Senjata Tanpa Peluru: Blokade Israel Membunuh Anak Gaza

Admin BeritakanMyId
0

 

Sumber Ilustrasi : iStock.

Oleh : Yulia 

(Pegiat Pena Banua)


Peristiwa 7 Oktober 2023, Thuffanul Al-Aqsha, menjadi titik balik yang membuka mata dunia atas kezaliman zionis Israel yang telah berlangsung selama puluhan tahun di bumi Palestina. Meski dunia mengetahui kebrutalan ini, tak ada langkah berarti untuk menghentikan agresi yang semakin kejam. Namun, ketegaran para mujahidin dan warga Gaza membuat Israel kebingungan. Bom dan rudal yang mereka jatuhkan untuk membumihanguskan Gaza tak mampu memadamkan semangat perjuangan rakyat Palestina.


Hampir dua tahun Gaza mengalami genosida melalui serangan udara dan darat. Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza pada 31 Juli 2025 melaporkan sedikitnya 18.592 anak tewas sejak agresi dimulai pada Oktober 2023. Serangan ini bukan hanya berupa peluru dan bom, melainkan juga “senjata kelaparan” yang mematikan. Sejak 2 Maret 2025, blokade total yang dilakukan Israel menyebabkan 57 anak meninggal akibat malnutrisi. Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, menegaskan bahwa dunia tidak perlu menunggu deklarasi kelaparan di Gaza untuk mengetahui bahwa orang-orang sudah kelaparan, sakit, dan sekarat, sementara makanan dan obat-obatan hanya beberapa menit dari perbatasan.


BBC juga mencatat sekitar 900.000 anak Gaza mengalami kelaparan, dan 70.000 di antaranya menderita malnutrisi. Ini bukan sekadar angka, tetapi tragedi kemanusiaan yang mendesak untuk dihentikan. Ironisnya, Amerika Serikat mendirikan Gaza Humanitarian Foundation (GHF) sebagai lembaga distribusi bantuan, namun justru bertindak brutal. Warga menyebut titik distribusi bantuan itu sebagai “perangkap maut” karena memakan korban lebih dari 800 jiwa, 5.252 luka-luka, dan 42 hilang.


Di tengah bencana kelaparan ini, negeri-negeri Islam, termasuk Arab Saudi, Qatar, dan Mesir, justru mengeluarkan deklarasi mengejutkan. Mereka secara resmi mendesak Hamas melucuti senjata dan menyerahkan kekuasaan Gaza kepada Otoritas Palestina. Deklarasi ini, diumumkan dalam konferensi PBB di New York pada 29 Juli 2025, dinilai hanya akan menghidupkan kembali solusi dua negara yang sejatinya memperkuat penjajahan Israel atas Palestina.


Data terbaru otoritas kesehatan Gaza mencatat, sejak Oktober 2023, korban tewas akibat serangan Israel mencapai 60.430 jiwa, dengan 148.722 luka-luka—sebagian besar perempuan dan anak-anak. Angka ini menjadi bukti nyata kejahatan zionis yang tak mungkin diselesaikan dengan kompromi. Palestina harus dibebaskan secara utuh dari cengkeraman penjajah.


Kaum Muslim harus bersikap tegas, sebagaimana Rasulullah ﷺ mengusir Bani Nadhir yang berkhianat. Gaza tak kunjung bebas karena negeri-negeri Muslim terpecah oleh sekat nasionalisme, sehingga kekuatan umat tidak bersatu. Persatuan umat dalam satu kepemimpinan merupakan kunci pembebasan Palestina.


Pembebasan Baitul Maqdis hanya mungkin dilakukan dengan jihad fi sabilillah, yang memerlukan kekuasaan tunggal untuk memobilisasi seluruh potensi umat Islam—yaitu Khilafah. Allah Ta’ala berfirman:


“Bunuhlah mereka (yang memerangimu) di mana pun kamu jumpai dan usirlah mereka dari tempat mereka mengusirmu. Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan...” (QS. Al-Baqarah: 191)

Kehadiran Khilafah adalah mimpi buruk bagi penguasa Amerika, sekutu-sekutunya, dan pemimpin zionis. Seruannya saja sudah mereka anggap sebagai ancaman serius terhadap hegemoni kapitalisme dan penjajahan di negeri-negeri Islam.


Wallahu a'lam bishshawwab

---

Editor : Vindy Maramis

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)