![]() |
| Sumber ilustrasi gambar: Kompasiana |
Cara pandang keluarga yang dibangun dengan paradigma berpikir ala kapitalisme ini jelas akan menimbulkan konflik yang tak berkesudahan. Bahkan generasi akan terancam. KDRT ini jelas bukan hanya soal "human eror" saja, tapi ini adalah efek domino dari penerapan sistem kehidupan yang memiliki paradigma berpikir yang salah terhadap keluarga.
Oleh: Shita Istiyanti
Pegiat Literasi
Tak hanya beliau, di NTT wanita bernama Harlenci seorang kepsek TK di dihajar dengan bangku oleh suaminya lalu disiram minyak tanah (detik.com 16/08).
Seorang pria berinisial MA di Pasuruan tega memukuli istrinya hingga babak belur karena istrinya tidak bisa mencarikan pinjaman uang 500 ribu untuk dirinya (detik.com 14/08). Wanita di Tangsel berinisial SM melaporkan suaminya ke polisi karena sudah berulang kali mengalami KDRT. Dia dihajar oleh suaminya hingga babak belur di sekujur tubuhnya (02/08), dan masih banyak lagi kasus KDRT yang mungkin belum terlaporkan.
Baca juga: Rumah Murah Hanya Sebatas Angan dalam Sistem Kapitalis
Komnas perempuan mencatat setidaknya ada 401.975 KDRT yang terjadi pada tahun 2023. Angka yang cukup tinggi ini adalah alarm keras bagi rapuhnya ketahanan keluarga di Indonesia. Keluarga yang harusnya menjadi tempat berlindung justru menjadi tempat paling tidak aman bagi anggota keluarga. Sosok ayah/suami harusnya menjadi 'hero' dalam keluarga, ia semestinya pelindung, labuan paling aman untuk kita berkeluh kesah, tempat yang selalu mengisi kekosongan tangki cinta keluarga kecilnya. Namun sosok hero itu banyak yang menjadi monster menakutkan, bak binatang buas yang menerkam mangsanya. Sosok hero yang melindungi itu kian terkikis perannya hingga para lelaki ini tak lagi melindungi justru malah menyakiti.
Sebenarnya banyak sekali faktor penyebab menjamurnya kasus KDRT ini. Mulai dari faktor psikologis, faktor ekonomi, budaya patriarki hingga konflik dalam rumah tangga yang tak kunjung usai. Beban hidup yang harus ditanggung para lelaki dalam sistem kehidupan sekarang sangatlah berat. Disaat lapangan pekerjaan kian susah, memulai bisnis dirasa sangat sulit karena banyak monopoli dari para pemilik modal besar, ditambah biaya hidup yang kian banyak, harga-harga yang melambung tinggi Karen inflasi. Hal ini juga menjadi faktor para lelaki ini menjadi stress dan menjadi sumbu pendek. Alhasil anak istri jadi pelampiasan.
Tak hanya itu, sekulerisme (pemisahan antara agama dengan kehidupan) juga mendominasi cara pandang mereka dalam berumah tangga. Rumah tangga dan pasangan distandarkan pada standar medsos, lalu terkikislah rasa syukur dan selalu merasa kurang pada diri pasangan. Hal ini juga dapat memicu konflik yang lama kelamaan mencetuskan KDRT. Pandangan materialistik juga membuat manusia memandang sesuatu hanya pada untung rugi, pun dalam rumah tangga jika standar yang digunakan adalah untuk rugi maka masing-masing tak akan puas hingga konflik terjadi.
Baca juga: Negara Wajib Memastikan Makanan Halal dan Tayib
Ditambah dengan paham feminisme yang dipupuk subur dalam sistem kapitalisme hari ini. Membuat para ibu tercabik-cabik fitrahnya. Hingga mereka tak mau lagi menjadi ibu dan mendidik generasi. Paham kesetaraan gender juga memperparah konflik antara suami istri yang minim komunikasi. Tak heran jika tingginya angka KDRT diikuti dengan tingginya angka perceraian dan turunnya angka kelahiran. Sungguh miris!
Cara pandang keluarga yang dibangun dengan paradigma berpikir ala kapitalisme ini jelas akan menimbulkan konflik yang tak berkesudahan. Bahkan generasi akan terancam. KDRT ini jelas bukan hanya soal "human eror" saja, tapi ini adalah efek domino dari penerapan sistem kehidupan yang memiliki paradigma berpikir yang salah terhadap keluarga.
Dalam sistem Islam, keluarga tak hanya dipandang sebagai kumpulan orang yang tinggal satu atap. Namun keluarga adalah institusi terkecil yang strategis dalam memberi jaminan perlindungan. Keluarga memiliki visi besar yakni mencetak generasi cemerlang berkepribadian Islam. Islam juga sudah mengatur hak dan kewajiban suami istri dengan sangat adil sesuai porsinya, tidak sama rata. Dengan dorongan keimanan tidak akan mungkin seorang lelaki akan berani menyakiti istrinya, pun dengan istri akan taat dan memuliakan suaminya. Hubungan antara suami dan istri adalah hubungan persahabatan di mana satu sama lain saling memuliakan. Dengan jelasnya antara hak dan kewajiban masing-masing akan terhindar konflik-konflik yang berujung pada kekerasan fisik.
Baca juga: Membangun Negara dengan Investasi Asing, Apa tidak Bahaya?
Hal ini juga didukung dengan penerapan sistem Islam yang saling terintegrasi. Sistem ekonomi Islam dengan konsepnya yang sempurna menjamin kesejahteraan warganya. Kebutuhan pokok warga wajib dijamin negara. Kesehatan dan pendidikan diberikan secara cuma-cuma dari pos kepemilikan umum (yakni hasil tambang, sumber energi, sumber air, hutan dan lainnya).
Islam juga terkenal dengan sistem sanksinya yang tegas dan menimbulkan efek jera. Pelaku KDRT akan mendapat sanksi yang nanti akan ditabani oleh khalifah. Ditambah masyarakat yang senantiasa beramar ma'ruf nahi mungkar yang menjadi pelindung bagi sesama. Begitulah gambaran sistem islam dalam menjamin berjalannya fungsi keluarga. Sistem ini sangat realistis untuk diterapkan dibanding sistem kapitalisme yang sekarang ada dan jelas kerusakannya. Wallahualambissawab. [Rens]
Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.
