Polemik Sumber Air: Islam Punya Solusi

Admin Beritanusaindo
0

 


Penulis: Reni Rosmawati |Pegiat Literasi Islam Kafah 


Beritakan.my.id - OPINI - Akhir-akhir ini sumber air mineral brand AQUA menjadi perbincangan hangat dan menuai sorotan tajam di kalangan warga Indonesia usai sidak yang dilakukan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke PT Investama (AQUA) pabrik Subang. Air minum yang diproduksi oleh Danone Group sejak 1973 itu diduga dihasilkan dari air sumur dalam, bukan dari mata air pegunungan sesuai klaimnya. 


Founder Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan, dugaan kecurangan yang dilakukan AQUA berpotensi pidana jika terbukti produsen AQUA mengganti bahan baku air, dalam arti air yang dipasarkan tidak sesuai dengan yang diajukan ketika mengurus izin edar ke BPOM maupun sertifikat halaI ke MUI atau BPJPH. Adapun sanksinya UU Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 8 Ayat (1) tentang Perlindungan konsumen. Ikhsan menegaskan sanksi itu mencakup pencabutan izin edar, pembatalan sertifikat halal, serta penurunan materi iklan dan billboard dari ruang publik. (Media Indonesia.com, 25/10/2025)


Menanggapi hal ini, Danone Grup melalui keterangan tertulisnya menjelaskan bahwa sumber air yang mereka gunakan bukan dari sumur bor biasa atau air permukaan/dangkal. Namun dari akuifer dalam yang berasal dari kedalaman 60-140 meter sehingga terlindungi oleh lapisan kedap air dan tidak terkontaminasi aktivitas manusia. Danone pun menjelaskan bahwa pihaknya memiliki tim ahli sehingga air yang dihasilkan aman, pengambilannya pun hati-hati tidak menggeser lapisan tanah dan membuat longsor. (Tempo.co, 24/10/2025)


Buah Kebijakan Kapitalis


Sebenarnya, penggunaan air akuifer sebagai bahan baku brand AQUA ini tak lepas regulasi yang telah diterbitkan pemerintah dalam UUD Nomor 17 Tahun 2019 atau yang terbaru Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Izin dan Persetujuan Penggunaan Air Tanah. Di mana setidaknya ada 4.700 izin yang diberikan kepada para pengusaha air tanah di seluruh Indonesia hingga 17 Oktober 2025, termasuk perusahaan-perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK). Aturan tersebut dimaksudkan agar target seluruh rakyat dapat mengakses air minum tercapai. (CNBC Indonesia 24/10/2025)


Karenanya, wajar bila AQUA berani menggunakan air tanah sumur akuifer sebagai bahan baku pembuatan air minum yang diproduksinya, sebab ia telah mengantongi izin resmi dari negara. Padahal penggunaan air akuifer untuk dikonsumsi masih menjadi perdebatan karena banyak dampak yang akan ditimbulkan baik bagi kesehatan manusia maupun bagi lingkungan. 


Meskipun pihak perusahaan menjelaskan telah menyiapkan tim ahli dan air diyakini aman, namun potensi bahaya tetap saja ada. Bagi manusia penggunaan air akuifer dapat berimbas pada kesehatan jika air tersebut terkontaminasi. Adapun bagi lingkungan pengambilan akuifer dalam secara besar-besaran berisiko pada penurunan muka air tanah, potensi tanah ambles, hingga hilangnya mata air di sekitar lingkungan pabrik karena airnya tersedot perusahaan. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan akibat pengambilan air tanah permukaan tanah di pesisir Jakarta turun hingga 10 cm per tahun atau sekitar 20-30%. Kondisi ini yang menyebabkan meningkatnya potensi banjir. (CNBC, 26/10/2025)


Karena mudarat lebih banyak daripada manfaatnya, maka negara harus segera mengambil langkah tegas agar penggunaan air akuifer tidak terus terjadi. Setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah, seperti: 


Pertama, mencabut izin swasta untuk mengelola komoditas air yang merupakan kebutuhan vital rakyat. Kedua, negara harus mengambil alih pengelolaan air sehingga hanya negaralah satu-satunya produsen air di negeri ini. Ketiga, menerapkan regulasi tegas terkait batas pengguna SDA (air) dan menindak tegas para produsen nakal. Dengan begitu maka tak akan ada lagi penggunaan air akuifer skala besar yang dapat merusak manusia dan lingkungan. 


Sayangnya, selama negara masih mengadopsi sistem kapitalisme neoliberal hal tersebut akan sulit terwujud. Sebab posisi negara dalam sistem kapitalisme hanya sebagai regulator bagi kepentingan para kapital melalui pengesahan UU. Terlebih kapitalisme mengemban paham kebebasan kepemilikan yang membuat siapa saja berhak menguasai apapun selama memiliki modal dan mampu. Alhasil, para korporatlah yang menguasai sumber daya alam termasuk air yang merupakan hak milik rakyat, lalu memperjualbelikannya untuk mendapatkan keuntungan. Sementara rakyat menjadi target pasarnya. Mereka harus membeli jika ingin mendapatkan haknya apapun jenis dan bentuknya. 


Jaminan Air dalam Islam 


Dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan air, Islam membagi kepemilikan air menjadi dua, yaitu milik umum (al-milkiyyat al-ammah) dan milik pribadi (al-milkiyyat al-fardiyyah). Air milik umum adalah sumber daya air yang vital dan esensial bagi kehidupan masyarakat yang meliputi air sungai, danau, dan mata air yang besar. Maka air jenis ini tidak boleh dikuasai oleh individu, namun harus dikelola oleh negara untuk sebaik-baik kepentingan rakyat karena merupakan hak bersama. Ini berdasarkan hadis, yang diriwayatkan Abu Dawud: “Kaum muslimin berserikat dalam 3 hal, yaitu, air, padang rumput dan api.” 


Sedangkan air milik pribadi adalah air yang dimiliki seseorang setelah ia melakukan upaya untuk mengambil, menyimpan atau menguasainya dari milik umum. Air ini bisa berupa air yang telah ditampung dalam wadah pribadi seperti tangki atau galon maupun air yang dihasilkan dari sumur. Air jenis ini dimiliki penuh oleh individu untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, asalkan tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain. 


Negara pun akan memperketat regulasi terkait pengelolaan SDA sehingga tidak memicu penyalahgunaan dan kerusakan alam. Meskipun SDA dalam skala kecil boleh dikelola swasta, namun negara tetap berperan sebagai penanggung jawab penuh. Bisnis yang dijalankan swasta pun harus mengutamakan kejujuran dalam transaksi. Keberadaan swasta yang mengelola hajat rakyat pun dipastikan tidak membuat rakyat kesulitan mendapatkan haknya. 


Di sisi lain negara pun akan mengatur agar air yang tersedia benar-benar layak konsumsi dan memenuhi kebutuhan seluruh rakyat. Ini dilakukan dengan mendorong adanya inovasi pengelolaan air, mendirikan industri air bersih perpipaan, hingga mengatur pengemasannya yang fleksibel agar semua rakyat bisa mengakses air yang layak dan aman dikonsumsi. Tentunya dengan biaya yang murah bahkan gratis. Jikapun berbayar maka hanya akan dipungut di awal saja, untuk mengganti biaya produksi. 


Pengelolaan air tersebut dibiayai dari baitulmal (kas negara Islam) yang sumber pemasukannya berasal dari fa'i, kharaj, jizyah, ghanimah, usyur, rikaz, juga seluruh hasil pengolahan SDA. 


Dengan semua mekanisme itu, maka tak akan ada permasalahan air akibat komersialisasi dan liberalisasi SDA. Semua kebutuhan rakyat baik air maupun asasi lainnya akan dijamin oleh negara.  


Rasulullah saw. bersabda: “Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat. Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.





Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)