Oleh: Anisa Khanza
Pena Banua
Beritanusaindo.my.id--OPINI, Home sweet home, kita mungkin sering mendengar istilah ini dalam kehidupan kita. Apa yang ada dalam bayangan kita setiap kali kita mendengar kata rumah? Pasti pikiran kita langsung tertuju pada sosok orang tua, saudara, masakan rumah, pertengkaran kecil, dan segala bentuk kenyamanan yang ada.
Rumah sering kali menjadi tempat di mana kita merasa "mengecas ulang" energi setelah lelah beraktivitas di luar. Tak heran jika setiap orang memiliki impian untuk membangun rumah sendiri, sebagai tempat berlindung dan sumber kenyamanan. Namun, bagaimana jika rumah yang kita bangun dengan kerja keras bertahun-tahun harus dikenakan pajak sebesar 2,4%?
Terbaru, pemerintah menyatakan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12 persen pada tahun 2025. PPN dalam pasal 2 ayat 1 dihitung, dipungut, dan disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dengan besaran tertentu. Dalam UU, itu diamanatkan tarif PPN dinaikkan menjadi 12 % selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025.
Baca juga:
Purnatugas, Gaungkan Moderasi, Serius?
Hal itu sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pajak ini akan dikenakan untuk pembelian rumah hingga membangun rumah sendiri tanpa kontraktor. Dalam pasal 3 ayat 2 diatur juga besaran pajak membangun rumah sendiri merupakan hasil perkalian 20 persen PPN.
Dengan kata lain, jika saat kita membangun rumah sendiri pada saat PPN masih 11 % maka pajak yang kita bayarkan adalah 2,2 (20 persen x tarif PPN 11 persen) & dan apabila pada saat PPN menjadi 12 % maka pajak nya 2,4 %. Kegiatan membangun sendiri yang dimaksud dalam kebijakan ini mencakup perluasan bangunan lama dan bukan hanya pendirian bangunan baru (Kompas.com, 18-9-2024).
Pembangunan yang dikenakan PPN harus memenuhi beberapa syarat seperti; kontruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis dan juga baja. Diperuntukkan untuk tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, serta luas bangunan minimal 200 meter persegi.
Kegiatan membangun sendiri dapat dilakukan secara sekaligus ataupun bertahap, dimana jika dengan jangka waktu dan tidak lebih dari 2 tahun, maka ketika masa pembangunan antar tahapan lebih dari 2 tahun dianggap sebagai kegiatan membangun rumah sendiri yang terpisah.
Baca juga:
Era Digital, Identitas dan Fitrah Perempuan Tetap Terjaga
Dengan adanya fakta ini semakin memperlihatkan pada kita semua bahwa sulitnya masyarakat untuk memiliki rumah. Karena kebijakan pemerintah atas kenaikan PPN ini adalah suatu hal keniscayaan dalam sistem kapitalisme.
Dalam sistem kapitalisme, beban pajak seperti yang terjadi saat ini seolah tak terhindarkan. Pajak menjadi sumber utama pendapatan negara, sementara pada saat yang sama, berbagai kebijakan sering kali lebih menguntungkan kalangan pengusaha besar.
Padahal jika kita melihat di lingkungan sekitar saja masih banyak rakyat yang tidak memiliki rumah tidak layak huni atau bahkan tidak memilikinya sama sekali sehingga tidur di pinggir jalan atau di bawah jembatan.
Disamping saat ini kebutuhan papan rakyat belum terpenuhi, ditambah dengan adanya beban pajak yang semakin meningkat bahkan lapangan pekerjaan yang tidak memadai. Membuat kita bertanya-tanya dimana tanggung jawab negara? apakah tugas dan peran mereka? Bukankah keberadaan mereka untuk mengurusi urusan rakyat?
Jaminan kebutuhan pokok rakyat hanya akan terwujud saat ada sistem yang memposisikan negara sebagai pengurus rakyat. Satu-satunya sistem yang mampu mewujudkan hal ini adalah sistem Islam kaffah, di mana aturan Allah swt dijadikan pedoman dalam setiap aspek kehidupan, termasuk ekonomi. Dalam sistem ekonomi Islam, kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utama, dengan menjamin terpenuhinya sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Dalam Islam, sumber pendapatan negara tidak mengandalkan pajak sebagai pemasukan utama. Ada tiga pos utama sumber pendapatan negara, yaitu pos Fa’i dan Kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos zakat. Dari sumber kepemilikan umum, negara mendapatkan pendapatan yang cukup besar untuk memenuhi kebutuhan rakyat tanpa harus membebani mereka dengan pajak yang berlebihan.
Baca juga:
Otak-Atik Program, Kebijakan atau Jebakan?
Bahan-bahan baku seperti pasir, besi, aluminium, dan nikel yang diperlukan untuk pembangunan rumah, misalnya, dianggap sebagai harta milik umum yang harus dikelola oleh negara. Negara hanya bertugas mengelola sumber daya tersebut dan mengembalikannya kepada rakyat dengan harga yang terjangkau, sehingga pembangunan rumah menjadi lebih mudah dan murah.
Sistem Islam kafah menawarkan solusi di mana negara berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan rakyat tanpa memberatkan mereka, dan ini hanya bisa terwujud jika sistem yang diterapkan benar-benar berpihak pada kesejahteraan rakyat. [ry].

