Ada Apa di Balik Kunjungan Macron ke Indonesia ?

Lulu nugroho
0
                                             
                                       
Ilustrasi Vecteezy
Oleh Elvita Rosalina, S.Pd.



Beritakan.my.id, Opini_ Kunjungannya Presiden Prancis Emmanuel Macron Indonesia selama tiga hari pada         tanggal 28 s.d 29 Mei 2025 dan  bertepatan dengan peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Prancis. Menurut Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan delegasi Indonesia dan Prancis meneken nota kesepahaman Memorandum of Understanding (MoU) bernilai US$11 miliar atau setara dengan Rp179,25 triliun (kurs Rp16.295 per dolar AS). Nilai itu berasal dari 26 MoU yaitu kolaborasi kerjasama antarpemerintah (government-to-government/G-to-G), antarpelaku bisnis (business-to-business/B-to-B), serta antarkelompok masyarakat (people-to-people/P-to-P). Dimana perjanjian tersebut ada yang ditandatangani secara langsung oleh Presiden Prabowo dan Presiden Macron, dan sebagian lagi ditandatangani oleh para pelaku usaha dalam Indonesia France Business Forum 2025 di Kantor Kementerian Perekonomian Jakarta. (28/5/25, cnnindonesia.com).

Prancis merupakan salah satu negara adidaya setelah Amerika dan Inggris. Prancis punya pengaruh kuat di berbagai bidang strategis, seperti pertahanan, teknologi dan energi terbarukan. adapun fokus kunjungannya untuk membangun kerjasama dan kemitraan strategis terutama pada aspek pertahanan dan kebudayaan.
Di antara kerja sama strategis G-to-G, meliputi diplomasi dan peningkatan SDM, pertahanan dan perlindungan informasi rahasia, aspek pertahanan strategis, mineral kritis dan logam, ekonomi kreatif, kehutanan, kebudayaan, pertanian, transportasi dan kebencanaan. Khusus untuk kebudayaan, disimbolkan dengan kunjungannya ke Borobudur.

Adapun kerja sama B-to-B misalnya kerja sama  PT Danone untuk mendukung program MBG, lalu Danantara–INA–Eramet untuk proyek hilirisasi nikel dan mineral kritis untuk kendaraan listrik. Lalu PT Citra Bonang–Lesaffre terkait produksi ragi untuk ketahanan pangan. PT RGE – TotalEnergies untuk pengembangan energi surya dan baterai dalam rangka transisi energi. Serta PT SMI–PT PLN–HDF untuk pengembangan hidrogen hijau dan pembiayaan energi bersih, dll. Disebutkan ada 350 CEO yang terlibat dalam perjanjian ini.

Adapun kerja sama antarlembaga (P-to-P) seperti pengembangan ekosistem olahraga berkuda antara Pordasi dan sejumlah institusi Prancis, IFCE, FFE, France Galop, dan AFASEC. Terkait kolaborasi antar bank sentral, ditandai dengan penandatanganan kerja sama antara Bank Indonesia dan Banque de France untuk mempererat hubungan di bidang keuangan dan moneter.
Seajatinya kesepakatan ini merupakan komitmen Indonesia dan Prancis  dalam memperkuat kemitraan strategis yang inklusif, inovatif, dan berorientasi masa depan serta dalam rangka mewujudkan visi Indonesia Emas pada 2045. Berdasarkan poin-poin kesepakatan indonesia-prancis terlihat bahwa pihak Prancis jauh lebih diuntungkan, baik secara politik, ekonomi, militer, maupun budaya.

Ada 3 point penting terhadap  kunjungan Prancis  ke Indonesia
Prancis memberikan harapan yang terlalu tinggi ditengah permasalahan fundamental ekonomi dunia  karena adanya perang tarif yang dilakukan oleh AS padahal Prancis sendiri adalah korban dari perang tarif yang dilakukan oleh AS.

Prancis bertujuan agar berpengaruh pada konstelasi politik internasional dimana Prancis selalu mencari kesempatan untuk menjadi pahlawan pada beberapa kasus yang terjadi dibelahan dunia. Kita lihat saja sejak perang teluk kemudian invasi Amerika ke Irak. Kemudian apa yang dilakukan Amerika di Afghanistan selalu ada Prancis yang mencoba untuk mengambil kesempatan memainkan posisi politiknya di mata dunia internasional. Demikian pula pada perang Ukraina, pada genosida yang terjadi di Gaza seolah-olah Prancis juga ingin menaikkan simpati dunia dan berada di pihak yang berbeda dengan Amerika. Bahkan Negara-negara di dunia bisa melihat bagaimana dukungan Amerika terhadap Israel, maka Prancis mengatakan bahwa Israel perlu mendapatkan sanksi karena nyata-nyata melakukan genosida. Cara seperti ini dilakukan Prancis agar menaikkan posisi politiknya di mata dunia internasional. Tapi kenyataannya Prancis sendiri belum memiliki kekuatan yang cukup memadai untuk memimpin negara-negara di dunia. 
Jika negeri-negeri di Asia Tenggara termasuk Indonesia berharap tuntutannya, aspirasinya terhadap berbagai problem yang ada di dunia hari ini bisa diakomodir oleh Prancis, maka sesungguhnya ini tidak akan terjadi, karena Prancis sendiri belum memiliki kekuatan untuk berpengaruh secara nyata menggantikan Amerika atau menandingi kekuatan ekonomi raksasa di China.

Prancis adalah sebuah negara di Eropa yang phobia terhadap islam (islamophobia). Prancis senantiasa berlaku hipokrit, berstandar ganda, bahkan mungkin kita tidak bisa temukan yang namanya kebebasan bagi muslimah di Prancis. Beberapa contoh kasus yang memperlihatkan kebencian Prancis terhadap Islam yaitu pelarangan hijab, dan kartun yang menghina nabi Muhammad saw. Apa yang dilakukan Perancis sesungguhnya memiliki motif ideologis. Prancis adalah negara yang tidak memiliki ketulusan terkait pembelaan dan perhatian terhadap umat Islam.

Pemimpin negeri muslim seharusnya menunjukkan ketegasan dalam bersikap dan pembelaan atas kemuliaan agama, terlebih negara yang jumlah mayoritas penduduknya umat Islam. Namun, dalam sistem sekuler kapitalisme dimana hubungan negara dilihat berdasarkan pada manfaat. Jadi, indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam seharusnya jangan pernah berharap dan bekerjasama dengan negara yang jelas-jelas membenci Islam dan kaum muslimin. Allah SWT  berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu (seagama) sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.” (QS. Ali Imran ayat 118).

Allah SWT disini jelas memerintahkan kepada umat Islam untuk tidak berharap terhadap orang yang memusuhi Islam. 
Menurut Syeikh Taqqiyudin An Nabhani dalam Mafahim Siyasi bahwa Prancis adalah salah satu negara adidaya di dunia. Walaupun tidak menempati posisi sebagai negara pertama sebagaimana halnya Amerika, namun Prancis merupakan negara kapitalis yang politiknya memiliki karakter imperialis. Tentu saja, setiap kebijakan politik luar negerinya mempunyai visi penjajahan. Indonesia dalam pandangan negara adidaya adalah sebagai negara berkembang. Dimana keputusan-keputusan politiknya, kebijakan militer, maupun kebijakan ekonominya bergantung pada negara adidaya. 
Kerja sama seperti ini berbahaya terutama dibidang militer karena akan terjadi ketergantungan teknologi dan pasokan  alat-alat militer canggih dan suku cadangnya dari Prancis dalam jangka panjang termasuk perawatan, dan pelatihan dari Prancis. Apabila hubungan diplomatik memburuk, maka pasokan ini terganggu sehingga mampu  melemahkan kesiapan militer Indonesia, begitu juga ketergantungan pada peralatan militer asing, terutama dari negara Barat seperti Prancis, dapat memperkuat pengaruh politik negara itu kepada Indonesia. Misalnya, Prancis bisa menekan Indonesia dalam isu-isu sensitif seperti kebijakan terkait umat Islam atau konflik di Timur Tengah, dengan ancaman embargo militer. Bahkan  ketergantungan militer dapat membatasi kebebasan Indonesia untuk mengkritik atau menentang kebijakan Prancis di dunia internasional.
Begitu juga, kerja sama kebudayaan dengan Indonesia sangat berbahaya karena sebagai upaya Prancis untuk menyebarkan pemikiran kapitalis. Kerja sama ini di domain teknis, bicara teknologi dan keilmuan, tetapi dibalut dengan nilai dan pemikiran Prancis, berupa nilai-nilai liberal dan pemikiran kapitalisme secara umum yang disebut hegemoni tsaqafah (penjajahan pemikiran).

Menurut Syekh Taqiyyudin an-Nabhani dalam Mafahim Siyasi bahwa “politik luar negeri negara-negara yang memiliki ideologi adalah untuk mengemban fikrah (pemikiran) ideologi mereka. “Negara seperti Prancis dengan ideologi kapitalisme sangat jelas politik luar negerinya di dasarkan pada pemikiran bagaimana menyebarkan nilai dan pemikiran kapitalisme. Metode untuk meyebarkannya adalah dengan penjajahan (imperialisme)”. 

Rasulullah saw. riwayat Ahmad dan Ibnu Hibban, “Ikatan Islam akan terlepas satu demi satu. Setiap kali satu ikatan terlepas, manusia akan bergantung pada ikatan berikutnya. Yang pertama kali akan terlepas adalah hukum dan yang terakhir adalah shalat.”

Mengingat indonesia mayoritas penduduknya muslim, maka implikasinya  adalah penjajahan tsaqafah kapitalisme ke tubuh umat di Indonesia yang akan menjauhkan umat dari  ajaran islam. Bahkan, pengikisan itu akan berjalan cepat karena difasilitasi oleh negara melalui kebijakan dan program. Oleh karenanya, selama negeri ini menegakkan sistem yang batil yaitu kapitalisme maka negeri ini akan menjadi objek  eksploitasi untuk kepentingan negara-negara adidaya.

Situasi ini sangat berbeda jika negara memiliki kekuatan politik berlandaskan ideologi Islam,  kekuatan politik yang dikenal dengan  Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Politik luar negeri khilafah dibangun atas paradigma penyebarluasan risalah Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, dimana kebijakan polugri  bebas dari intervensi pihak mana pun. 

Khilafah memetakan negeri selainnya sebagai negeri kufur (dar kufur) dan membedakan dengan siapa boleh bekerja sama (dar muahid), dan mana yang harus dipandang sebagai negara kufur yang pantas diperangi (dar kufur muhariban), baik secara de jure (hukman), maupun secara de facto (fi’lan).

Dalam pandangan islam negara seperti Amerika, Inggris, dan Prancis, sebagai negara kufur muhariban fi’lan karena langsung atau tidak langsung mereka telah memerangi kaum muslim. Salah satunya dengan secara terang-terangan membantu pembantaian muslim Gaza oleh entitas Zion*s. Maka tidak ada kerja sama terhadap mereka melainkan diperangi. Oleh karena itu umat saat ini butuh negara yang kuat, berpengaruh serta mampu membela kehormatan islam secara internasional.
Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)