Ilustrasi Pinterest
Oleh Annida K. Ummah
Beritakan.my.id, Opini_ Baru-baru ini muncul berita Sudan. Masih basah luka Palestina, kini timbul luka baru. Sebanyak 1.500 warga Sudan meninggal dalam waktu tiga hari menyusul penguaasaan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) di el-Fasher. Angka ini menandai eskalasi mengerikan perang saudara di Sudan. RSF telah terlibat dalam perang saudara berdarah dengan tentara Sudan sejak tahun 2023, dalam konflik yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan membuat lebih dari 12 juta orang mengungsi. Pasukan para militer menyerbu el-Fasher, benteng terakhir tentara di Darfur, pada hari Ahad setelah 17 bulan pengepungan. (Republika.id, 31/10/25)
Kondisi kemanusiaan di El‑Fasher, ibu kota negara bagian Darfur Utara semakin mengkhawatirkan setelah lebih dari 62.000 warga mengungsi hanya dalam waktu empat hari terakhir, yaitu antara 26 hingga 29 Oktober. (Minanews.net, 2/11/25)
Aljazirah melaporkan, puluhan orang tewas dalam serangan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) ketika mereka baru-baru ini merebut kota el-Fasher di wilayah Darfur barat Sudan, menurut kelompok medis dan peneliti. RSF, yang berperang melawan militer Sudan untuk menguasai negara itu, menewaskan sedikitnya 1.500 orang selama tiga hari terakhir ketika warga sipil mencoba melarikan diri dari kota yang terkepung, Jaringan Dokter Sudan mengatakan pada hari Rabu. (newsrepublika.co.id, 30) 10/25)
Sudan adalah salah satu negara terbesar di Afrika dan berbatasan dengan tujuh negara, yaitu Afrika Tengah, Sudan Selatan, Chad, Mesir, Eritrea, Ethiopia, dan Libya. Negara ini dikenal dengan situasi keamanannya yang tidak stabil, dengan pertempuran yang terjadi di Khartoum menjadi berita utama.
Beberapa fakta menarik tentang Sudan yaitu pertama, bahasa resmi di Sudan adalah bahasa Arab. Bahasa Arab berfungsi sebagai kekuatan pemersatu di antara berbagai kelompok etnis di negara tersebut. Kedua, negara terbesar di Afrika. Sudan menjadi negara terbesar ketiga di Afrika dan negara terbesar kelima belas di dunia. Ketiga, tanah Sudan adalah tempat asal peradaban kuno dan mungkin juga umat manusia. Situs-situs arkeologi, seperti Piramida Meroe dan Kerajaan Nubia Kuno, mengungkapkan sejarah yang kaya.
Keempat, Sudan memiliki lebih banyak piramida dan Sungai Nil yang lebih panjang dari Mesir. Ada lebih dari 200 piramida di Sudan, sebagian besar terletak di wilayah Meroe. Mengenai panjang Sungai Nil di Sudan. Panjang sungai di negara ini sekitar 1.545 kilometer, sedangkan di Mesir sekitar 1.100 kilometer. Piramida Sudan sering kali memiliki sudut tajam dan elemen dekoratif yang khas. Piramida Meroe merupakan situs pemakaman Kerajaan Nubia kuno, yang menambah bab unik dalam warisan arkeologi Sudan.
Lima, Sudan saat ini adalah produsen emas Arab yang paling terbesar di wilayah Arab. Operasi penambangan di Sungai Nil, negara bagian Utara dan Laut Merah, yang menjadi tulang punggung produksi logam mulia di negara ini.
Jika kita cari tahu lebih jauh, ternyata krisis Sudan sebetulnya sudah berlangsung lama dan bukan murni konflik etnis. Akan tetapi ada keterlibatan negara adidaya (AS) dan Inggris yang melibatkan negara-negara bawahannya (Zionis dan UEA) terkait rebutan pengaruh politik (proyek timur tengah baru AS) untuk kepentingan perampasan SDA yang melimpah ruah. Lembaga dan aturan internasional diatur dalam bingkai kepentingan untuk memperpanjang hegemoni negara-negara adidaya terhadap negeri muslim. Sudan yang memiliki kekayaan sumber daya alam menjadi objek perebutan negara adidaya.
Apa yang terjadi di Sudan, Palestina, atau negeri-negeri muslim lain yang mengalami penindasan, genosida, dan krisis kemanusiaan adalah bukan sembarang faktor menginginkan wilayah atau sumber daya alam semata. Tetapi karena ada faktor ideologis yang mengancam mereka (negara adidaya). Konflik yang terjadi di negeri-negeri muslim saat ini memantik perang peradaban antara Islam dan non Islam. Pihak yang mampu membungkam serangan penjajah negeri-negeri muslim adalah khalifah. Kehadiran khalifah dalam institusi Khilafah akan menjawab permasalahan ekonomi, politik, dan lainnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ’anhu. bahwa Nabi Muhammad –sallallahu alaihi wasallam– bersabda,
Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الْØ¥ِÙ…َامُ جُÙ†َّØ©ٌ ÙŠُÙ‚َاتَÙ„ُ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَرَائِÙ‡ِ ÙˆَÙŠُتَّÙ‚َÙ‰ بِÙ‡ِ
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh dll.)
Dari hadits di atas jelas bahwa adanya khalifah di tengah umat Islam akan melindungi. Kepemimpinannya hadir atas landasan menjalankan perintah Allah SWT (beribadah) bukan karena menginginkan kedudukan, jabatan, atau materi. Jika menoleh pada sejarah kepemimpinan khulafaurrasyidin atau khalifah setelahnya, kita akan merindu bagaimana khalifah memperhatikan manusia, hewan, dan tumbuhan di wilayah kepemimpinannya. Hajat, kesejahteraan, dan ketenangannya diperhatikan dan dihadirkan. Hidup di bawah kepemimpinan seorang khalifah adalah kewajiban.
Allah SWT berfirman: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi Khalifah…” [TQS al-Baqarah [2]: 30].
Sabda Rasulullah SAW:
“Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliah.” [HR Muslim].
“Bani Israil dahulu telah diurus urusan mereka oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi [Bani Israil] wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya, tidak seorang Nabi pun setelahku. Akan ada para Khalifah, sehingga jumlah mereka banyak.” [HR Muslim]
Dalil Ijmak sahabat, Imam al-Haitami menegaskan:
“Sungguh para Sahabat—semoga Allah meridhai mereka—telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan upaya mengangkat imam/khalifah sebagai kewajiban paling penting. Faktanya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah saw.” [Lihat, Al-Haitami, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah, hlm. 7].
Berdasarkan dalil-dalil di atas —dan masih banyak dalil lainnya— yang sangat jelas, seluruh ulama Aswaja, khususnya imam empat mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hanbali), sepakat, bahwa adanya khilafah, dan menegakkannya ketika tidak ada, hukumnya wajib. Syeikh Abdurrahman al-Jaziri (w. 1360 H) menuturkan,
“Para imam mazhab (yang empat) telah bersepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah wajib…” [Lihat, Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Arba’ah, Juz V/416].
Hal senada ditegaskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, “Para ulama telah sepakat bahwa wajib mengangkat seorang khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal.” [Ibn Hajar, Fath al-Bâri, Juz XII/205].
Demikianlah tentang wajibnya hidup dibawah kepemimpinan seorang khalifah. Tidakkah kita sebagai umat Islam rindu untuk hidup di masa Khilafah yang dipimpin oleh seorang khalifah?

