![]() |
Ilustrasi inflasi, sumber: media online |
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritanusaindo.my.id--OPINI, Inflasi memang beban ekonomi bangsa dan negara dimana daya beli masyarakat rendah, korban PHK dimana-mana, harga barang kebutuhan pokok terus naik, padahal pemerintah harus tetap stabil membiayai operasional negara.
Solusi yang diambil Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang, Banten adalah melibatkan para alim ulama yang tersebar di 29 kecamatan untuk peduli terhadap pengendalian inflasi di daerah setempat, salah satunya melalui gerakan ulama peduli inflasi (republika.co.id, 14-11-2024).
Iya, anda tidak salah baca. Para ulama yang biasanya berkutbah di mimbar, di halaqah, di pesantren dan lainnya, membicarakan ilmu agama, kini harus ikut pusing menyelesaikan masalah inflasi.
Staf Ahli Bidang Pembangunan Ekonomi dan Keuangan Bupati Serang Zaldi Dhuhana di Serang, mengatakan berkeinginan melibatkan para ulama terkait dengan upaya pengendalian inflasi. Ia mengatakan ada tiga penyebab inflasi, yakni tidak adanya keseimbangan antara suplai dan permintaan, kenaikan biaya produksi, dan ekspektasi atau spekulan.
Lantas dimana peran ulama dalam mengatasi inflasi? Yaitu dengan melibatkan mereka meningkatkan produksi di beberapa komoditas yang lumayan naik turunnya signifikan, seperti menanam cabai merah atau memelihara domba, ternak ikan, atau ayam guna pengendalian inflasi di daerah itu.
Lebih umum lagi agar ketidakseimbangan suplai dan permintaan teratasi dengan terlibatnya para ulama. Hal itu disampaikan Zaldi setelah membuka Sosialisasi Gerakan Ulama Peduli Inflasi Kabupaten Serang di Aula Tb Suwandi Pemkab Serang.
Linglung Ala Kapitalisme
Sungguh tak tahu malu, ketika ada ulama menyerukan Islam agar dipahami oleh umat pemerintah sibuk menghadang dengan ketentuan sertifikasi dai dan ulama. Alasannya agar tidak membicarakan politik praktis dan lebih kepada Islam yang dimoderasi.
Jelas upaya pengkotak-kotakan ulama ini sangat berbahaya, terlebih bagi akidah umat yang semestinya mendapatkan pemahaman yang benar agar akidahnya kuat dan ibadahnya bisa lebih produktif dan benar.
Giliran inflasi yang meruntuhkan perekonomian, ulama diseret dan diminta membantu menyelesaikan. Namun inilah Kapitalisme, sistem yang berbasis pemisahan agama dari kehidupan atau umum disebut sekularisme.
Potensi ulama sebagai penerang kegelapan akibat bodoh agama dijegal bahkan dimutilasi dengan diminta cawe-cawe mengurusi ekonomi. Apa yang biasanya mereka lakukan sebagai kegiatan ekstra di pesantren atau lingkungan tempat tinggal mereka kini dipaksa dibuat industri sehingga bisa produksi lebih banyak dari biasanya.
Harapannya produktifitas ulama dengan para santrinya mampu menghidupkan perekonomian daerah sehingga perlahan namun pasti mampu mendongkrak daya beli masyarakat yang semula menurun.
Hal ini sama dengan seseorang yang melihat atap rumahnya bocor di musim penghujan namun yang ia giatkan hanya mengepel lantainya agar tak basah dan mencelakai penghuninya. Apa yang digagas pemerintah daerah Serang samasekali tak menyentuh akar, bocor hanya bisa diselesaikan dengan menambal atap rumah.
Demikian pula ekonomi, bukan dengan cara mendorong para ulama dan santrinya berkutat mengurusi komoditas dan membagi waktunya untuk mencerdaskan umat, namun harus kita lihat akar persoalannya adalah kapitalisme itu sendiri.
Tiga hal yang menjadi penyebab inflasi yaitu tidak adanya keseimbangan antara suplai dan permintaan, kenaikan biaya produksi, dan ekspektasi atau spekulan sebagaimana yang disampaikan Zaldi, semuanya tumbuh subur di sistem ekonomi Kapitalisme.
Kapitalisme diemban para pemodal besar, mereka memengaruhi kebijakan negara, meminta proyek untuk bisnis mereka atau memaksa negara ini bergabung dengan organisasi kerjasama global yang akhirnya sukses mengetok palu kebijakan menyetujui pasar bebas, bebas bea masuk, bebas pajak, sehingga membuat usaha dalam negeri keok, bahkan berdarah-darah gulung tikar.
Para pengusaha itu menguasai tambang, mengeksploitasi tanpa belas kasih terkait dampak lingkungan dan lainnya. Mereka menggunakan teknologi atau sumber daya dari negaranya seperti Cina. Hingga rakyat sendiri kesulitan mengakses, meski hanya sekadar menjadi buruh kasar.
Jika setiap kepala keluarga kehilangan pekerjaan, otomatis tunggu dapur para ibu akan bermasalah. Produktivitas para ulama dan santrinya samasekali tidak berpengaruh, bahkan tak mengubah apapun sebab skupnya hanya kecil, sedangkan penguasa pengusaha oligarki dan korporasi mampu menguasai negara dan seisinya.
Islam Sejahterakan Dengan Syariat Mulia
Peran ulama dan santri adalah di garda terdepan mencerdaskan umat. Dengan pekikan kalimat toyyibah, para ulama Surabaya berhasil menginisiasi serangan 10 November demi negara kita merdeka lepas dari penjajahan.
Maka dengan difokuskan pada produktifitas pertanian dan peternakan jelas membuat para ulama tak lagi memiliki kemuliaan pemilik ilmu, dan ini menjadi bukti lepasnya negara dalam mengurusi urusan rakyatnya. Negara tak bersungguh-sungguh mencat solusi inflasi. Jika pun ada, selalu kontradiktif.
Maka, tak ada lagi yang bisa dilakukan oleh kaum muslimin selain menolak tegas pemberdayaan ulama dan santrinya dalam mengatasi inflasi, sebab memang bukan maqamnya. Melainkan berjuang menegakkan syariat kafah agar kesejahteraan tercapai secara nyata, sebab hanya negara dengan kualifikasi sistem Islam Khilafah inilah yang mampu mewujudkannya.
Islam dengan sistem pengaturan yang holistik jelas mampu meniadakan inflasi. Tugas ulama diperbanyak, di antaranya menanamkan akidah dan kesadaran umum akan hidup dan tujuannya. Sebab, inflasi ini ada faktor lain yang juga berpengaruh, yaitu korupnya pejabat dan dibiarkannya mereka mencuri dari rakyat. Wallahualam bissawab. [ RY ].