Bunda Dee
Member Akademi Penulis Kreatif
Beritakan.my.id - OPINI - Saat ini Kehidupan generasi muda diliputi dengan berbagai kerusakan dan kemaksiatan. Makin ke sini makin terlihat semakin ngeri. Kehidupan remaja begitu dekat dengan tindak kriminal. Usia muda yang semestinya menjadi usia cemerlang dalam karakter, akhlak, prestasi dan kebaikan. Justru kondisinya sangat kontradiktif dengan fakta sekarang. Kasus remaja seperti narkoba, tawuran, pembunuhan Selain itu, generasi juga lemah dalam mengendalikan dirinya dalam menghadapi persoalan termasuk kecemasan dan ketakutan.
Belum lama ini berita tentang pembunuhan yang dilakukan oleh seorang remaja muncul di media. Diduga, akibat rasa cemburu, seorang siswa SMK di Bandung, Jawa Barat, meninggal setelah ditusuk oleh sahabatnya. Sebelum insiden penusukan terjadi, korban dan pelaku dilaporkan sempat terlibat perdebatan. Siswa yang tewas itu ditemukan di halaman sebuah bengkel di Jalan Cikuda, Kelurahan Pasir Biru, Bandung. (www.berisatu.com, 4 Agustus 2025)
Selain tindakan kekerasan, masalah penggunaan narkoba juga melibatkan kalangan muda. Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisaris Jenderal Polisi Marthinus Hukom, mengungkapkan bahwa 312 ribu anak remaja berusia 15 hingga 25 tahun di Indonesia terkena dampak narkotika. Dalam kasus lainnya, pihak kepolisian telah menangkap 54 siswa yang diduga berniat terlibat tawuran. Selain itu, masih banyak tindak kriminal lainnya yang menimpa anak-anak remaja. (Tempo.co, 9 Agustus 2025)
Pada dasarnya, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi permasalahan tersebut dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 82/2015 mengenai Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan. Di samping itu, terdapat program Sekolah Ramah Anak, Kota Layak Anak, pendidikan berkarakter, serta kurikulum Merdeka. Juga, terdapat inisiatif Asta Cita yang bertujuan untuk memperkuat upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba. Sayangnya, semua usaha pemerintah ini masih belum mampu melindungi siswa dari bahaya narkoba dan tindak kekerasan.
Ketika diamati, tingginya angka kejahatan remaja tidak terlepas dari sistem pendidikan yang diterapkan di negara ini. Sistem pendidikan sekarang adalah sekuler, yang merupakan bagian dari pendekatan negara sekuler. Dalam kerangka sekuler ini, aturan, pandangan, serta nilai-nilai Islam tidak pernah diterapkan dalam mengatur berbagai sektor, termasuk pendidikan. Akibatnya, sistem ini terbukti gagal melahirkan individu yang utuh dalam kedudukan sebagai hamba Allah Swt.
Ada beberapa alasan mengapa sistem ini tidak berhasil, yang pertama adalah paradigma pendidikan yang tidak tepat, yakni menganggap sekularisme sebagai dasar pendidikan. Alhasil, tujuan pendidikan hanya berfokus pada menghasilkan individu-individu yang materialistis dan individualistis. Kedua, ada kelemahan pada tiga unsur penting dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu (1) kelemahan lembaga pendidikan yang terlihat dari kekacauan kurikulum, guru yang kurang efektif, dan lingkungan sekolah yang tidak mendukung, (2) kehidupan keluarga yang tidak kondusif. (3) Situasi masyarakat yang kurang mendukung.
Kekacauan kurikulum yang tidak memberikan tempat yang semestinya dalam proses pembinaan kepribadian Islam. Peran guru hanya sebatas sebagai pengajar dalam mentransfer ilmu, bukan sebagai pendidik yang sesungguhnya. Lingkungan sekolah yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam juga turut memperburuk budaya yang mendukung pembentukan kepribadian siswa.
Ketidakpedulian orang tua untuk secara serius menanamkan dasar-dasar keislaman, lemahnya pengawasan terhadap interaksi anak, dan kurangnya teladan dari orang tua semakin memperburuk fungsi rumah sebagai elemen pelaksana pendidikan. Selain itu, masyarakat yang seharusnya menjadi sarana pendidikan nyata justru berfungsi sebaliknya. Ditambah tidak adanya jaminan keamanan dari negara yang seharusnya melindungi rakyat, sehingga kejahatan ini semakin meningkat. Konten di media sosial yang cenderung menyebarkan kekerasan dan minimnya teladan di masyarakat semakin mempengaruhi karakter anak secara negatif.
Semua ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan kapitalisme telah gagal dalam menyediakan pendidikan berkualitas yang mampu membentuk kepribadian yang luhur.
Berbeda dengan sistem pendidikan kapitalisme, pendidikan Islam mampu melindungi generasi mendatang. Dalam kitab Ususu at-Ta’lim fi Daulah al-Khilafah hlm.10 oleh Syekh ‘Atha bin Khalil, disebutkan bahwa kurikulum pendidikan hendaknya berlandaskan akidah Islam. Sedangkan tujuan pendidikan adalah membentuk individu yang memiliki kepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, dan memiliki pengetahuan kehidupan yang memadai. Ini adalah konsekuensi logis bagi setiap muslim yang diwajibkan untuk menjunjung tinggi identitas kemuslimannya dalam seluruh aspek kehidupannya, yang tercermin dalam pola pikir dan sikap yang berlandaskan ajaran Islam.
Keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama. Pembinaan kepribadian dan penguasaan dasar-dasar tsaqofah Islam dilakukan melalui pendidikan dan pengamalan hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber ilmu yang ada di keluarga, utamanya orang tua. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya penganut agama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR Imam Muslim)
Selain itu, sistem Islam juga memberikan lingkungan yang kondusif, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun kebijakan negara. Sistem Islam akan merevitalisasi peran keluarga dengan memastikan para orang tua menjalankan fungsinya sebagai pendidik anak-anaknya. Negara akan menyiapkan kurikulum pendidikan dalam keluarga sehingga terwujud keluarga yang dapat memberikan pengaruh positif kepada lingkungan sekitarnya. Dengan dakwah oleh negara, orang tua akan paham kewajibannya untuk mendidik anak. Mereka akan melakukan kewajiban tersebut sebagai bentuk ketaatan pada Allah Taala.
Sistem Islam juga menyuburkan aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat sebagai pengontrol, sehingga kemaksiatan dan kriminalitas akan tercegah dan minim terjadi. Negara juga berperan optimal, memahami posisinya sebagai raa’in (pengurus) rakyat sehingga memberikan perhatian penuh pada tumbuh kembang generasi muda agar optimal dan mengarah pada kebaikan.
Tidak hanya sistem pendidikan, dukungan sistem Islam yang lain, seperti sistem ekonomi, pergaulan, media massa, sanksi, dan lainnya, akan melahirkan generasi hebat yang taat dan bermanfaat untuk umat. Mereka akan menjadi pemimpin peradaban Islam sehingga memancarkan kebaikan untuk seluruh alam.
Wallahualam bissawab.
Editor: Rens
Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.