Bencana Alam Menerjang, Negara Butuh Solusi Sistemis

Lulu nugroho
0



Oleh Nining Sarimanah 
Aktivis Muslimah



Bencana alam menerpa sejumlah daerah di Indonesia beberapa waktu terakhir. Di Provinsi Sulawesi Tengah yaitu di Kabupaten Tolitoli, Morowali Utara, dan Buol dikepung banjir hingga angin puting beliung akibat cuaca ekstrem. Sementara itu, di Sumatera Barat menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Agam mencatat lima kecamatan di daerah tersebut dilanda bencana banjir bandang, longsor, pohon tumbang, dan jalan amblas akibat curah hujan cukup tinggi disertai angin kencang. (cnnindonesia.com, 23/11/2025)

Di Cilacap dan Banjarnegara terjadi bencana longsor. Di Sumut, tanah longsor dan banjir melanda enam kabupaten/kota. Demikian pun yang terjadi di Aceh yaitu Lhokseumawe, Bener Meriah, Aceh Utara, dan Aceh Tenggara telah menetapkan status siaga darurat bencana alam banjir dan tanah longsor.

Akibatnya, rakyat menjadi korban. Ratusan orang meninggal dan terluka, rumah hancur, dan infrastruktur rusak. Jika dicermati dari berbagai bencana yang terjadi, tampak bahwa bencana seperti banjir, tanah longsor, dan pohon tumbang karena curah hujan ekstrem yang bersifat musiman.

Artinya, kondisi ini akan terjadi berulang setiap tahunnya. Karena itu, pemerintah semestinya melakukan berbagai upaya maksimal dalam penanggulangan bencana, sehingga dampaknya bisa diminimalisir.

Namun, faktanya pemerintah dalam melakukan mitigasi bencana seadanya juga penanganan bencana dinilai lamban. Terlebih bencana alam yang terjadi sangat jelas merupakan dampak dari pembukaan dan alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit, pembangunan infrastruktur, dan pertambangan. Pemerintah sendiri seakan menutup mata terhadap hal ini.

Alih-alih melakukan evaluasi pada kebijakan yang membuka lebar bagi korporasi untuk mengeksploitasi sumber daya alam, narasi "cuaca ekstrem" sering kali dijadikan kambing hitam dari bencana alam yang terjadi.

Fakta ini membuktikan bahwa pemerintah telah abai dalam penanganan bencana alam. Ini semua tidak terlepas dari paradigma sistem kapitalisme sekuler dalam me-riayah rakyat. Penguasa dalam sistem ini lebih fokus pada keuntungan yang didapatkan dengan memberi izin untuk membuka lahan sawit dan pertambangan, dibandingkan dengan keselamatan rakyat dan  alam.

Karena itu penanganan bencana alam sebetulnya tidak menyentuh akar masalah, sehingga penanganannya harus sistemis. Negara dalam jeratan sistem kapitalisme memberikan karpet merah pada swasta untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara ugal-ugalan yang berakibat ekosistem rusak. 

Berbeda dengan Islam. Islam memandang keberadaan penguasa untuk melayani dan mengurus rakyat. Ia akan berusaha untuk melindungi dan menjauhkan rakyatnya dari kebinasaan. Bencana alam yang terus terjadi, menjadi peringatan keras bahwa manusia harus berhenti melakukan kerusakan. Allah Swt. telah menegaskan dalam Al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 4, "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

Penguasa dalam Islam dituntut melakukan berbagai upaya untuk mencegah bencana alam dengan menerapkan kebijakan dan aturan tidak merusak alam, misalnya tidak menyerahkan pengelolaan sumber daya alam ke pihak swasta dan juga mencegah hal-hal yang dapat mengundang azab Allah seperti zina, judi, riba, dan lainnya.

Negara akan menjaga kawasan konservasi agar tidak dialihfungsikan untuk perkebunan, objek wisata, pemukiman, dan pertambangan. Sebab kawasan ini berperan sebagai penyangga ekosistem. 

Sementara itu, daerah yang rawan bencana, maka perlu adanya manajemen kebencanaan misalnya, edukasi kepada masyarakat akan bahaya bencana, pembangunan rumah yang tahan gempa, pembangunan infrastruktur yang aman, sarana prasarana dalam penanganan bencana, evakuasi cepat ketika terjadi bencana, dan sebagainya. 

Selain itu, negara melakukan mitigasi bencana dengan serius dan komprehensif dalam rangka menjaga jiwa manusia yang merupakan bagian dari tugas penguasa. 

Tak hanya itu, dalam keuangan negara, terdapat pos khusus untuk penanganan bencana. Dengan dana yang tersedia, tidak ada hambatan dalam mitigasi dan penanggulangan bencana. 

Wallahualam bissawab
Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)