akan memastikan kesejahteraan individu, mencegah KDRT yang disebabkan masalah ekonomi.
Di bidang hukum, negara memiliki pengadilan yang memberikan sanksi adil. Untuk kasus kekerasan tubuh hingga pembunuhan, berlaku hukum qishos, dengan hukuman mati sebagai sanksi terberat untuk pembunuhan yang disengaja. Sanksi tegas ini bertujuan untuk memberikan efek jera, sehingga orang tidak akan mudah melakukan kekerasan atau pembunuhan.
Allahua'lam.
_Editor : Vindy Maramis_
