Nasib Peternak Susu Sapi Tragis, Akibat Sistem Kapitalis

Admin Beritanusaindo
0

 

Ilustrasi gambar: espos.id


Miris! Aksi buang susu semestinya tidak terjadi di saat angka stunting masih tinggi dan masyarakat masih banyak yang membutuhkan asupan gizi dan nutrisi dari produk susu. Jika saja pemerintah mendengar keluhan peternak dan mencarikan solusi atas permasalahan yang dihadapinya, tentu pembuangan susu tidak akan terjadi.

Oleh Reni Rosmawati 

Pegiat Literasi Islam Kafah 



Beritanusaindo.my.id -OPINI - Akibat kebijakan impor yang dilakukan pemerintah, sejumlah peternak susu di Boyolali menunjukkan aksi protesnya dengan mandi susu di jalanan, bahkan ada membuang susu begitu saja ke sungai. Aksi ini pun cukup menyita perhatian masyarakat hingga viral di jagad media. Berdasarkan catatan Ketua Dewan Pasuruan Nasional, Teguh Boediyana, dalam sehari susu yang terbuang lebih dari 200 ton. (Tempo.co, 9/11/2024)


Mereka rela melakukan pembuangan susu tersebut karena kecewa dengan aturan perusahaan susu yang membatasi kuota peternak untuk diserap industri pengolahan susu. Kabarnya, aturan ini pun sudah meluas bukan hanya di wilayah Boyolali tapi Pasuruan dan sekitarnya. Lebih menyakitkan lagi dari pembatasan kuota itu adalah industri pengolahan susu yang mengambil kebijakan impor dengan alasan harga lebih murah dan tanpa pajak. 


Menanggapi hal ini, Menteri Koperasi, Budi Ari Setiadi, mengatakan perusahaan IPS (Industri Pengolahan susu) lebih memilih impor susu skim (bubuk) daripada menyerap susu segar dari pabrik lantaran harganya lebih murah. Budi juga menyatakan bahwa pemerintah tengah menggagas program hilirisasi susu untuk menyerap kelebihan produksi susu. Nantinya para pelaku koperasi usaha susu akan diarahkan untuk membuat pabrik olahan susu murni di Indonesia. (CNBC Indonesia.com, 12/11/2024)


Sementara itu, berdasarkan data dari Kementan ketergantungan Indonesia pada susu impor masih tinggi. Bahkan 80% kebutuhan susu nasional dipenuhi dari susu impor. (Kompas.com, 12/11/2024)


Baca jugaMimpi Pemberantasan Judol di Sistem Sekuler


Nasib Tragis Rakyat, Buah Sistem Rusak


Fakta di atas sungguh sangat disayangkan. Aksi buang susu semestinya tidak terjadi di saat angka stunting masih tinggi dan masyarakat masih banyak yang membutuhkan asupan gizi dan nutrisi dari produk susu. Jika saja pemerintah mendengar keluhan peternak dan mencarikan solusi atas permasalahan yang dihadapinya, tentu pembuangan susu tidak akan terjadi.


Untuk menyelesaikan polemik buang susu ini, maka pemerintah harus pro terhadap para peternak melalui kebijakan strategis yang berpihak pada mereka. Baik dalam hal menjaga mutu, menampung hasil susu, maupun mendukung pendistribusiannya. Dimulai dari merevitalisasi dan menguatkan kualitas produksi susu lokal dengan cara menyiapkan sapi perah terbaik berikut teknologi canggih untuk pengelolaan susu, memperluas area peternakan, memberikan modal kepada para peternak, serta menyediakan pakan juga vitamin yang baik. Kemudian dalam hal pendistribusiannya, pemerintah/negara harus berperan sebagai pendukung utama. Ia harus membuka jaringan pemasaran untuk mendukung distribusi susu, agar terserap sempurna. 


Selain itu, pemerintah juga harus menindak tegas para pemain besar di industri pangan dalam hal ini ‘para pemburu rente' agar tidak memanfaatkan polemik susu ini untuk keuntungan pribadi mereka. Para pemburu rente adalah individu/kelompok yang mengambil keuntungan dengan memanipulasi atau merekayasa politik, aturan, hingga alokasi anggaran negara. Faktanya, hari ini kepentingan para pemburu rentelah yang ada di balik masifnya impor susu ke Indonesia. 


Dengan semua mekanisme tersebut, maka negara tidak perlu melakukan impor. Sebab kualitas susu yang dihasilkan akan memenuhi standar yang dibutuhkan, tidak akan kalah saing dengan produk impor. Selain itu, harganya juga terjangkau karena tidak dikendalikan oleh para pemburu rente. 


Sayangnya, pemerintah hanya mencukupkan diri pada program pragmatis seperti hilirisasi susu. Padahal sejatinya program tersebut tak akan mampu menyelesaikan masalah, selain menambah beban rakyat. Melalui program ini, nantinya secara tidak langsung koperasi susu dan para peternak sapi perah akan disuruh mencari dana sendiri untuk membuat pabrik olahan susu murni. Sementara tak ada jaminan harga susu lokal akan stabil dan terserap semuanya, sebab di sisi lain kebijakan impor masih dibuka. 


Inilah yang terjadi ketika para penguasa berpedoman pada sistem kapitalisme sekuler. Arah kebijakan impor senantiasa menjadi solusi yang ditempuh pemerintah ketimbang mewujudkan ketahanan pangan dalam negeri dengan mengelola industri-industri lokal, baik pertanian, peternakan atau lainnya. Ini terjadi karena sudah karakter kapitalisme yang menjadikan negara bukan berfungsi sebagai pelayan masyarakat tapi pelayan para kapitalis. Rakyat dianggap beban negara dan membutuhkan biaya besar untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sementara para kapitalis dianggap membawa keberuntungan besar, terutama bagi para pejabat yang haus akan kekuasaan dan rakus terhadap materi.


Baca juga: Kapitalisme Sekuler Akar Permasalahan Stunting


Islam Melindungi Kepentingan Rakyat 


Sebagai agama sempurna, Islam menetapkan bahwa pengelolaan seluruh kebutuhan pangan masyarakat sebagai bagian dari tanggung jawab negara dalam mengurusi rakyatnya. 


Rasulullah saw. bersabda: “Imam/pemimpin itu adalah raa'in (pengurus), ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Karena itu, negara akan memastikan semua kebutuhan pangan rakyat, tak terkecuali susu terpenuhi dengan baik. Semua dilakukan agar rakyat sehat dan kuat. Dalam hal ini, negara akan menempuh opsi mewujudkan kemandirian pangan. Dimulai dengan cara menggenjot produksi pangan sesuai kebutuhan melalui usaha meningkatkan kualitas dan memperluas lahan pertanian, perikanan, maupun peternakan dalam negeri; memberikan modal; menyediakan pakan ternak terbaik; memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk pengolahan pangan; menyiapkan tempat penyimpanan, mengelola industri-industri lokal; serta membuka jaringan pemasaran untuk mendukung distribusinya. 


Intinya, negara akan benar-benar fokus merevitalisasi sektor-sektor penghasil pangan dalam negeri sehingga mencegah ketergantungan pada impor. Jika pun mengharuskan untuk impor karena kebutuhan pangan dalam negeri kurang, maka negara menetapkan keberadaan barang impor tersebut tidak boleh berdampak buruk pada produk lokal, sifatnya sementara dan tidak akan berlangsung lama. Ini berarti kebijakan impor akan dihentikan setelah kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Adapun jika sebaliknya, stok pangan melimpah dan kebutuhan rakyat telah terpenuhi, maka negara akan melakukan ekspor ke luar negeri. 


Di sisi lain, negara pun akan bertindak sebagai penanggung jawab terhadap stabilitas harga pangan di pasaran. Penipuan, penimbunan, dan rekayasa pasar akan diberantas sampai tuntas. Pelakunya dikenakan hukuman (ta'zir), yang kadarnya sudah ditentukan khalifah. Dengan tanggung jawab negara seperti ini, akan kecil kemungkinannya para kapitalis mencari untung atau turut campur dengan kebijakan pemerintah yang bertujuan mewujudkan kemaslahatan umat.


Demikianlah mekanisme yang ditempuh negara yang menerapkan sistem Islam dalam menciptakan ketahanan pangan dan melindungi rakyatnya. Sejarah mencatat, selama 14 abad sistem Islam diterapkan, kesejahteraan rakyat diperhatikan negara per individu, tak terkecuali para petani maupun peternak. 


Wallahu a'lam bi ash-shawwab. [Rens]

Disclaimer: Beritanusaindo adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritanusaindo akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritanusaindo sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.



Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)