Nelangsa Para Peternak Susu Sapi Dalam Sistem Kapitalisme

Admin BeritakanMyId
0
Ilustrasi: Cattle Farm. Sumber: iStock.

Oleh : Rika Lestari Sinaga, Amd.

Beberapa hari ini berita mandi susu oleh para peternak susu di Boyolali menjadi viral di media massa. Aksi mandi susu yang dilakukan oleh warga Boyolali tersebut merupakan bentuk protes atas pembatasan susu masuk oleh industri pengolahan susu. Menurut keterangan koordinator aksi, sebanyak 50.000 kg atau 50 ton susu dibuang dalam aksi protes tersebut.

Begitu juga yang dilakukan oleh pengepul susu UD Pramono, yang lebih memilih menutup usahanya sebagai pengepul susu sapi dari warga karena berurusan dengan kantor pajak yang membekukan uang di rekeningnya yang mana uang tersebut adalah milik dari 1.300 orang peternak susu sapi yang berkerjasama dengan perusahaannya.

Adanya pembatasan pada susu sapi lokal oleh pemerintah yang menetapkan kuota susu sapi lokal sebanyak 20% dikelola pabrik sementara 80% nya adalah susu impor, inilah penyebabnya. Padahal, kuota susu yang dihasilkan oleh warga yang beternak sapi bisa berpuluh ribu ton setiap kali panen. Sehingga, susu-susu yang ditolak oleh pabrik terpaksa dibuang atau dibagikan ke warga yang ada disekitaran peternak susu sapi lokal tersebut.

Di sisi pemerintah sendiri menyatakan bahwa untuk mencanangkan program Makan Bergizi Gratis maka pemerintah akan mengimpor 1,5 juta susu sapi dari Vietnam. Dan Pemerintah akan tetap melakukan rencananya mengimpor susu walaupun ada panen susu yang melimpah dari para peternak susu sapi lokal. Hati siapa yang tidak menjerit dan menangis jika diperlakukan seperti ini. Pemimpin yang diharapkan bisa menjadi pengayom masyarakat, justru lebih condong kepada pihak luar atau swasta.

Lagi, fakta pahit ini harus diterima oleh rakyat negeri ini. Keberpihakan pemerintah dengan para oligarki tampak jelas dan terang-terangan dilakukan dalam berbagai macam lini ekonomi. Susu dibuang bukan karena rakyat sudah sejahtera. Ribuan ton cabe, tomat, kubis, bawang merah, dihambur-hamburkan dipinggir jalan juga bukan karena kelebihan produksi. Ini adalah masalah distribusi yang diemban olen Negara yang tidak memihak kepada rakyat. Para petani yang sudah mencurahkan tenaga, pikiran dan modal yang tidak sedikit, penguasa malah milih import ketika panen raya.

Dalam sistem kapitalisme, ekonomi bergantung kepada orang-orang yang memiliki modal. Sehingga mereka juga mampu menetapkan peraturan sendiri melalui jalur penguasa untuk kepentingan pribadi. Bukan hanya itu, pengaturan sistem distribusi dalam Kapitalisme juga hanya merujuk kepada pos-pos yang lebih banyak menghasilkan keuntungan, bukan dalam rangka menyejahterakan rakyatnya. Pada akhirnya akan tercipta kesenjangan sosial yang nyata. Orang kaya semakin kaya, orang miskin akan semakin miskin.

Oleh karena itu, kita tidak bisa berharap dengan para pemimpin-pemimpin kita saat ini, walaupun berganti wajah dan karakter, namun akan tetap sama atau bahkan akan memperparah keadaan masyarakat secara keseluruhannya akibat sistem yang diterapkan masih sama yaitu sistem kapitalisme-demokrasi.

Akan semakin banyak jeritan-jeritan rakyat kedepannya jika kita masih diatur oleh sistem rusak ini. Kita harus mengganti sistem buatan manusia yang haus akan materi ini dengan sistem yang berasal dari Sang Pencipta, yaitu sistem Islam Kaffah yang telah terbukti mampu menyejahterakan manusia selama 14 abad lamanya. 

Wallahu’alam bishshowwab.


_Editor: Vindy Maramis_

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)