Ilustrasi Pinterest
Oleh Nining Sarimanah
Beritakan.my.id, Opini_ Genosida di Gaza, Palestina masih berlangsung, bahkan bayi-bayi yang tidak berdosa pun turut menjadi korban kebrutalan Zionis Yahudi. Kebengisan Israel tak hanya sampai di situ, mereka menjadikan kelaparan sebagai senjata mematikan untuk membunuh secara pelan-pelan generasi Palestina. Meskipun di hari Raya Iduladha, serangan tidak berhenti.
Masyarakat dunia pun tidak diam, berbagai cara pun dilakukan agar warga Palestina bisa bebas dari cengkeraman penjajah Yahudi, salah satunya dengan aksi Global March to Gaza.
March to Gaza bukan sekadar aksi jalan kaki, melainkan bentuk nyata kepedulian dunia terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi di jalur Gaza. Peserta aksi berjalan sejauh kurang lebih 50 km dari Kairo menuju Gerbang Rafah. Aksi tersebut dikabarkan diikuti oleh sepuluh ribu peserta dari 50 negara.
Melalui gerakan ini, seluruh peserta menyerukan sejumlah tuntutan yaitu pembukaan akses kemanusiaan tanpa syarat ke Gaza, penghentian agresi militer Israel, penarikan penuh pasukan Israel dari wilayah Gaza, dan akhir dari penjajahan Palestina (14/6/2025).
Mirisnya, walaupun masyarakat dunia "berisik", penguasa negeri Islam tidak bergeming. Pihak berwenang di Mesir dan Libya telah menghentikan aktivis yang berusaha untuk memecah blokade Israel di Gaza dengan penahanan dan deportasi.
Sebagaimana yang terjadi pada empat puluh peserta Global March to Gaza yang berasal dari Perancis, Inggris, Spanyol, Kanada, dan Turki dengan mengambil paspornya di pos pemeriksaan dalam perjalanan keluar dari Kairo. Padahal, mereka gerakan damai dan mematuhi hukum Mesir.
Ini mengindikasikan bahwa penguasa muslim hanya pandai beretorika, tanpa aksi nyata dengan mengirimkan pasukan militer untuk mengusir penjajah dari bumi Para Nabi.
Mereka membisu meski rasa kemanusiaan terkoyak. Padahal, ras itu adalah fitrah manusia agar peduli kepada sesamanya, terlebih lagi terhadap bayi yang lemah tak berdaya.
Matinya rasa kemanusiaan sesungguhnya menunjukkan matinya sifat dasar manusia dan ini merupakan buah dari sistem kapitalisme yang menuhankan nilai materi dan rasa superior disertai kebencian atas manusia lainnya. Buktinya, kekejaman yang luar biasa yang dilakukan Israel terhadap warga Gaza tidak mengusik nurani pemimpin muslim.
Selain itu, nasionalisme yang lahir dari Barat telah menghalangi penguasa muslim untuk membebaskan Palestina dengan kekuatan senjata, padahal seruan jihad telah bergema.
Jihad tidak bisa diserukan kecuali oleh negara dan negara model hari ini tidak akan pernah mampu menyerukan jihad, apalagi mereka justru bergandengan erat dengan musuh Islam, Israel dan AS.
Karena itu, seruan jihad hanya bisa dikumandangkan oleh khalifah, pemimpin kaum muslim di seluruh dunia. Keberadaan khalifah akan ada ketika institusi politik Islam telah tegak yakni khilafah.
Perlu dipahami bahwa khilafah tidak akan terwujud, ketika umat masih diatur oleh aturan manusia, kapitalisme sekularisme.
Upaya menegakkan khilafah membutuhkan kepemimpinan ideologis yang konsisten mendakwahkan Islam kaffah dalam naungan khilafah. Dakwah yang terus-menerus disampaikan oleh jamaah akan membangun kesadaran umat bahwa sistem kapitalisme merupakan akar persoalan kenapa masalah Palestina tidak kunjung tuntas dan berbagai persoalan lainnya.
Jemaah ini juga yang akan menunjukkan jalan kemuliaan bagi umat. Umat pun seharusnya menjawab seruan jemaah dakwah dan berjuang bersama menjemput pertolongan Allah.