Oleh. Ummu Ghoza
Hari Pahlawan selalu diperingati pada 10 November. Peringatan ini merupakan bagian dari menghormati jasa para pahlawan yang memerangi penjajah untuk mendapatkan kemerdekaa. Tema Hari Pahlawan 2025 adalah "Pahlawanku Teladanku, Terus Bergerak, Melanjutkan Perjuangan". Dengan meneladani para pahlawan, berharap masyarakat menjaga semangat dalam perjuangan. Tak terkecuali para santri.
Masyarakat tentu masih mengingat. Tema Hari Pahlawan tahun ini masih berkaitan dengan tema Hari Santri beberapa waktu lalu. Dengan tema “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia”, Presiden Prabowo Subianto mengajak para santri menjadi penjaga moral dan pelopor kemajuan. Ia juga menyinggung Resolusi Jihad yang dipelopori oleh ulama sekaligus tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) K.H. Hasyim Asy’ari.
Resolusi Jihad tempo dulu berhasil mengerahkan para santri untuk jihad fi sabilillah melawan Belanda yang menjajah Indonesia. Kala itu jhad para santri memuncak pada 10 November 1945. Inilah hari yang diabadikan sebagai Hari Pahlawan. Sehingga santrilah yang berpotensial bisa meneladani pahlawan dengan melanjutkan perjuangannya.
Para santri dibina untuk terus berjuang dalam membangun dan menjaga peradaban Islam dan eksistensi bangsa ini. Merekalah yang terus belajar, menyebarluaskannya ke berbagai pelosok negeri, hingga ajaran Islam pun menjadi identitas dan karakter bangsa yang kemudian dikenal dengan nama “Indonesia”.
Dengan ajaran jihad fi sabilillah, masyarakat bisa meneladani perjuangan para pahlawan. Semenjak dulu, spirit inilah yang bisa mengalahkan kolonialisme bangsa-bangsa Eropa seperti Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda, juga saat penjajah Jepang.
Perjuangan para santri dan pahlawan dalam mengusir penjajahan dapat dilihat dari beberapa tokoh Islam. Seperti Sunan Kudus yang bersama Pati Unus dari Kesultanan Demak yang memimpin dan menyusun strategi penyerangan pada pihak Portugis di Malaka pada 1511. Begitu juga di Sumatra barat ada santri perdikan yang memenangkan perang Diponegoro.
Selain itu ada K.H. Ahmad Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah. Begitu juga K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdatul Ulama (1926). Serta organisasi masyarakat lainnya yang semuanya dipelopori oleh para ulama dan para santrinya. Hingga berhasil melawan kolonialisme hingga penjajahan fisik dan militer itu bisa berakhir.
Perjuangan mereka bukan karena naluri tetapi karena mereka sadar bahwa Islam dari Allah. Satu-satunya sistem yang shohih, pembawa keberkahan dan kedamaian serta solusi semua masalah di dunia ini.
Saat ini perjuangan kaum santri dan ulamanya sejatinya belum selesai walaupun penjajahan fisik dan militer di Indonesia berakhir. Penjajahan berganti ke bentuk neoimperialisme yang lebih berbahaya. Karena menyusup ke berbagai sendi kehidupan, baik melalui kebijakan politik, ekonomi, sosial dan budaya, hukum dan hankam, maupun propaganda media.
Alhasil, kondisi negeri ini seperti belum merdeka karena kekuasaan politik dan kehidupan masyarakat dalam cengkraman kapitalisme global. Setelah era kemerdekaan, negara-negara kapitalis itu berhasil merusak kekuatan dan spirit juang umat Islam melalui perang pemikiran dan budaya. Mereka menanamkan berbagai paham yang bertentangan dengan Islam, seperti sekularisme, demokrasi, nasionalisme, dan liberalisme.
Dampaknya, negeri ini tidak ada pemersatu dan banyak masalah di seluruh lini kehidupan. Contohnya negeri ini mempunyai SDM muslim terbesar serta SDA superbesar, tetapi semuanya dikuasai oleh asing melalui anteknya dari para penguasa. Akibatnya kondisi negeri tidak sejahtera.
Oleh karenanya, saatnya para santri dan ulama yang jumlahnya super banyak sadar akan keterpurukan negeri ini. Mereka siap bersatu dan berjihad mengembalikan kehidupan islam yang dijanjikan Allah Swt. Dengan 2,5 juta santri seharusnya bisa menjadi pahlawan penjaga ajaran Islam.
Ironisnya, kurikulum pembelajarannya tergerus sekularisasi dan deideologisasi. Akbatnya, mereka belum berpengaruh signifikan bagi kemajuan masyarakat. Padahal mereka sangat diharapkan dalam perubahan sosial dan politik yang berlandaskan Islam. Walaupun, banyak tantangan halangan rintangan yang ingin meminggirkan peran santri dan pesantren sebagai basis kekuatan umat.
Selain itu, dibuatkan pula narasi radikalisme Islam guna menghancurkan peran politik pesantren. Salah satunya dengan mencitra burukkan pesantren sebagai sarang teroris yang bisa mengancam masa depan keindonesiaan dan perdamaian global. Barat tidak mau kalah dengan membuat narasi baru yang lebih halus, semisal moderasi Islam yang mencoba menampakkan wajah Islam yang lebih ramah terhadap nilai-nilai barat atas nama toleransi dan kesetaraan.
Kemudian, pesantren dirusak pemikirannya agar jauh dari Islam. Mereka dibajak dalam sistem sekuler kapitalisme untuk mendapatkan untung. Potensi santri dialihkan ke proyek-proyek pemberdayaan ekonomi sekaligus menjadi sumber pemasok tenaga kerja level murahan. Selain itu, suara politik mereka juga jadi bahan rebutan para pemburu kekuasaan. Alhasil wibawa mereka tersandra oleh politik dan uang dalam sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan.
Namun, kini dakwah Islam makin massif sehingga umat Islam dunia makin sadar akan pentingnya kebangkitan Islam. Saatnya santri kembali memimpin umat menjadi pahlawan peradaban Islam. Mewujudkan kepemimpinan politik Islam global (Khilafah Islam) sehingga kemuliaan umat kembali sebagaimana yang telah Allah janjikan. Wallahu a'lam bishawab.[]
