Ilustrasi teknologi AI ( sumber: Swapandash).
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritakan.my.id, Opini--Dalam sebuah video muncul seorang wanita dari sebuah kolam api, kemudian berkata, Welcome to my channel, ini hari pertama gaes aku di neraka, ternyata asyik juga, pengen tahu tutorialnya? Jadilah pelakor". Tayangan itu diakhiri dengan tertawa riang. Dan masih banyak lagi video serupa, semuanya dengan menggunakan kecanggilan teknologi AI.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan MUI, Utang Ranuwijaya, memberi pendapat terkait maraknya video di atas dan meminta pelaku diproses hukum karena konten tersebut diduga menodai agama (news.detik.com, 7-6-2025).
"Isi cerita dalam video itu merupakan upaya pendangkalan akidah Islam, dengan terlalu menyederhanakan gambaran api neraka, sehingga mereka bisa bercandaria ketika berada di neraka. Dari sisi ajaran Islam, ini bisa termasuk kategori perbuatan yang menyesatkan umat dan menodai ajaran agama," kata Utang.
Kehidupan akhirat di neraka, sebagaimana yang tergambar dalam video itu bisa mendegradasi kesakralan dan kedalaman akidah, yakni keimanan kepada yang gaib. Jika ini dibiarkan, secara pelan-pelan akan merusak akidah umat, khususnya generasi muda yang kadar imannya kurang kuat atau bahkan lemah atau sangat lemah," imbuh Utang. Dan menodai agama adalah perbuatan yang dilarang, baik menurut ajaran agama maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelakunya bisa dikenai UU ITE, UU PNPS No 1 Tahun 1965 dan KUHP pasal 156a.
Baca juga:
Saat Pengelolaan Tambang Berbasis Pengelolaan Semata
Demikian pula dengan Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, yang merasa miris dengan beredarnya video AI tentang 'testimoni masuk neraka'. Dia meminta kemajuan teknologi seperti AI disikapi dengan bijak dan penuh tanggung jawab etika, sosial dan spiritual (news.detik.com, 10-6-2025).
Selly menyebut gambaran tentang neraka yang hakiki tidak mungkin dapat ditangkap secara sempurna oleh imajinasi manusia, apalagi oleh teknologi buatan. Dia pun mempertanyakan tujuan dari pembuatan konten yang memvisualkan neraka tersebut. Apakah untuk menanamkan ketakwaan, meningkatkan kesadaran moral, dan sebagai bentuk tadabbur terhadap ayat-ayat Allah, sehingga perlu dilakukan dengan kehati-hatian dan rujukan yang benar.
Atau untuk menyederhanakan bahkan menyimpangkan pemahaman umat terhadap konsep akhirat, maka ini menjadi persoalan serius. Terlebih Indonesia merupakan negara Pancasila. Artinya kewajiban setiap warga negara untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan agama. Para kreator konten, menurut Sally sebaiknya menjadikan AI sebagai alat dakwah yang bertanggung jawab, bukan sekadar alat viral. Dia ingin teknologi digunakan dengan adab, bukan hanya dengan ambisi.
Kapitalisme Ciptakan Kebebasan Brutal
Di era kemajuan teknologi digital, konten kreator memang salah satu profesi yang menjanjikan. Terlebih dengan kecanggihan Artificial Intelegensi ( AI) segala sesuatu terasa semakin mudah. Semua bisa berkreasi tanpa batas, hingga kebablasan menistakan agama pun jadi konten.
Semua menjadi viral dan brutal karena kita menerapkan sistem Kapitalisme, dimana semua yang disebut sukses, bahagia, kaya selalu identik dengan banyaknya harta yang diperoleh. Bagaimana pun caranya, tak peduli halal atau haram. Kapitalisme secara nyata melahirkan kebebasan berekspresi tanpa batas. Dan memang kreatifitas sangat bermanfaat agar konten terlihat menarik, sayang tanpa batasan agama, sehingga hanya mengunggulkan viral dan minim edukasi.
Lebih buruknya adalah ketika agama dijadikan permainan. Konten bergulir setiap hari, mendapatkan like karena dinilai lucu-lucuan, guyonan semata dan untuk apa serius sekali terhadap kehidupan ini. Kemudian FYP, sang kreator atau pengunggah mendapatkan nilai materi. Dan tahukaj kita, para pemilik aplikasi pun mendapatkan keuntungan yang lebih besar, tak hanya materi melainkan kerusakan dan pendangkalan akidah.
Baca juga:
Job Fair Ricuh, Sarjana Hingga Pasca PHK Bertaruh
Dengan konten-konten yang wara-wiri di media sosial, upaya pelemahan kaum muslim tidak lagi menemui kesulitan. Bahkan mereka tak perlu mengeluarkan dana berlebihan, karena kaum muslim sendiri akidahnya sudah terkooptasi dengan ide liberalisme.
Peran negara juga sangat minim dan lambat. Sebagaimana kasus judi online, pemerintah pun kelabakan, di sisi lain kesulitan menutup web judol di sisi lainnya pula lemah dalam memberi sanksi pada setiap pelanggaran ITE. Viralnya video testimoni tinggal di neraka menjadi bukti, betapa lambannya beragama merespon. Padahal sudah sangat krusial karena mengguncang akidah. Islam tak lagi dipahami sebagai idiologi melainkan hanya sekadar pengatur ibadah seorang muslim. Jika tidak ada ketegasan, jelas akan membahayakan.
Islam Tak Tinggal Diam Jaga Akidah Umat
Salah satu tugas pemimpin dalam Islam adalah menjaga akidah rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw., " Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Di hadis yang lain, Rasûlullâh juga memastikan pemimpin menjaga rakyatnya dari sesuatu yang berbahaya dan membahayakan, 'Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (HR. Ibnu Majah).
Setiap manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah swt, maka, apapun yang bisa mengganggu ibadah wajib disingkirkan oleh negara-negara. Termasuk konten-konten sampah yang justru mengguncang akidah. Dan Islam tidak anti kemajuan teknologi. Sebab teknologi sangat bermanfaat dan memberikan maslahat kepada manusia, salah satunya memudahkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bagi pelaku pelecehan agama ini negara dalam Islam juga akan menetapkan sanksi hukum yang tegas dan adil. Agar menjerakan bagi yang lain. Apalagi jika sudah menyangkut agama, sebab agama bukan permainan.
Namun demikian ,teknologi tidak boleh digunakan untuk tujuan yang haram, seperti penyebaran fitnah, pornografi, atau kekerasan. Sebaliknya, teknologi harus digunakan untuk kegiatan yang positif, produktif, dan meluaskan syiar Islam. Penjagaan ini tidak akan pernah terwujud jika kita masih menerapkan sistem Kapitalisme, melainkan hanya syariat Islam kafah. Wallahualam bissawab. [ry].