Digitalisasi, Manfaat atau Pembajakan?

Admin Beritanusaindo
0

 

Ilustrasi: google

Oleh: Tatiana Riardiyati Sophia 

Aktivis Muslimah 


Beritakan.my.id - OPINI - Dunia saat ini tengah berada dalam situasi perkembangan teknologi digital yang sangat pesat. Aktivitas manusia pun tidak bisa dilepaskan dari internet dan berbagai perangkat digital. Ibarat kata di zaman sekarang lebih baik ketinggalan dompet daripada tidak membawa handphone. Karena di dalam telepon seluler bisa menyimpan banyak aplikasi yang dapat mendukung kegiatan individu sehari-hari.


Demikian juga dengan Indonesia. Di negeri ini pengguna internet pada semester pertama tahun 2025 mencapai 229,4 juta jiwa (berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia). Dari jumlah tersebut pengguna terbesar didominasi oleh generasi Z (25,54%), Milenial (25,17%), dan generasi Alpha (23,19%). Artinya generasi muda paling banyak terkoneksi dengan dunia maya untuk aktivitas mereka di media sosial, akses berita/informasi terkini, transaksi _online_, hiburan, akses layanan publik, keuangan, transportasi _online_, e-mail, belajar, dan bekerja dari rumah. (Kompas.com, 11/08/2025)


Di Provinsi Jawa Barat, Bupati Bandung Dadang Supriatna sendiri berpesan dalam upacara peringatan HUT kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 di Lapangan Upakarti, Soreang, Kabupaten  Bandung mengenai perjuangan pada masa kini. Menurutnya, di era saat ini tantangan perjuangan dihadapkan pada arus informasi dan digitalisasi yang tidak dapat dihindari. 


Bupati mengajak masyarakat Kabupaten Bandung untuk belajar demi meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang profesional dan memahami digitalisasi. Yang demikian itu guna persiapan menghadapi era Indonesia emas. Untuk itu dia berpesan kepada setiap elemen masyarakat agar bijak dalam memilah informasi dan tidak terjebak dalam hoaks yang menyesatkan. ( Detik.com, 17/08/2025)


Tidak bisa dimungkiri bahwa kemajuan teknologi digital saat ini tak terelakkan. Mau tidak mau internet dan berbagai aplikasi di gawai dan perangkat elektronik lainnya digunakan untuk mempermudah aktivitas dalam kehidupan yang saat ini berjalan begitu cepat dan sibuk. Berbagai aplikasi percakapan lewat teks dan video untuk jalur komunikasi hingga pelbagai platform media sosial yang isinya informasi penting hingga konten-konten receh, seolah sudah menjadi makanan sehari-hari. 


Namun perlu disadari bahwa arus digitalisasi hari ini bukanlah sekadar teknologi yang bebas nilai. Akan tetapi alat tersebut ditumpangi oleh pemikiran khas ideologi kapitalisme, seperti sekularisme, liberalisme, individualisme, materialisme, dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang sudah tentu bertentangan dengan nilai-nilai Islam. 


Lihatlah di media-media sosial betapa bebasnya orang-orang untuk berekspresi melalui lisan, tulisan, ataupun ekspresi-ekspresi tubuh lainnya. Semuanya dilakukan sesuai kehendak sendiri dan tidak ada kontrol dari masyarakat apalagi negara. Mirisnya, pelakunya mayoritas adalah generasi muda. Mereka yang semestinya menjadi garda terdepan untuk kebangkitan umat, malah terjebak dalam pemikiran rusak dan aktivitas yang tidak bermanfaat.


Sementara itu di sisi lain konten-konten dakwah dan syariat Islam malah sepi peminat. Bahkan tidak sedikit postingan mengenai hal tersebut di media sosial dihapus sepihak oleh platform tertentu karena dianggap radikal, dan melanggar ketentuan/kebijakan mereka. Demikian pula terhadap akun-akun yang sering menyuarakan hal senada, langsung akan diblokir oleh penyedia layanan.


Perlu disadari juga bahwa berbagai informasi dan hiburan yang kerap berseliweran di masing-masing gawai pengguna itu mengikuti algoritma pasar dunia maya yang dikendalikan oleh penguasa dan para kapital. Artinya bahwa konten-konten yang masuk akan disaring sesuai kepentingan mereka. Berdalih bahwa algoritma akan menyajikan konten yang relevan untuk pengguna, sejatinya ini senjata penguasa untuk menyusupkan narasi-narasi rusak ala kapitalisme.


Belum lagi transformasi digital hari ini lebih diarahkan untuk kepentingan ekonomi global. Tidak mengherankan jika aktivitas di berbagai platform digital mayoritas adalah untuk mencari cuan. Para pemuda bertransformasi menjadi pebisnis berbagai _marketplace_, mereka berkreasi dengan memanfaatkan kemudahan pasar digital. Padahal tanpa  disadari sesungguhnya mereka telah menjadi mesin pundi-pundi uang bagi para konglomerat. 


Hal-hal diatas semakin menjauhkan umat terutama para pemuda dari pemahamannya kepada agama yang sahih yaitu Islam. Potensi mereka dibajak. Energi dan pemikiran mereka dijajah serta diarahkan untuk mengekalkan kapitalisme yang telah terbukti kerusakannya. Sangat jauh dari harapan generasi muda yang diharapkan nantinya akan membawa perubahan di tengah umat.


Negara pun dalam hal ini abai dan membiarkan kondisi yang demikian terjadi. Padahal penguasa memiliki wewenang untuk mengawasi setiap aktivitas rakyatnya. Namun hal yang demikian tidak dilakukan akibat ketundukannya pada sistem kapitalisme. 


Maka tidak cukup hanya belajar dan meningkatkan kualitas serta profesionalitas sumber daya manusia dalam menghadapi era digitalisasi saat ini. Umat perlu memahami syariat Islam dan terikat di dalamnya agar standar yang digunakan dalam setiap aktivitasnya adalah halal dan haram, bukan sekadar kesenangan semu dan keuntungan materi.


Allah Swt. berfirman dalam terjemah surah Al-Maidah ayat 47, yang bunyinya:

_"Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang fasik."_


Lalu bagaimanakah Islam memandang kemajuan teknologi digital yang sangat berkembang saat ini? Sebagai ideologi yang sahih, Islam tidaklah alergi terhadap perkembangan teknologi. Justru dalam sejarah peradabannya, ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat perkembangannya di kala Islam menjadi kekuatan politik dunia yang menguasai hampir dua pertiga permukaan bumi. Bahkan dunia Barat saat itu yang masih berada di era kegelapan banyak belajar dari ilmuwan-ilmuwan muslim.


Dalam Islam, segala sesuatu yang digunakan dan dimanfaatkan bagi kehidupan ini harus mampu memunculkan kesadaran akan hubungannya dengan Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. Maka dari itu, apapun sarana dan fasilitas yang dipakai diniatkan semata-mata untuk ibadah. Pemanfaatannya pun sudah tentu bersandar pada standar halal dan haram.


Karena itu arus digitalisasi seperti saat ini harus dimanfaatkan untuk sebanyak-banyaknya mengumpulkan pundi-pundi pahala. Mengisi platform media sosial dengan hal-hal yang bermanfaat yang mampu membangkitkan pemikiran umat dan memahami syariat Islam kafah. Melakukan transaksi-transaksi non ribawi, berinteraksi dengan memperhatikan aturan-aturan pergaulan di dalam Islam, dan lain sebagainya.


Hal yang demikian itu tentu sangat membutuhkan peran negara dan sistem yang mendukung, yaitu Islam. Karena hanya dengan penerapan aturan Islam masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital dengan bijak. Di samping itu edukasi dan kontrol negara pun berjalan untuk menyaring informasi dan konten-konten sampah dan berbahaya yang dapat mempengaruhi pemikiran umat dan menjauhkan mereka dari Islam. 


Dari sisi para pemuda, aturan Islam dapat melindungi mereka dari jebakan arus digitalisasi yang merusak potensi, fitrah dan identitas mereka sebagai generasi pejuang kebangkitan umat.


Wallahu alam bissawab.


Editor: Rens


Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.


Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)