Oleh: Essy Rosaline Suhendi
Beritakan.my.id, Opini_ Warga Mojokerto digegerkan dengan puluhan potongan tubuh manusia yang bercecer di jurang jalur Mojokerto-Batu. Setelah ditelusuri petugas polisi berwenang, ternyata potongan tubuh tersebut adalah seorang perempuan yang menjadi korban pembunuhan dan mutilasi. Sedangkan perlakunya adalah pacar korban yang sudah hidup tinggal bersama selama 5 tahun tanpa ikatan pernikahan (www.metrotvnews.com, 09/09/25).
Kejadian tragis tersebut bukanlah tanpa sebab. Menurut pernyataan dari Kapolres Mojokerto AKBP Ihram Kustarto, bahwa semua berawal dari kegiatan suami istri yang belum sah, pelaku merasa ditekan dari sisi ekonomi untuk memenuhi gaya hidup korban hingga akhirnya pelaku merasa kewalahan dan berujung pada emosi yang berlebihan (www.detiknews.com, 08/09/25).
Benih-benih cinta ada kalanya memang dapat menguatkan dan memberi semangat kehidupan pasangan yang saling mencintai. Namun apa jadinya, jika benih itu tumbuh dari hubungan cinta terlarang atau kohabitasi yang Justru malah membawa aib hingga berujung pembunuhan sadis.
Cinta Semu Sekularisme Liberal
Yang mengherankan, negara dan masyarakat seakan menutup mata dari berbagai tindakan kriminal yang mulanya berawal dari pacaran. Pacaran malah dianggap sebagai hal yang lumrah dan bukan sebuah perbuatan dosa, sehingga banyak manusia yang terjebak hingga terbius dalam fatamorgana cinta yang menjerumuskan ke masuk dalam kubangan kerusakan moral dan pergaulan bebas.
Padahal, cinta yang hanya ditemani hawa nafsu hanya akan menghasilkan hubungan cinta yang saling menyakiti. Seperti kasus KDRT, pelecehan seksual, dan kohabitasi adalah perbuatan tercela yang menyalahi norma agama dan dapat merusak fisik juga akal pikiran manusia.
Perbuatan tercela tersebut hanya terlahir dari sistem sekuler liberal yang memisahkan agama dengan kehidupan serta menjunjung tinggi kebebasan. Sistem ini hanya mengandalkan hawa nafsu dalam berprilaku dan membuat aturan, termasuk aturan yang dibuat negara, sehingga perzinahan dan pacaran pun tidak dikatakan sebagai tindak pidana apabila dilakukan atas dasar suka sama suka.
Pada faktanya, sekularisme liberalisme berhasil menorehkan luka yang membusuk pada fitrah cinta yang seharusnya menjadi anugerah bagi manusia justru menjadi cabang malapetaka akibat sistem yang cacat. Sungguh sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk sistem pergaulan sosial dengan cara yang khas karena aturan yang diterapkan berasal dari Allah Swt yang berlandaskan aqidah Islam.
Islam Menyelamatkan Akal Manusia
Alangkah baiknya, manusia memilih Islam sebagai sistem kehidupan. Sebab, Islam menjadikan Al'quran dan As Sunnah sebagai sumber aturan dan solusi atas semua problematika manusia. Asas yang digunakan dalam menentukan baik dan buruk pun hanyalah hukum syara, bukan lah hawa nafsu atau asas manfaat.
Terkait sistem pergaulan dalam Islam, Syekh Taqiyuddin an Nabhani menyatakan, sistem pergaulan dalam Islam (Nidzum al-Ijtima') adalah sistem yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan (serta masyarakat secara keseluruhan) berdasarkan syariat Islam, yang meliputi segala hal terkait hubungan tersebut seperti aurat, pernikahan, dan aktivitas perempuan, bertujuan untuk menciptakan ketenangan dan keharmonisan masyarakat yang sesuai dengan aturan Allah SWT. Untuk itulah, Islam mampu membimbing manusia dengan menggunakan Wahyu. Semisal, ketika manusia ingin menyalurkan gharizah Nau atau melestarikan keturunan ia akan mengambil jalan yang Allah Ta'ala halalkan yaitu pernikahan.
Bahkan, Islam juga mengatur bagaimana cara seseorang ketika hendak ingin menikah dan ingin mengenal, yaitu dengan cara ta'aruf (perkenalan ) dan khitbah (pinangan), bukan dengan berpacaran. Selama ta'aruf dan khitbah, calon pengantin dilarang melakukan khalwat atau berduaan-duaan, baik secara mengobrol langsung atau pun online. Ketika ingin mengobrol langsung, calon perempuan harus ditemani mahrom nya dan hanya boleh saling bertanya terkait hal yang menyangkut pernikahan, semisal visi misi pernikahan, gaya mendidik anak, atau bagaimana pandangan hidup dalam menjalani rumah tangga.
Dalam Islam, hubungan perempuan dan laki-laki harus dijaga sesuai batas-batas hukum syara, supaya keduanya dapat saling memahami setiap hak dan kewajiban dan mencegah terjadinya perbuatan zina. Untuk itulah, agar sistem pergaulan Islam dapat diterapkan dibutuhkan peran negara, dan yang mampu menerapkannya hanyalah sistem pemerintahan Islam yakni khilafah.
Dalam negara khilafah, negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki benteng ketaqwaan agar sukarela bertindak sesuai tujuan penciptaan. Negara juga akan berperan demi terwujud nya masyarakat Islami yang memiliki syakhsiyah Islam dengan menerapkan sistem pendidikan yang berbasis aqidah Islam, menerapkan sistem pergaulan Islam dan menegakan sistem sanksi Islam pada pelaku jarimah (pelanggaran hukum syari'at).
Dengan begitu, masyarakat akan berlomba-lomba dalam kebaikan dan melakukan amar makruf nahi munkar serta tidak akan bermudah-mudah dalam melakukan perbuatan maksiat. Untuk itu lah, hanya Islam yang mampu menyelamatkan akal manusia dan mencegah manusia dari belenggu hawa nafsu tanpa batasan.
Waullahu'alam Bishshawab