Ilustrasi bendera tauhid ( hakikat Gunesi)
Oleh : Dian Safitri
Aktivis Dakwah
Beritakan.my.id, opini--Otoritas militer Israel mengeluarkan larangan bagi warga Palestina di Jalur Gaza untuk mendekati pusat-pusat distribusi bantuan. Juru bicara militer Israel, Avichay Adraee, dalam pernyataan di platform X, menyampaikan bahwa penutupan pusat distribusi dilakukan untuk keperluan renovasi, reorganisasi, dan peningkatan efisiensi. Menurutnya, GHF telah mengumumkan bahwa pusat-pusat bantuan akan ditutup pada hari Rabu. Semua aktivitas menuju pusat distribusi maupun upaya memasuki area tersebut sangat dilarang karena dianggap berada di zona konflik (beritasatu.com, 2-6-2025).
Penutupan ini terjadi sehari setelah militer Israel dilaporkan menyerang sekelompok warga Palestina yang tengah menunggu bantuan di bundaran Al-Alam, Rafah, selatan Gaza. Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 27 orang. Lebih jauh, kantor media Pemerintah Gaza menyatakan bahwa sejak 27 Mei lalu, serangan-serangan Israel di sekitar pusat distribusi yang dikelola GHF dan didukung oleh Israel dan Amerika Serikat telah menyebabkan 102 kematian dan mencederai 490 warga lainnya.
Genosida, penyerangan yang tidak henti terus dialami oleh kaum muslim Gaza. Kebiadaban Israel laknatullah'alaih ini juga membuat warga Gaza banyak yang meninggal kelaparan karena akses bantuan ditutup oleh Israel. Bantuan kemanusiaan yang seharusnya mereka dapatkan untuk bertahan hidup malah ditutup hingga menjadi sasaran penyerangan oleh entitas Zionis.
Baca juga:
Generasi Muda dalam Perangkap Judi Online
Mirisnya, negara-negara besar dunia justru memilih bungkam. Ibarat penonton yang menyaksikan pertunjukan dan sama sekali tidak terusik oleh penderitaan dan genosida yang berlangsung di depan mata. Lebih menyedihkan lagi, para penguasa negeri-negeri muslim pun tidak menunjukan sikap tegas, hanya sibuk mengeluarkan retorika diplomatik, kecaman verbal dan pernyataan formal yang tidak disertai tindakan nyata yang tiada gunanya.
Di antara mereka tidak satu pun yang mengirimkan pasukan untuk menghentikan penjajahan dan menyelamatkan saudara-saudara mereka. Mereka tetap diam meski nurani dan rasa kemanusiaan telah terkoyak menyaksikan anak-anak meregang nyawa, bayi-bayi yang tidak berdosa dibantai, dan para ibu yang merintih kehilangan keluarga. Padahal fitrahnya sebagai manusia akan menolong sesamanya, terlebih yang dizalimi adalah kaum lemah yang tidak mampu membela diri.
Hilangnya rasa kemanusiaan sejatinya mencerminkan pudarnya fitrah kemanusiaan dalam diri manusia itu sendiri. Ini adalah sebab langsung dari penerapan sistem Kapitalisme yang menjadikan materi sebagai ukuran tertinggi. Para pemimpin negeri-negeri muslim seolah tidak tergugah oleh penderitaan luar biasa yang menimpa saudara mereka di Palestina.
Baca juga:
Job Fair Ricuh, Sarjana Hingga Pasca PHK Bertaruh
Rasa empati itu telah terkubur oleh sekat-sekat Nasionalisme yang merupakan produk Barat. Nasionalisme adalah racun yang sangat berbahaya yang bisa membungkam solidaritas umat dan mematikan keberanian untuk bertindak adil terhadap kaum muslim yang tertindas sebagaimana Gaza hari ini.
Buktinya tidak ada satu pun pemimpin negeri muslim yang menyerahkan kekuatan militer demi membebaskan tanah suci yang dijajah, padahal seruan jihad terus menggema dari umat Islam dari berbagai penjuru dunia. Namun jihad hanya bisa diwujudkan melalui keputusan negara dan mustahil sistem hari ini menggerakkan para pemimpinnya untuk menyerukan jihad. Kenyataan pahit justru sebaliknya terlihat, mereka justru menjalin hubungan erat dengan para penjajah Zionis.
Seruan jihad dalam Islam hanya bisa dikumandangkan oleh negara yang menerapkan seluruh syariat Islam secara kafah yaitu Khilafah. Maka dari itu, tegaknya Khilafah bukan sekedar cita-cita melainkan sebuah kewajiban syar'i yang menjadi jalan pembebasan umat dari penjajahan, kezaliman dan kehinaan. Kewajiban atas tegaknya Khilafah telah ditunjukkan dengan jelas dalam dalil-dalil Al-Qur'an maupun As-Sunah hingga ijma sahabat.
Rasulullah Saw. bersabda yang artinya :"Barangsiapa yang melepaskan tangannya dari baiat, niscaya ia akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat tanpa punya alasan dan barangsiapa mati dan tidak ada baiat di pundaknya, maka matinya bagaikan mati jahiliyah" (HR. Muslim).
Umat Islam harus berjuang sepenuh hati untuk mewujudkan kewajiban yang menjadi taajul fuurud atau mahkota kewajiban itu karena tanpa adanya institusi tersebut, betapa banyak syariat Islam termasuk jihad yang sulit bahkan tidak terwujud tanpa adanya khilafah.
Bac juga:
Kemuliaan Umat Hanya Terwujud dengan Tegaknya Khilafah
Selama umat masih hidup dalam bayang-bayang Kapitalisme yang asasnya sekulerisme, dimana agama dipisahkan dari kehidupan, mustahil Khilafah bisa terwujud sebab sistem kufur inilah yang mematikan kesadaran politik umat dan menumpulkan semangat perjuangan Islam. Oleh karena itu, upaya menegakkan Khilafah membutuhkan kepemimpinan dari sebuah jama'ah dakwah yang ideologis yaitu kelompok yang konsisten menyerukan Islam sebagai ideologi dan mewujudkannya dalam bentuk negara.
Jamaah ini akan terus membina umat dengan tsaqofah Islam, menyadarkan mereka akan pentingnya kehidupan Islam serta menunjukkan bahwa kejayaan hanya bisa diraih melalui penerapan syariat secara total melalui institusi Islam yakni Khilafah. Umat memiliki tanggungjawab besar menjawab seruan ini, agar bergabung dalam barisan perjuangan yang lurus dan berjuang bersama menjemput pertolongan Allah.
Sebagaimana firman Allah yang artinya : " Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (TQS Muhammad:7).
Pilihan ada di kita, mau menjadi penolong agamaNya atau hanya berdiam diri tanpa berbuat apa-apa. Apakah kita tidak ingin menjadi penolong agama Allah yang berjuang menghadirkan kembali kehidupan Islam? Hadirnya kehidupan Islam adalah keniscayaan, maka dengan Izin Allah kita bisa mewujudkan kembali melalui perjuangan dan persatuan. Wallahu a'lam. [ry].