Ironi, Stok Beras Melimpah, Harga Beras Mahal

Lulu nugroho
0


Ilustrasi Pinterest

Oleh Nining Sarimanah 
Aktivis Muslimah 



Beritakan.my.id, Opini_ Sungguh ironi, di tengah stok beras melimpah, harga beras justru mengalami kenaikan di 133 kabupaten/kota pada pekan kedua Juni 2025. Sebelumnya merujuk data BPS pada pekan pertama Juni 2025 hanya terdapat 119 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan beras. Ini artinya dalam waktu sepekan ada penambahan 14 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras. (bisnis.com, 17/6/2025)

Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyebut bahwa secara nasional sudah berbulan-bulan harga beras medium dan premium di atas harga eceran tertinggi (HET). Menurutnya kondisi ini terjadi, salah satunya karena sebagian besar gabah/beras diserap oleh Bulog dan menumpuk di gudang Bulog.

Atas instruksi Presiden Prabowo, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan  Bulog menyerap semua gabah dan jagung dari petani untuk menjaga stabilitas harga. Makin besarnya penyerapan pangan dari petani, pemerintah akan menghentikan impor beras dan bahan pangan lainnya. 

Kebijakan tersebut tampak menguntungkan petani, namun hal itu akan berdampak buruk jika tidak diimbangi dan didukung dengan kebijakan lainnya yaitu memastikan distribusi beras Bulog dengan baik dan tepat sasaran.

Penumpukan beras di gudang Bulog mengakibatkan suplai beras ke pasar terganggu yang berimplikasi harga beras naik. Selain itu, kualitas beras akan turun sebagaimana yang terjadi pada awal 2025, ada temuan sebanyak 300.000 ton beras berkutu di gudang Bulog. Negara menderita kerugian mencapai Rp3,6 triliun. Karenanya masalah ini, sering kali luput dari perhatian pemerintah.

Tidak heran melihat kondisi ini, muncul desakan agar segera menyalurkan beras melalui bantuan pangan agar Bulog tidak mengalami risiko kerusakan beras, lantaran berkurangnya mutu dan susut volume yang menghantarkan beban negara. 

Karena itu, semestinya pemerintah tidak sekadar mengeluarkan kebijakan menyerap beras petani dalam jumlah besar, tetapi harus diimbangi dengan pendistribusian secara tepat dan merata di seluruh pelosok negeri.

Persoalan pangan yang tak kunjung usai menjadi bukti bahwa kapitalisme menjadikan negara abai menjalankan fungsinya dalam mengelola kebutuhan pokok, pangan misalnya. Pangan dalam kaca mata sistem kapitalis bukan hak dasar yang wajib dijamin negara untuk rakyat. Akan tetapi sebagai komoditi yang bisa diperjualbelikan untuk meraup laba.

Negara dalam sistem kapitalis berperan hanya sebagai regulator, bukan sebagai pelindung dan penjamin distribusi yang adil. Walhasil, rakyat miskin menjadi korban dari ketidakstabilan harga. 

Berbeda dengan Islam, negara wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk beras dan bahan pangan lainnya. Negara akan mengelola produksi, distribusi, dan cadangan pangan secara langsung, tanpa menjadikannya sebagai komoditas dagang. 

Negara terlibat langsung dalam memastikan beras yang akan dikonsumsi rakyat dengan memberi subsidi bibit, pupuk, dan sarana produksi pertanian kepada petani secara gratis agar menghasilkan beras berkualitas yang sama, baik untuk orang kaya maupun miskin. 

Di sisi lain, negara melarang praktik yang dilarang syariat seperti penimbunan, monopoli, kecurangan, dan pematokan harga. Negara akan memaksimalkan fungsi lembaga pengawasan dan penegakan hukum yang tegas bagi para pelanggar. 

Dalam struktur negara (Khilafah) ada kadi hisbah yang bertugas mengawasi berjalannya pasar secara sehat dan berwenang menjatuhkan putusan dalam berbagai penyimpangan secara langsung ketika ia mengetahuinya, di tempat mana pun tanpa memerlukan sidang pengadilan.

Negara pun akan memastikan harga barang-barang kebutuhan rakyat tersedia di masyarakat mengikuti mekanisme pasar, bukan dengan cara mematok harga. 

Haramnya pematokan harga telah ditegaskan Rasullah saw., "Harga pada masa Rasulullah saw. membumbung. lalu mereka lapor, 'Wahai Rasulullah, kalau seandainya harga ini engkau tetapkan (niscaya tidak membumbung seperti ini).' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Menggenggam, Yang Maha Melampangkan, Yang Maha Memberi Rezeki, lagi Maha Menentukan Harga. Aku ingin menghadap ke hadirat Allah, sedangkan tidak ada satu orang pun yang menuntutku karena suatu kezaliman yang aku lakukan kepadanya dalam masalah harta dan darah". (HR Ahmad). 

Hadis di atas menunjukkan bahwa haramnya pematokan harga bersifat umum tanpa membedakan apakah makanan pokok atau bukan. Di samping itu, negara akan menyediakan sarana dan prasarana dalam menjamin penyaluran beras dengan infrastruktur publik yang memadai. Maka, akses pangan mudah dijangkau oleh masyarakat di seluruh wilayah, khususnya daerah terpencil yang mengalami keterbatasan pasokan pangan.

Terhambatnya distribusi pangan akan memicu kenaikan harga beras dan menurunkan daya beli masyarakat. Oleh karenanya, negara akan memperhatikan aspek ini agar penyaluran pangan berjalan lancar hingga sampai di tangan konsumen dengan mudah.

Solusi di atas tentu tidak akan mungkin ada dalam sistem buatan manusia, kapitalisme. Hanya dengan Islam, setiap persoalan manusia termasuk masalah pangan mampu diatasi sampai tuntas. 

Negara akan memastikan setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan pangannya, bantuan pangan tepat sasaran, serta distribusi yang adil dan merata. Sebab itu, penerapan Islam merupakan kebutuhan mendesak yang harus segera diwujudkan.

Wallahualam bishshawab
Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)