Relokasi Gaza Hanya Perparah Penjajahan

Goresan Pena Dakwah
0



Ilustrasi Gaza (pinterest)

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban


Beritakan.my.id, Opini--Di tengah perang tarif dagang dengan Pemerintah AS ( Amerika Serikat), Presiden Prabowo Subianto menggagas langkah akan evakuasi warga Gaza ke Indonesia. Menurut Ketua MPR RI Ahmad Muzani, rencana ini bukan sekadar aksi kemanusiaan, melainkan bagian dari strategi jangka panjang untuk mendukung kemerdekaan Palestina ( samudrafakta.com, 17-4-2025).


Muzani menjelaskan , bahwa dukungan Indonesia untuk Palestina telah lama mengakar, baik melalui diplomasi maupun bantuan konkret. Kini, dengan evakuasi ini, Indonesia akan melatih warga Palestina di bidang kesehatan dan pendidikan, mempersiapkan mereka menjadi sumber daya manusia yang mumpuni untuk rekonstruksi pasca konflik.


Namun banyak pihak meragukan kebenaran kebijakan Prabowo semata bagaimana dari politik luar negeri Indonesia, bebas aktif, namun lebih kepada upaya melunakkan hati AS agar tarif barang Indonesia yang masuk AS diturunkan. Ada-ada saja ide untuk memberi penduduk Gaza pelatihan.


Baca juga: 

Relokasi Bukan Solusi Hakiki Warga Gaza


Upaya lain yang dilakukan pemerintah dalam rangka negosiasi ke Amerika agar produk Indonesia tidak diberikan tarif impor selangit, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan ada rencana tambahan impor minyak (crude oil, dan BBM) dan LPG dari Amerika Serikat (AS) sebesar US$ 10 miliar atau sekitar Rp 168,2 triliun. Diakui Bahlil ini adalah salah satu strategi untuk membuat keseimbangan neraca perdagangan Indonesia terhadap negara perdagangan AS di atas US$ 10 miliar.


Dr. Ratih Herningtyas, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), menyebut langkah tersebut “naif” dan berpotensi melemahkan posisi Palestina sebagai bangsa yang sedang memperjuangkan kedaulatan. Menurut Dr. Ratih, tindakan evakuasi ini seperti amnesia terhadap root cause dari konflik Palestina-Israel. Ini bukan sekadar bencana kemanusiaan, tapi soal agresi terhadap negara berdaulat.


Yang dikhawatirkan, pemindahan warga, bahkan dalam konteks bantuan kemanusiaan, dapat menjadi preseden berbahaya bahkan bisa mempercepat skenario yang diimpikan Israel: pengosongan demografis Gaza. Karena pasti yang terjadi jika sudah keluar akan sangat sulit untuk kembali begitu saja.


Isu ini juga, menurut Dr. Ratih memiliki keterkaitan dengan situasi geopolitik dan ekonomi global. Ratih menyoroti kebijakan tarif 32 persen yang sempat diberlakukan Amerika Serikat kepada Indonesia. Sehari setelah kunjungan Prabowo ke Timur Tengah, kebijakan itu ditangguhkan, dan tarif dikembalikan menjadi 10 persen. Inilah yang disebut “kompensasi diplomatik”.


Justru inilah bentuk ketidaktegasan Indonesia bahkan bisa menjadi justifikasi bagi negara lain untuk ikut mengevakuasi warga Gaza hingga menjadi apa yang disebut proses ethnic cleansing. Ratih berharap, Indonesia lebih fokus pada penghentian serangan militer Israel dan pembukaan jalur bantuan ke Gaza, daripada sekadar mengevakuasi sebagian korban yang justru bisa menguntungkan Israel.


Prabowo sendiri sedang bertolak ke Abu Dhabi, dalam kunjungan diplomatiknya ke Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Qatar, dan Yordania. Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri, kunjungan tersebut merupakan bagian dari diplomasi kemanusiaan. Di sisi lain, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) telah menyiapkan agenda untuk membangun kembali masjid, sekolah, dan rumah sakit Indonesia yang rusak di Palestina.


Nasionalisme dan Kapitalisme Akar Masalahnya


Sungguh! Apa yang digagas presiden menunjukkan kelemahan seorang pemimpin muslim hari ini. Pun ketika ia menggalang suara sekalipun dengan berkunjung ke negara-negara muslim yang nota bene selama ini telah menjadi tetangga terdekat Palestina.


Inilah fakta mengenaskan ketika Nasionalisme dan Kapitalisme menjadi penentu keputusan negara, yang merusak ukhuwah Islam meski sama-sama beragama Islam , menyembah Tuhan yang sama, menyakini Rasul sebagai utusan Allah yang sama berikut kitab suci yang di turunkan bersamanya.


Seandainya para pemimpin muslim di negeri-negeri muslim ini menyadari potensi besar yang mereka miliki ketika bersatu, niscaya tak ada satu pun negara penjajah yang berani menekan dalam berbagai aspek, terutama politik dalam dan luar negeri.

Baca juga: 

Kemenangan IdulFitri di atas Penderitaan Gaza, Tak Sebanding!


Bukankah ini yang dimaksud Allah dalam firman-nya yang artinya,”... Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk mengalahkan orang-orang mukmin”.(TQS an-Nisa : 141). Hanya dengan persatuan kaum muslim dan mencabut Nasionalisme Kapitalisme maka akan tertutup jalan bagi penjajah menguasai kaum muslim.


Islam Kafah, Solusi Hakiki Bagi Palestina


Sejatinya, perang tarif dagang yang sedang digebyar Amerika kepada negara-negara di dunia menunjukkan arogansinya sebagai negara pengemban Kapitalisme, Amerika masih merasa kekuasaannya mampu mengendalikan banyak negara, dengan dollar sebagai senjatanya.


Namun tidakkah ini disadari juga sebagai bentuk kelemahan negara adidaya itu? Pengakuan Trump dengan perang tarif dagang sebagai bentuk proteksi produk dalam negeri Amerika sesungguhnya bertentangan dengan prinsip pasar bebas dari Kapitalisme itu sendiri. Dan memang, pada akhirnya Trump didemo oleh rakyat sendiri sebab barang kebutuhan pokok sebagian besar menjadi mahal karena berasal dari Cina, negara yang paling membuat AS sewot.


Kekuatan ekonomi Cina, dengan luasnya pasar, banyaknya produksi karena memiliki pabrik produksi di banyak negara, dan kekuatan SDMnya menjadi satu kekuatan sendiri tak hanya di kawasan tapi juga ekskalasi internasional. Namun, jangan lupa, Cina pun sama dengan Amerika yang sama-sama menerapkan ekonomi kapitalis yang sama-sama memiliki cacat bawaan, yaitu asasnya sekular, yaitu pemisahan agama dari kehidupan sehingga akan rusak sendiri dari dalam.

Baca juga: 

Mudik Lebaran, Obral Diskon Minim Jaminan Aman


Inilah sebetulnya yang menjadi peluang emas bagi masuknya sebuah sistem aturan baru yaitu Islam yang siap memimpin dunia kembali setelah runtuhnya di Turki Utsmani karena pengkhiatan Kemal Ataturk, yang seorang agen Inggris.


Kaum muslim hendaknya semakin mendekatkan diri dengan partai politik yang memperjuangkan tegaknya kembali sistem Islam ini dengan hanya satu tujuan yaitu mengembalikan kehidupan Islam dengan tegaknya syariat dan Khilafah.


Sudah semestinya presiden menggalang suara perubahan hakiki ketika berkunjung ke negara-negara muslim . Bukan sekadar bentuk lipservis, tapi benar-benar menjadi keputusan politik, agar dunia Islam benar-benar kembali dan mampu mengusir penjajahan di dalamnya termasuk di Palestina. Wallahualam bissawab. [ry].


Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)