Rumah Murah Hanya Sebatas Angan dalam Era Kapitalis

Admin Beritanusaindo
0

 

Sumber ilustrasi gambar: design by Yosep Rey


Problem perumahan layak huni yang terus terjadi, dikarenakan orientasi pembangunan perumahan dalam sistem kapitalisme bukan untuk terpenuhinya kebutuhan asasi masyarakat, melainkan menjadi ladang bisnis bagi mereka yang memiliki kantong tebal dan kekuasaan. 



Oleh Rosita

Penggiat Literasi


Beritanusaindo.my.id -OPINI- Memiliki rumah yang aman, nyaman, serta mudah diakses kendaraan baik pribadi maupun umum adalah dambaan setiap orang, sehingga hal ini menjadi pertimbangan para pengembang untuk menanamkan investasinya dalam wujud perumahan. Adapun Kabupaten Bandung, menjadi salah satu wilayah yang cukup menarik bagi para pengembang.


Menurut Kepala Bidang Infrastruktur Wilayah dari Badan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kabupaten Bandung, Deni Iman Kertabudi, pembangunan perumahan dan kawasan pemukiman di Kabupaten Bandung saat ini cukup masif, tidak hanya dijadikan destinasi wisata tapi juga destinasi tempat bermukim, karena adanya jalan tol. Meskipun tidak diatur berapa jumlah rumah yang dibangun oleh pengembang yang membuat perumahan maupun perorangan, yang pasti dan penting dalam konteks pengendaliannya harus terpenuhi.


Untuk mengatur keseimbangan tata ruang wilayah, Pemerintah Kabupaten Bandung telah mengeluarkan Peraturan Daerah No.19 Tahun 2022 tentang kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, peraturan ini dibuat untuk menjaga keseimbangan tata ruang yang ada di kawasan tersebut. Ditetapkan langsung oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna, dan diundangkan pada 30 Desember 2022. Adapun tujuan dari Perda ini adalah untuk menjamin penataan ruang sesuai dengan rencana tata ruang dan standar pelayanan, terwujudnya perlindungan fungsi luar dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan Selain itu juga sebagai bentuk pencegahan terhadap penyalahgunaan tata ruang yang ada di Kabupaten Bandung. (GalamediaNews,1/8/2024)


Baca juga: Membangun Negara dengan Investasi Asing, Apa tidak Bahaya?


Perda di atas adalah salah satu upaya yang dilakukan pemerintah guna mewujudkan jaminan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan tata ruang dan juga fungsinya. Pemanfaatan ruang dapat diperuntukan untuk rumah tinggal, peribadatan, yayasan sosial, keagamaan, pendidikan, bahkan ruang yang tidak termasuk strategis dibiayai oleh APBD. Namun sepertinya Perda ini sangat berbanding terbalik dengan realita pemukiman yang ada saat ini, di mana masih banyak ditemukan kawasan padat penduduk yang tidak layak huni (kumuh), itu dikarenakan kian menyempitnya lahan untuk pemukiman akibat masifnya infrastruktur selain tempat tinggal.


Mewujudkan tata ruang kota yang ideal bukan hal yang mudah, diperlukan aturan yang sistematis dan saling mendukung. Jika memang ada aturan yang menangani tata ruang berarti harus disinkronkan dengan pemanfaatan lahan. Ada pengaturan lahan untuk pemukiman penduduk dan infrastruktur pendukungnya seperti rumah sakit, pasar, jalan, sekolah, dan lain-lain secara seimbang. Bukan diserahkan begitu saja kepada pengembang yang hanya mengejar keuntungan. Dampaknya, terjadi alih fungsi lahan produktif menjadi infrastuktur seperti mall, apartemen, hotel, gedung perkantoran, dan jalan tol secara masif. Padahal ini kurang bermanfaat bagi masyarakat yang masih kesulitan mendapat pekerjaan dan tempat tinggal. 


Tidak bisa dimungkiri bahwa semakin masifnya pembangunan perumahan dan infrastuktur membuat lahan produktif semisal pertanian makin terancam, belum lagi kemacetan dan polusi yang ditimbulkan kendaraan. Pasti hal ini akan berimbas pada kehidupan dan lingkungan bermasyarakat. Karena lingkungan yang ideal adalah dimana aspek seperti keamanan, kenyamanan dan produktivitas dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.


Baca juga: Negara Wajib Memastikan Makanan Halal dan Tayib


Pengaturan tentang tata ruang tidak akan berjalan sesuai harapan jika para kapitalis dibiarkan membangun secara besar-besaran, merampas hak hidup dan menggusur tanah warga. Meskipun banyak upaya dari pemerintah guna mewujudkan pemukiman yang baik, salah satunya dengan mengeluarkan program rumah bersubsidi untuk masyarakat menengah ke bawah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Walaupun program tersebut diperuntukan bagi kalangan menengah ke bawah, tetapi harga rumah bersubsidi masih sulit untuk dijangkau oleh masyarakat karena dianggap masih memiliki harga tinggi. Salah satu contoh harga rumah subsidi yang ada di wilayah Jawa dan Sumatera mencapai 166 juta di tahun 2024.


Begitu sulitnya mereka yang berpenghasilan di bawah UMR untuk mengatur keuangan. Membagi-bagi dari mulai biaya makan, pendidikan, kesehatan, keamanan, listrik, air dan juga biaya yang lain-lainnya. Ditambah lagi dengan biaya rumah baik itu yang bersubsidi maupun sewa. Maka tak heran jika masih banyak ditemukan satu rumah dihuni dengan lebih dari satu keluarga.


Problem perumahan layak huni pun terus terjadi seolah tiada henti, karena orientasi pembangunan perumahan yang dilakukan negara bukan pada terpenuhinya kebutuhan asasi masyarakat, melainkan menjadi ladang bisnis bagi mereka yang memiliki kantong tebal dan kekuasaan. Sekalipun pemerintah telah menyiapkan berbagai skema subsidi KPR (kredit kepemilikan rumah), tetap saja rumah bersubsidi yang dikatakan “murah” tersebut tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat.


Baca juga: Abainya Negara Membuka Lapangan Kerja, Mendorong Rakyat Pergi ke Negeri Sakura


Mirisnya, negara dalam sistem sekuler kapitalisme didesain untuk melayani kepentingan oligarki, dengan mengesampingkan kepentingan masyarakat banyak. Di dalam sistem ini, negara berperan hanya sebagai regulator, atau memfasilitasi antara pengusaha dengan rakyat dalam memenuhi kebutuhan mereka. Salah satunya menyediakan rumah subsidi negara menggandeng developer-developer untuk pembangunan perumahan, tapi sejatinya bukan untuk rakyat. Sebab, rakyat harus membeli dengan harga tinggi sedangkan kondisi ekonomi mereka cukup sulit.


Berbeda dengan kapitalisme yang menjadikan negara lebih memihak kepentingan pengusaha, sistem Islam mewajibkan negara untuk lebih memihak kepentingan rakyat. Karena dalam sistem ini para penguasa memiliki pemahaman dan perilaku Islami. Mereka akan menerapkan aturan-aturan Islam. Karena Islam bukan hanya sebatas agama melainkan Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan dari mulai kebutuhan primer dan sekunder.


Mengatur pembangunan dalam Islam harus sesuai dengan fungsinya, lahan pertanian tidak akan di jadikan untuk perumahan dan pemukiman, begitu juga sebaliknya lahan untuk perumahan tidak akan dijadikan lahan pertanian atau perkebunan dan lain-lain. Kalau ada penguasa yang menyalahi aturan, negara akan memberikan sanki tegas sesuai dengan hukum syariat Islam. Adapun langkah-langkah yang akan diambil oleh khilafah adalah sebagai berikut:


Pertama, negara akan menerapkan politik perumahan Islam, dimana sekumpulan syariat dan peraturan administrasi, termasuk pemanfaatan riset dan teknologi terkini akan dibiayai oleh negara secara full. Karena dalam sistem ini negara bukan sebagai regulator melainkan sebagai peri’ayah (raa’in) dan penanggung jawab atas urusan rakyatnya.


Rasulullah saw. bersabda: “Imam (khalifah/kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai perranggungjawaban aras rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Kedua, negara memastikan bahwa rumah yang dibangun layak huni, nyaman, dan syar’i. Artinya, tempat yang ditinggali keluarga memiliki ruang privasi yang memadai seperti kamar tidur, ruang tamu, kamar mandi, dapur serta halaman, sehingga masing-masing anggota keluarga merasakan kenyamanan.  


Ketiga, negara akan menjamin bahwa harga rumah yang dibangun bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Karena rumah adalah kebutuhan pokok individu sesuai dengan penanggung jawab nafkah. Adapun bagi masyarakat dengan penghasilan rendah akan dibantu negara dengan cara subsidi, kredit tanpa bunga, dan lai-lain. Bahkan negara bisa memberikan rumah kepada fakir miskin yang tidak mampu membeli rumah. Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saat awal hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau sebagai kepala negara membangunkan tempat tinggal bagi kaum Muhajirin di Madinah karena mereka baru hijrah tanpa membawa harta.


Keempat, negara mengambil pembiayaan untuk tata kelola perumahan dari kas negara. Saat kas negara kosong maka negara akan menarik pajak dari orang kaya namun bersifat temporer, yakni pungutan akan diberhentikan ketika kebutuhan terpenuhi. Negara juga akan memastikan semua sumber daya bagi pembangunan akan termanfaatkan secara maksimal bagi terwujudnya jaminan pemenuhan kebutuhan rumah secara individu masyarakat.

Waalahualam bisswab[Rens]



Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)