Bangun Rumah Sendiri Kena Pajak?

Goresan Pena Dakwah
0




Oleh: Dewi Putri, S.Pd

Aktivis Dakwah Muslimah


Beritanusaindo.my.id--OPINI, dilansir dari kompas.com, 18 September 2024, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan  naik menjadi 12 persen pada tahun 2025. Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Lewat aturan tersebut, pemerintah telah melakukan penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen pada 2022. Dalam UU tersebut, tarif PPN dinaikan menjadi 12 persen selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025.


Rumah adalah problematika besar yang dihadapi masyarakat saat ini. Banyak orang yang tidak memiliki rumah. Selain itu, kondisi rumah banyak yang tidak layak. Sulitnya kepemilikan rumah terjadi karena distribusi kepemilikan harta yang timpang, sehingga segelintir orang bisa memiliki rumah hingga lebih dari satu. 


Sebaliknya rakyat kecil sangat sulit untuk memiliki rumah. Bagi mereka, membeli satu rumah saja atau membangunnya butuh dana yang cukup besar. Dengan harga material seperti semen, pasir, kayu, batu bata, batu dan bahan-bahan lainya yang sudah melambung tinggi. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme menyebabkan harga rumah, tanah dan material bahan bangun rumah begitu sangat mahal dan menyulitkan.

Baca juga: 

Beban Pajak: Gambaran Home Sweet Home?


Ketimpangan ini adalah keniscayaan dalam sistem kapitalisme. Karena kapitalisme menganut liberalisme ekonomi yang melegalkan para pemilik modal besar untuk menguasai tanah seluas-luasnya, membangun banyak rumah. Bahkan negara memberikan kemudahan investasi pada perusahaan properti sehingga mereka leluasa menguasai tanah sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya. 


Penerapan sistem ekonomi  kapitalisme juga telah gagal menyediakan lapangan kerja. Sementara lapangan kerja yang ada pun, upahnya rendah.  Akibatnya, masyarakat sulit untuk membangun rumah. Dengan upah rendah masyarakat cukup untuk memenuhi kebutuhanya saja, jika pun  bisa membangun rumah layak, kini  malah dipajaki tinggi oleh penguasa.


Tampak jelas bahwa penguasa tidak berusaha untuk meringakan beban rakyat agar bisa memiliki rumah. Malah makin lepas dari tanggungjawabnya untuk menyediakan papan (rumah) bagi rakyatnya, padahal rumah ialah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara.


Watak sistem kapitalisme sudah sangat nampak. Alih-alih untuk membangun dan memiliki rumah, penguasa justru berusaha meraup keuntungan dana dari rakyat dengan kebijakan dikenai PPh, PPN dan segala jenis pajak lainya. Dari situ penguasa tetap merasa kurang untuk mengambil dana dari rakyat. Lewat kebijakan pajak, itu sudah menjadi target penguasa karena penghasilan utama negara ialah dari pajak.

Baca Juga: 

Purnatugas, Gaungkan Moderasi, Serius?


Penguasa berupaya untuk mengejar pajak sebagai konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Setiap tahunnya target pajak selalu dinaikkan, dilihat dari sisi objek dan subjek pajak juga diperluas. 


Sungguh, negara telah memalak rakyat lewat  pajak. Di satu sisi, kekayaan alam diserahkan kepada asing melalui privatisasi dan investasi, tepatnya pada para kapitalis. Hingga para pengusaha besar itu mendapatkan keringanan pajak. Sungguh, ini jelas-jelas tidak adil. Begitulah penerapan sistem kapitalisme, tidak ada kata adil bagi rakyat.


Sangat berbeda dengan penerapan sistem Islam. Sesungguhnya jaminan penyediaan perumahan hanya ada dalam sistem Islam. Penerapan sistem ekonomi Islam akan memberikan jaminan kesejahteraan bagi seluruh rakyat secara orang per orang. Dalam sistem Islam, negara akan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyat dengan gaji yang layak, sehingga rakyat bisa memenuhi kebutuhan dasarnya seperti sandang, papan dan pangan.


Negara akan menjamin kebutuhan rakyat dengan memudahkan masyarakat untuk memiliki rumah. Kebijakan tersebut antara lain dengan penerapan sistem ekonomi Islam yang akan mewujudkan stabilitas harga rumah, tanah dan semua kebutuhan dalam membangun rumah sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat.


Negara  juga akan menyediakan rumah subsidi dengan dua model. Pertama, negara menyediakan rumah murah atau bahkan gratis sehingga rakyat mudah untuk memiliknya. Kedua, negara akan memberikan subsidi dengan biaya pembangunan rumah sehingga rakyat yang memiliki tanah tidak mendapatkan kesulitan dalam membangun rumah. 


Berkaitan dengan tanah, maka dalam sistem Islam akan memudahkannya dengan tidak adanya tanah yang kosong tanpa dikelola oleh pemiliknya. Jika ditelantarkan lebih dari tiga tahun, maka akan disita oleh negara dan akan diberikan kepada yang membutuhkan. 


Dengan kebijakan demikian tidak ada aturan tanah dikuasai oleh segentir orang, tetapi dibiarkan terlantar. Sedangan banyak yang membutuhkan tanah. Maka dengan aturan ini akan memberikan solusi dalam persoalan ketimpangan pemilikan tanah. Dengan berbagai kebijakan tersebut, maka rakyat dimudahkan untuk membangun rumah, yang tidak memiliki tanah akan mudah mendapatkanya. 


Jika pun membeli rumah akan ada subsidi dari pemerintahan Islam dan bahkan diberikan secara gratis. Ketika membangun sendiri, maka negara menyediakan tanah. Pemilik rumah bisa memperolehnya tanpa mengeluarkan uang. Cukup dengan tenaga, harga material bahan yang terjangkau. Begitu sempurnaya sistem Islam mengatur untuk tempat tinggal, karena itu juga adalah salah satu tanggung jawab mendasar yang harus dipenuhi oleh negara.

Baca juga: 

Moderasi Beragama Menyasar Pelajar


Itu semua menunjukkan bahwa kebijakan negara khilafah mampu menjamin kepemilikan rumah bagi rakyat. Pemasukan kas negara yang berada di Baitul mal pun tidak berasal dari pajak masyarakat melainkan dari harta fa'i, kharaz dan lain sebagainya.Demikianlah jaminan kesejahteraan dalam khilafah yang memastikan tiap-tiap rakyat memiliki rumah.Wallahualam bissawab. [ ry].

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)