Samakah Pajak dengan Zakat Menurut Islam

Admin Beritanusaindo
0

 


                           Oleh: Retna P

                            Pegiat Literasi


Beritakan.my.id - OPINI - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pajak memiliki filosofi yang sejalan dengan zakat dan wakaf. “Dalam setiap rezeki ada hak orang lain. Caranya, hak orang lain itu diberikan. Ada yang melalui zakat, wakaf dan pajak. Pajak itu kembali pada yang membutuhkan", kata Sri Mulyani dalam Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025 di Jakarta, Rabu (13/8/2025). Menurut Sri Mulyani, konsep ini tercermin pada berbagai program Pemerintah yang dibiayai APBN. Misalnya, Program Keluarga Harapan (PKH) yang memberikan manfaat kepada 10 juta keluarga tidak mampu. Ada juga bantuan sosial sembako untuk 18,2 juta penerima. 


Beda Total: Pajak adalah Kezaliman 


Pernyataan Menkeu Sri Mulyani tentu gegabah dan menyesatkan. Sama sekali tidak ada kesamaan antara zakat maupun wakaf dengan pajak. Baik dari filosofi maupun aturannya. Secara filosofi zakat adalah ibadah harta yang Allah Swt  perintahkan hanya atas kaum Muslim dari jenis harta tertentu, dengan ketentuan tertentu pula. Harta zakat hanya diambil dari kaum Muslim yang kaya untuk dibagikan kepada kaum fakir miskin. Zakat tidak diambil dari semua rakyat. Bahkan tidak ada zakat untuk warga non-Muslim.


Zakat memiliki hikmah sebagai pembersih dan pensuci harta muzakki (pembayar zakat). Hal ini tidak ada pada pajak atau retribusi apapun sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Pemanfaatan zakat juga khusus hanya untuk delapan ashnaf (mustahiq). Tidak boleh digunakan untuk keperluan lain seperti membangun IKN, membuat jalur kereta cepat, melunasi utang negara, menggaji pejabat negara atau anggota dewan.

 

Zakat adalah fardhu ’ain atas mereka yang hartanya telah mencapai nishab dan haul. Harta yang menjadi obyek zakat pun diambil berdasarkan ketentuan syariah Islam. Bukan secara semena-mena menurut keinginan penguasa. Menolak membayar zakat adalah kemungkaran yang merupakan dosa besar. Bahkan penolakan ini bisa berkonsekuensi pada batalnya keimanan.


Sebaliknya, pajak adalah pungutan atas harta rakyat yang tidak ada dasarnya dalam Islam. Setiap pungutan harta yang menyalahi al-Quran dan as-Sunnah adalah kezaliman. Allah Swt. berfirman:ِ

"Janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan jalan yang batil." (TQS al-Baqarah [2]: 188)


Imam Ibnu Katsir rahimahulLâh menjelaskan bahwa ayat ini melarang segala bentuk kezaliman dan perampasan hak milik (harta). Apalagi yang dilakukan oleh penguasa terhadap rakyatnya. (Lihat: Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, 1/521).

Pajak adalah kezaliman karena dipungut dari harta rakyat tanpa melihat kaya-miskin, agama, batasan jenis harta dan bisa dinaikkan menurut kepentingan penguasa. Seperti saat ini, sejumlah kepala daerah ramai-ramai menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2). Kenaikannya begitu tajam mulai dari 200%-1000%.

Lebih celaka lagi, pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk menetapkan besaran Pajak Bumi Bangunan melalui Undang-Undang No 1/2022. Besaran Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) ditetapkan oleh masing-masing kepala daerah. Kenaikan tarif PBB-P2 secara besar-besaran dan serentak ini diduga sebagai akibat keputusan pemerintah pusat memangkas transfer ke daerah dan pengetatan belanja. Hal ini memaksa pemerintah daerah mencari sumber penerimaan instan. Cara yang paling cepat adalah menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB P2). Lagi-lagi yang menanggung penderitaan adalah rakyat yang terus menjadi obyek pajak.


Ironinya, efisiensi justru tidak dilakukan pada para pejabat negara, komisaris-komisaris BUMN dan wakil rakyat. Penghasilan para komisaris BUMN itu berada di angka 100-200 juta rupiah perbulan. Setiap komisaris juga menerima tantiem/bonus belasan hingga ratusan miliar rupiah setiap tahun, bergantung pada BUMN mereka ditempatkan. 

Adapun gaji para anggota DPR totalnya dapat mencapai Rp50 juta perbulan. Ini masih ditambah dengan tunjangan rumah bulanan sebagai penggantian rumah dinas yang berkisar Rp30 – Rp50 juta perbulan. Jadi, total para wakil rakyat bisa mendapatkan penghasilan Rp100 juta setiap bulan. 


Sistem Islam Terbaik


Islam telah mengharamkan pungutan pajak atas harta rakyat. Syariah Islam sudah menetapkan sumber pemasukan bagi kas negara tanpa pajak. Salah satu sumber pemasukan sangat besar untuk negara adalah dari pengelolaan sumber daya alam (SDA).  


Di sisi lain, negara harus keras menindak kejahatan korupsi. Negara harus merampas aset negara yang dikorup. Negara harus menghukum secara tegas para pejabat dan aparatur negara yang terlibat korupsi. Para koruptor bisa sampai dijatuhi hukuman mati.


Dalam Islam, Negara Khilafah juga menutup celah utang luar negeri ribawi. Utang ribawi jelas haram. Selain itu, utang luar negeri menjadi perangkap penjajahan ekonomi dan menggerus keuangan negara. Terbukti APBN Indonesia hari ini terbebani cicilan utang. Pemerintah Indonesia harus mengalokasikan hampir Rp600 Triliun pada tahun 2026 hanya untuk membayar bunga utang saja.


Sistem politik dan ekonomi Islam telah mewajibkan negara untuk mengurus rakyat tanpa membedakan pusat dan daerah. Semua wilayah yang berada dalam kekuasaan Khilafah Islamiyah wajib untuk dipenuhi kebutuhan pembangunan dan kebutuhan hidup penduduknya. Tidak ada dikotomi pusat dan daerah. Daerah tidak harus menanggung sendiri sebagian apalagi seluruh kebutuhan mereka.


Aturan Islam mengharamkan penguasa mengurangi pelayanan dan pemenuhan kebutuhan rakyat. Haram pula mengalihkan tanggung jawab itu kepada rakyat sendiri seperti dengan menarik pajak atau iuran BPJS yang menjadikan rakyat saling menanggung kebutuhan pelayanan kesehatan mereka sendiri.


Para penguasa harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup warga dan menyejahterakan mereka. Mereka pun mereka harus hidup sebagaimana rakyat. Tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Mereka harus mendahulukan urusan rakyat. Bukan malah hidup mewah dan bergembira-ria, sementara mereka tahu rakyat menderita. Sudahlah terhimpit beban ekonomi, rakyat masih pula dipalak dengan aneka pajak.

Wallahu alam bi sawab.

Editor Rens

Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.


Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)