Program ‘Quick Win’ Bukan Solusi Ekonomi

Admin Beritanusaindo
0



 



Penulis: Neny Nuraeny | Pegiat Literasi Islam


Beritakan.my.id - OPINI - Menjelang penghujung tahun 2025, pemerintah tampak bergerak cepat meluncurkan sejumlah program unggulan yang diklaim sebagai langkah percepatan ekonomi nasional.


Dilansir dari CNN Indonesia (22/10/2025), program bertajuk Quick Win yang dirancang oleh Presiden Prabowo Subianto menelan anggaran fantastis, yakni lebih dari Rp100 triliun. Program ini telah disetujui DPR melalui Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025.


Beberapa program utama di antaranya adalah Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun, kemudian pembangunan lumbung pangan nasional dengan anggaran Rp15 triliun yang mencakup intensifikasi lahan pertanian seluas 80 ribu hektare serta pencetakan sawah baru seluas 150 ribu hektare. 


Selain itu, pemerintah juga menyiapkan dana sekitar Rp20 triliun untuk renovasi sekolah, pembangunan sekolah unggulan, rumah sakit, serta berbagai bentuk bantuan sosial lainnya.


Tak berhenti di situ, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto turut mengumumkan paket stimulus ekonomi tambahan berupa peningkatan jumlah penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp30 triliun bagi lebih dari 35 juta keluarga penerima manfaat serta peluncuran program Magang Nasional untuk 100 ribu lulusan baru. 


Deretan kebijakan ini diklaim sebagai langkah nyata memperkuat daya beli rakyat dan menekan pengangguran atau dengan kata lain, menunjukkan kepada publik bahwa negara “hadir” di tengah kesulitan ekonomi.


Program Baik dalam Sistem yang Buruk

Sekilas, program percepatan ekonomi yang digulirkan pemerintah terlihat menjanjikan. Beragam kebijakan populis seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga Magang Nasional dirancang untuk memberi manfaat langsung bagi masyarakat, menjaga daya beli, dan menekan angka pengangguran. Namun di balik tampilannya yang solutif, kebijakan ini sejatinya belum menyentuh akar persoalan ekonomi bangsa.


Bantuan tunai yang diberikan hanya bersifat konsumtif dan sementara, sekadar menjaga daya hidup rakyat di tengah tekanan ekonomi tanpa memberdayakan mereka secara nyata. Program magang pun lebih menyerupai proyek serapan tenaga kerja sementara, yang tidak menjamin keberlanjutan pekerjaan ataupun peningkatan kesejahteraan. Dalam jangka panjang, masyarakat tetap terjebak dalam lingkaran ketergantungan pada bantuan negara.


Masalah mendasarnya bukan pada program, melainkan pada sistem ekonomi yang menaunginya yaitu sistem kapitalisme sekuler yang menempatkan pertumbuhan sebagai ukuran sukses, bukan kesejahteraan yang merata. 


Negara sibuk menyalurkan bantuan dan menarik investasi, sementara sumber daya strategis seperti energi, tambang, dan pangan terus dikuasai oleh segelintir korporasi.


Selama kekayaan alam dibiarkan berada di tangan swasta, rakyat akan terus menjadi penonton di negeri sendiri. Inilah perbedaan mendasar dengan kapitalisme, di mana kekayaan alam justru menjadi ladang bisnis bagi segelintir elite dan investor asing. Kapitalisme menumbuhkan ketimpangan, sementara Islam menegakkan keadilan distribusi.Programnya mungkin tampak baik, tetapi selama dijalankan dalam sistem yang salah, hasilnya tidak akan pernah menyejahterakan.


Sistem Ekonomi Islam: Solusi Hakiki, Bukan Sekadar Janji Populis


Islam menawarkan arah berbeda dalam membangun ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Dalam Islam kemakmuran tidak diukur dari angka pertumbuhan ekonomi atau besar kecilnya bantuan sosial, tetapi dari terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu rakyat berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. 


Inilah standar kesejahteraan yang hakiki. Karena itu, Islam tidak menempatkan negara sekadar sebagai regulator, tetapi sebagai raa‘in (pengurus) dan mas’ul (penanggung jawab) atas urusan rakyatnya. Rasulullah Saw.,bersabda:

“Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)


Dalam sistem politik Islam, negara wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar setiap warga, bukan menyerahkannya kepada mekanisme pasar atau korporasi sebagaimana dalam sistem kapitalis. 

Khalifah bertanggung jawab langsung menyediakan lapangan kerja bagi yang mampu bekerja, serta memastikan yang lemah tetap hidup layak. Bukan melalui proyek atau bantuan temporer, tetapi melalui kebijakan sistemik yang berpihak pada rakyat.


Sementara dalam aspek ekonomi, Islam menata kepemilikan secara tegas berupa kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Sumber daya alam yang strategis seperti tambang, minyak, gas, air, dan hutan termasuk milik umum haram dikuasai oleh individu atau korporasi. Negara wajib mengelola secara langsung dan hasilnya dikembalikan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat, antara lain dalam bentuk subsidi kebutuhan dasar, layanan publik, dan pembangunan infrastruktur.


Kunci keberhasilan sistem Islam bukan pada besarnya anggaran, tetapi pada kesadaran pemimpin sebagai pelayan umat yang takut pada hisab Allah. Dalam sistem Islam, politik bukan alat kekuasaan, tetapi sarana pengurusan umat, ekonomi bukan ajang akumulasi modal, melainkan instrumen pemerataan kesejahteraan.


Karena itu, solusi hakiki bagi kemiskinan dan pengangguran bukan pada program percepatan ekonomi ‘Quick Win’, tetapi pada perubahan sistemik menuju penerapan syariat Islam secara kaffah. Hanya dengan sistem Islam, negara benar-benar mampu menghapus ketimpangan, menegakkan keadilan, dan menghadirkan kesejahteraan hakiki bagi seluruh rakyat.

Wallahualam bissawab.


Disclaimer: Beritakan adalah sarana edukasi masyarakat. Silahkan kirimkan tulisan anda ke media kami. Beritakan akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa opini, SP, puisi, cerpen, sejarah Islam, tsaqafah Islam, fiqih, olah raga, story telling, makanan, kesehatan, dan tulisan lainnya. Dengan catatan tulisan tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, hoax, dan mengandung ujaran kebencian. Tulisan yang dikirim dan dimuat di media Beritakan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.


Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)