Oleh: Rizqi Awal, SE.Sy*
Telah lama umat ini terombang-ambing dalam kegelapan, laksana bahtera di tengah samudra yang luas, tanpa nakhoda dan tanpa kompas. Kita melihat berbagai upaya, mendengarkan berbagai seruan, yang semuanya menjanjikan kebangkitan. Ada yang mengaitkan kebangkitan dengan kekayaan, ada pula yang menyandarkannya pada teknologi, dan tak sedikit yang mereduksinya menjadi sekadar perbaikan moral individual. Namun, setelah puluhan bahkan ratusan tahun berlalu, kita masih terjerembab dalam jurang keterpurukan. Mengapa demikian?
Kebangkitan Bukan dari Kesejahteraan Materi
Wahai saudaraku, ketahuilah, peradaban-peradaban besar di muka bumi ini tidak pernah lahir dari perut yang kenyang atau saku yang penuh. Sejarah adalah saksi bisu yang tak pernah berbohong. Ia menunjukkan kepada kita bahwa kebangkitan sejati bukanlah tentang berapa banyak emas yang kita miliki, seberapa tinggi gedung yang kita bangun, atau seberapa canggih senjata yang kita produksi. Semua itu hanyalah cerminan, bukan sumber. Sebuah bangsa dapat memiliki kekayaan berlimpah, tetapi jika akalnya beku dan jiwanya kosong, mereka akan tetap menjadi budak, diperdaya oleh musuh yang lebih cerdas.
Kita melihat, misalnya, bagaimana bangsa-bangsa Barat bangkit dengan mencampakkan agama dari kehidupan. Mereka berdalih bahwa kemajuan hanya bisa diraih dengan memisahkan urusan dunia dari urusan Tuhan. Pemikiran ini, yang mereka seistilahkan sebagai sekularisme, pada hakikatnya adalah racun yang mematikan. Ia menjadikan materi sebagai satu-satunya tolok ukur kebahagiaan, dan menafikan peran Ilahi dalam mengelola urusan manusia. Akibatnya, mereka memang maju dalam hal teknologi, tetapi jiwa mereka kering kerontang, diliputi krisis moral dan spiritual yang tak berkesudahan
Demikian pula halnya dengan seruan-seruan yang mengagung-agungkan nasionalisme atau patriotisme. Ini adalah ikatan-ikatan yang dangkal dan emosional, yang sejatinya hanya mengeksploitasi naluri mempertahankan diri. Ia bisa membakar semangat sesaat, tetapi akan layu dan rapuh di hadapan tantangan yang lebih besar
Kebangkitan Lahir dari Kejernihan Berpikir
Wahai saudaraku, dengarkanlah dengan seksama. Kebangkitan hakiki bukanlah dari luar, melainkan dari dalam. Ia berawal dari pemikiran yang jernih, yang memandang segala sesuatu dengan kacamata yang benar. Landasan pemikiran ini haruslah kokoh, tak tergoyahkan oleh zaman dan keadaan
Islam, yang diturunkan oleh Allah سبحانه وتعالى kepada Nabi Muhammad ﷺ, adalah ideologi yang sempurna
Pondasi akidah Islam adalah pemahaman yang jernih tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan, serta apa yang ada sebelum dan sesudahnya
Dengan akidah yang jernih ini, kita akan memahami bahwa kehidupan dunia ini tidaklah berdiri sendiri. Ia terhubung dengan apa yang ada sebelum kehidupan (yakni Allah SWT) dan apa yang ada sesudahnya (yakni Hari Akhir)
Kini Saatnya untuk Bertindak
Wahai umat Islam, kita harus menyadari bahwa kebangkitan yang kita damba-dambakan tidak akan datang dengan sendirinya. Ia harus dijemput dengan sebuah gerakan politik yang benar, yang berlandaskan pada ideologi Islam
Kita tidak boleh berdiam diri dalam masjid, hanya sibuk dengan ritual ibadah, sementara di luar sana hukum-hukum Allah diinjak-injak. Kita tidak boleh menjadi katak dalam tempurung, yang hanya sibuk dengan masalah lokal dan regional, sementara dunia sedang diatur oleh musuh-musuh kita
Inilah saatnya kita bangkit, membersihkan akal kita dari racun-racun pemikiran asing, dan menyatukan jiwa kita di atas akidah Islam yang murni. Inilah saatnya kita membentuk sebuah kelompok politik yang militan dalam pemikiran dan politiknya, yang siap memimpin umat ini untuk memimpin kembali kekuasaan, menegakkan Khilafah, dan mengembalikan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Sungguh, Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka
*Penulis buku, pembina komunitas hijrah