Oleh : Dewi Putri, S.Pd
Aktivis Dakwah Muslimah
Beritanusaindo.my.id -OPINI - Dilansir dari tempo.co, sebanyak 1.750 orang narapidana di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mendapatkan remisi pada Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 RI. Dari jumlah tersebut, 48 orang di antaranya langsung bebas. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Bangka Belitung Harun Sulianto mengatakan, remisi atau pengurangan masa pidana merupakan wujud apresiasi terhadap pencapaian perbaikan diri narapidana.
Banyaknya napi mendapatkan remisi umumnya memperlihatkan betapa banyak pelaku kejahatan yang mendapatkan sanksi penjara. Sistem sanksi yang tidak menjerakan mengakibatkan banyaknya kejahatan dan semakin beragam. Maka wajar Lapas semakin lama semakin penuh.
Sungguh sangat miris! mengatasi persoalan napi dengan memberikan remisi karena overload (penuh) untuk menghemat anggaran. Kebijakan ini menunjukkan betapa penguasa saat ini tidak berpikir mendalam dalam mencegah terjadinya kejahatan. Kondisi demikian terjadi karena negara ini menerapkan ideologi kapitalisme yang meniscayakan negara berlepas tangan dalam mengurus urusan rakyatnya.
Baca Juga:
Mewujudkan Ketahanan Pangan, Antara Harapan dan Kenyataan
Ditambah dengan paham sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan. Menjadikan individu lemah dalam memahami agama sehingga mereka mudah melakukan kejahatan. Serta sistem pendidikan yang kurikulumnya berbasis sekuler. Alhasil sistem pendidikan gagal mencetak orang yang berkepribadian baik.
Sistem sanksi juga menunjukkan betapa lemahnya hukum sistem demokrasi. Sistem yang menetapkan bahwa manusia berhak membuat hukum. Padahal, fitrah manusia ialah makhluk yang lemah, terbatas dan saling membutuhkan sehingga aturan yang dibuat tidak mampu memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat secara tuntas.
Sangat berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, yang pertama dilihat adalah objek kesalahan yang dilakukan apakah meninggalkan kewajiban, semisal meninggalkan sholat, puasa, zakat, jihad, haji dan sebagainya. Atau melakukan keharaman seperti berjudi, minuman khamar, menghina Rasul dan mengeluarkan pendapat atau tulisan yang bertentangan dengan akidah Islam, atau keluar dari pemikiran Islam, murtad dari agama dan ideologi Islam. Atau melanggar administratif negara yakni melakukan pelanggaran jalan raya dan mendirikan bangunan tanpa ijin dan bisa menganggu ketentraman umum.
Baca juga:
Makan Gratis " Program Tuhan" Serius?
Kedua, dari segi sanksi. Sistem sanksi dibagi menjadi empat macam. Yakni hudud atau sanksi atas kemaksiatan yang telah ditetapkan kadarnya oleh syariat dan ketetapan tersebut menjadi hak Allah seperti had zina, had mencuri, had homoseksual, had peminum khamar dan had sebagainya. Kemudian jinayat yaitu menyerang ke atas badan yang mewajibkan adanya qishash atau diyat (denda).
Penyerangan ini mencakup jiwa dan anggota tubuh. Selanjutnya adalah ta'zir yaitu hukuman yang disyariatkan atas kemaksiatan yang tidak ditentukan had dan kafaratnya. Seperti sanksi yang diberikan pada pelaku yang berbuka puasa ketika siang hari pada bulan Ramadan tanpa uzur syar'i. Terakhir adalah mukhalafat ialah sanksi yang diberikan kepada pelaku pelanggaran terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh negara.
Sistem sanksi dalam Islam sebagai zawajir (pencegah) orang lain melakukan hal yang sama dan jawabir (kuratif) , memberikan efek jera bagi pelaku kemaksiatan atau mereka menyesali perbuatanya dan sadar untuk tobat nasuha dan sanksi yang diberikan akan menjadi tebusan di akhirat.
Baca juga:
Sistem Pendidikan Rusak, Bagaimana Nasib Generasi?
Maka begitulah sempurnanya Islam dalam mengatur dan memberantas para pelaku kejahatan. Sistem sanksi yang tegas dan berikan efek jera terhadap pelakunya. Wallahualam bissawab. [ry].

