![]() |
Ilustrasi gambar: AntaraNews |
"Sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."
Oleh Umi Lia
Member Akademi Menulis Kreatif
Beritanusaindo.my.id - OPINI - Polda Metro Jaya menangkap dua tersangka baru dalam kasus perlindungan Judol (Judi Online) yang melibatkan pegawai hingga staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi). Dengan demikian yang sudah ditangkap seluruhnya ada 16 orang. Yang baru tersebut satu dari Kemkomdigi dan yang lainnya dari warga sipil. (Metrotv, 3/11/3024)
Farah Nahlia, anggota Komisi I DPR, mengapresiasi penangkapan kasus judol yang melibatkan Kemkomdigi. Menurutnya hal ini semakin mempertegas bahwa judol adalah musuh bersama negara dan peradaban. Untuk itu ia berpendapat, perlu jihad berjamaah aparat dan seluruh warga demi membentengi setiap orang dari pengaruh buruknya. Karena judi (online dan offline) adalah salah satu penyakit masyarakat yang menjadikan pelakunya stres, terisolasi secara sosial, produktivitas menurun, hubungan keluarga, tetangga dan pekerjaannya terganggu dan lain-lain. Selain itu khusus yang online ada bahaya yang sering dilupakan yaitu masalah kebocoran data, selain tindak pidana pencucian uang, ransomware (perangkat pemeras) dan pencurian data pribadi.
Namun mirisnya, pegawai Kemkomdigi nyatanya menyalahgunakan wewenang, yang seharusnya memblokir situs judol tapi justru meraup keuntungan dengan memelihara keberadaannya. Menurut pengakuan salah satu pelaku, mereka mendapat untung senilai Rp8,5 juta dari setiap situs yang tidak diblokir. Bila ditotal dari seribu situs maka sebulan ia mendapat uang Rp8,5 miliar. Bahkan oknum ini bisa memberi upah sejumlah pekerja yang bertugas sebagai admin dan operator senilai Rp5 juta tiap bulan per orang.
Mustahil Judol Lenyap di Sistem Kapitalis
Fakta ini seharusnya membuat publik sadar bahwa pemberantasan judol hanyalah isapan jempol. Aparatur negara yang seharusnya memberantas, justru memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri beserta kelompoknya. Apabila dikatakan kejahatan tersebut hanya oknum, mestinya kasus seperti ini tidak terulang. Namun nyatanya, kasus para pejabat negara yang memanfaatkan kedudukannya demi melindungi situs perusak masyarakat kembali terkuak. Artinya keberadaan judol merupakan masalah sistemik. Memang ada masalah pada sistem hukum yang lemah dalam memberantas segala bentuk judi. Pangkal masalah dari itu semua adalah akibat penerapan sekulerisme kapitalisme di negeri ini.
Sekulerisme kapitalisme membuat manusia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan. Hal tersebut pasti terjadi karena ideologi ini adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya di dalam diri masyarakat termasuk pejabat tidak terbentuk konsep harta yang berkah. Kapitalisme menciptakan kehidupan manusia yang materialistik, yang membuat orang-orang terdorong mencari jalan pintas untuk meraup keuntungan. Sehingga tidak heran ada aparat negara justru menjadi pelaku kejahatan.
Pada dasarnya, permasalahan judol telah ditetapkan sanksinya dalam UU ITE (UU 1/2024) yaitu pasal 45 ayat (3) bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp10 miliar. Hanya saja pemerintah lamban dalam menanganinya. Presiden Jokowi baru membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judol tanggal 14 Juni 2024. Dilanjutkan oleh Prabowo, lewat intruksi Kapolri untuk membentuk Satgas Penanggulangan Perjudian Online. Upaya presiden baru ini terkesan bergerak cepat, tapi itu tidak lepas dari pencitraan dalam 100 hari pemerintahannya. Sebab kasus ini faktanya tidak hanya terkait dengan satu kementerian, melainkan efeknya sudah meluas. Selain itu hukum yang berlaku tidak membuat pelaku judi jera.
Islam Solusi Tuntas Pemberantasan Judol
Itulah yang terjadi jika ideologi sekulerisme kapitalisme diterapkan. Meski penduduknya mayoritas muslim tapi judi yang jelas diharamkan, semakin merajalela. Kondisi dan suasananya akan berbeda tatkala Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan. Karena agama ini menetapkan perjudian apapun bentuknya adalah haram. Allah berfirman dalam al-Quran surat al-Maidah ayat 90 yang artinya:
"..Sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."
Sistem Islam akan menutup celah terjadinya judi dengan mekanisme tiga pilar, yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan sistem hukum yang tegas dan menjerakan oleh negara. Individu yang bertakwa tentu akan melaksanakan semua perintah Allah dan Rasul-Nya yang tercantum dalam al-Quran dan Sunah. Karena ketakwaan menjadi kontrol pribadi seseorang untuk tidak melakukan kemaksiatan. Sehingga secara individu baik dirinya sebagai masyarakat sipil atau pejabat sekali pun tidak akan berani melakukan perjudian.
Islam juga memerintahkan agar masyarakat melakukan kontrol melalui aktivitas amar makruf nahi munkar kepada sesama. Perintah ini menjadi common sense (hal yang wajar) sebab umat memiliki mafahim (pemahaman), maqayis (standar) dan qana'ah (penerimaan) yang dipengaruhi syariat Islam. Dengan begitu perjudian tidak akan marak apalagi dipelihara. Karena masyarakat memiliki pemikiran yang sama dalam memandang judi, yaitu sebagai perbuatan yang diharamkan. Karena itulah jika ada oknum-oknum yang mencoba menyebarkan perjudian, masyarakat akan bergerak untuk menindaklanjuti.
Dengan begitu perjudian tidak akan pernah mendapat ruang publik karena Islam memerintahkan negara untuk memberikan sanksi kepada pelakunya. Dalam kitab Tafsir al-Jami liahkamil Quran oleh Imam al-Kurtubi dijelaskan bahwa alasan Allah Swt. menurunkan keharaman judi dan meminum khamr secara bersamaan adalah karena keduanya memiliki kesamaan. Sanksinya pun sama berupa 40 kali cambuk bahkan ada yang berpendapat sampai 80 kali cambuk. Apabila tegas menerapkan hukuman ini maka bisa dipastikan berbagai tindak perjudian akan mampu diberantas dan tidak akan dipelihara pejabat. Sebab jika uqubat Islam diterapkan niscaya akan menimbulkan efek zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus) dosa pelaku sekaligus. Sehingga hukum ini sangat efektif dan efisien dalam mengendalikan berbagai kejahatan.
Selain itu dunia pendidikan pada sistem ini dipastikan bisa menghasilkan individu-individu yang berkepribadian Islam. Karena kurikulumnya berbasis akidah rasional yang senantiasa menghadirkan kesadaran hubungan hamba dengan Allah Swt. sebagai Sang Pencipta. Sehingga generasi yang mendapat pelajaran di sekolah formal atau non formal bisa dipastikan menjadi sumber daya manusia yang amanah, taat dan tidak mungkin menyalahgunakan wewenangnya untuk memelihara kemaksiatan dan mendulang keuntungan pribadi. Lebih dari itu sistem pendidikan ini juga akan membentuk masyarakat agar memiliki budaya amar makruf nahi munkar. Hanya saja kondisi ideal ini harus diawali dengan penerapan syariah Islam oleh negara. Dengan demikian bukankah penerapannya saat ini sangat mendesak?
Wallahu a'lam bish shawab. [Rens]
Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.