Job Hugging, Tak Nyaman Tapi Susah Move On

Goresan Pena Dakwah
0


Ilustrasi: job hugging (pinterest)

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban


Beritakan.my.id, Opini--Persebaran informasi begitu masif, terutama gaya hidup, di Amerika Serikat muncul fenomena baru di dunia kerja, yaitu job hugging. Ternyata juga melanda Indonesia. Istilah ini merujuk pada kondisi karyawan yang memilih bertahan di pekerjaannya meski merasa tidak nyaman, kehilangan motivasi, atau bahkan frustrasi.


Alih-alih mencari pekerjaan baru, mereka tetap bertahan. Salah satu faktornya, karena situasi ekonomi yang penuh ketidakpastian. Melihat fenomena ini, Prof. Tadjuddin Noer Effendi, Pengamat Ketenagakerjaan sekaligus Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), menyebut job hugging merupakan fenomena yang lahir dari realitas ekonomi yang tidak stabil. Sehingga banyak pekerja memilih bertahan di posisi laam karena khawatir kehilangan pekerjaan, karena lebih sulit lagi keadaannya ketika mencari pekerjaan baru.(suarasurabaya.net, 22-9-2025).

Baca juga: 

Pujian Global Emansipasi, Perempuan dalam Jebakan Narasi


Prof Tadjuddin menambahkan, perlambatan pertumbuhan ekonomi membuat banyak perusahaan lebih berhati-hati dalam membuka lowongan baru. Rekrutmen pegawai baru ditekan seminimal mungkin, sementara posisi yang sudah ada dipertahankan dengan beban kerja yang relatif sama atau bahkan lebih berat. 


Dampaknya, produktivitas karyawan menurun, demikian dengan loyalitas dan semangat kerja, lebih turun drastis. Dalam jangka panjang akan menurunkan daya saing perusahaan itu sendiri, sehingga perusahaan perlu memberi perhatian lebih pada kesejahteraan karyawan. Tidak hanya melalui gaji pokok, tetapi juga penghargaan, bonus, hingga penciptaan iklim kerja yang sehat.


Kapitalisme Global Gagal Jamin Kesejahteraan 


Sejahtera adalah keadaan ideal yang ingin diraih setiap manusia. Salah satu jalan mendapatkannya dengan bekerja. Lebih dari itu, bekerja adalah bentuk apresiasi dan eksistensi seseorang atas ketrampilan dan keilmuan seseorang di masyarakat. Namun dengan munculnya job hugging menunjukkan hari ini bekerja justru menjadi momok, di sisi lain kesempatan kerja sangat sempit, begitu bekerja lebih seringnya tak sesuai dengan jurusan dan passion. 


Dan inilah bukti Kapitalisme Global telah gagal menjamin pekerjaan bagi rakyat. Negara hanya mampu berjanji, setiap kali investasi bertandang, lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja dipastikan teratasi. Tapi faktanya, angka pengangguran semakin tinggi. Jangankan yang sudah stok lama, fresh graduate sekolah atau kampus favorit pun mental. 


Mengapa demikian? Kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang asasnya sekuler yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga memberikan kebebasan tanpa batas kepada para pemilik modal mengeksplore kekayaan alam yang sejatinya merupakan hak milik umum demikian pula telah menjadi amanah UUD 1945. Padahal industrialisasi pengelolaan tambang dan energi adalah salah satu penyedia lapangan pekerjaan terbesar.


Sayangnya negara telah memberikan hak dan kewenangan pengelolaan itu kepada swasta sehingga lapangan pekerjaan kian sempit. Karena perekrutan terbatas dan jika pun ada hanya sebagai buruh. Sedangkan tenaga ahli atau teknisi dari swasta. Yang pasti industrialisasi dalam Kapitalisme hanya menyisakan penderitaan bagi rakyat, ruang hidup dirampas, bencana sosial dan ekologi sudah pasti terjadi. Job fair juga tak banyak membantu. 

Baca juga: 

MBG Kebijakan Boros di Tengah Efisiensi


Kapitalisme juga menyuburkan praktik ekonomi non riil dan ribawi, seperti pasar saham, bitcoin dan sejenisnya, sehingga semakin mimin menyerap tenaga kerja karena pergerakan ekonomi tradisional juga minim. Tak selalu jual beli ada barang dan uang, bisa jadi hanya angka yang berpindah.


Demikian pula dengan konsep pendidikan di lembaga pendidikan sebagai pencetak generasi tangguh dan mandiri, Kapitalisme meniscayakan kurikulumnya berbasis sekuler ( tanpa landasan agama) dan linier dengan penyiapan lapangan pekerjaan. Ada pun sekolah atau pendidikan tinggi vokasi juga marak dibentuk dan di support negara, dengan target adaptif dengan dunia kerja tetap tak bisa menghapus angka pengangguran menjadi nol. 


Prinsip liberalisasi perdagangan (termasuk perdagangan jasa) dalam Sistem Kapitalisme, menjadikan negara lepas tangan dalam memastikan warganya bisa bekerja, untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat. 


Negara bahkan beritung untung rugi dengan rakyatnya, salah satunya dengan mendorong rakyat menjadi pekerja migran, dengan alasan standar gaji di luar negeri lebih menguntungkan, sekaligus mereka menjadi pahlawan devisa yang berjasa kepada negara. Padahal risikonya lebih banyak negatifnya, dan sepanjang ini masih banyak tenaga migran di luar negeri yang belum ditangani dengan benar oleh negara. 


Islam Solusi Terbaik Wujudkan Sejahtera


Tak ada solusi terbaik selain Islam dalam mengatasi sempitnya lapangan pekerjaan, tidak stabilnya ekonomi global dan hilangnya sejahtera serta keadilan. Dalam pandangan Islam, negara adalah penanggung jawab utama mengurus rakyat, termasuk menyediakan lapangan kerja. Sebagaimana penjelasan Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama pembaharu, dalam salah satu kitabnya yang berjudul "Struktur Pemerintahan Islam" bab departemen administrasi yang bertugas mengurusi seluruh urusan rakyat salah satunya pekerjaan. 


Dalilnya adalah hadis riwayat Imam bukhari yang menyebutkan tentang seorang pemuda meminta pekerjaan kepada Rasulullah. Sebagai kepala negara Islam ketika itu beliau bertanya, ada apa di rumahmu, dan pemuda itu menunjukan uang dua dinar. Maka Rasulullah memerintahkan untuk satu dinar dibawa ke pasar untuk dijual dan diberikan makanan untuk keluarganya di rumah, satu dinar lagi untuk beli kapak dan tali, meminta mencari kayu dan menjualnya. Rasul melarang pemuda itu untuk kembali sebelum 15 hari. 

Baca juga: 

Krisis Figuritas Jebak Generasi Bermaksiat


Maka, menjadi kebijakan Khilafah (sistem pemerintahan Islam) untuk menyediakan lapangan kerja , bukan hanya sebagai ASN, tapi juga dalam bidang lainnya sesuai keinginan rakyat. Mendorong industrialisasi yang mengelola sumber daya alam, ihyaul mawat (menghidupkan tanah mati), memberikan tanah produktif, memberikan bantuan modal, sarana dan keterampilan bagi warga yang membutuhkan dan lainya


Pendidikan dan pekerjaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dengan bekerja kehidupan menjadi lebih baik, sedangkan pendidikan adalah upaya untuk menambah keragaman pekerjaan sesuai keinginan dan ketrampilan yang dimiliki. Keduanya merupakan aktifitas ruh dan keimanan yang kokoh, sehingga rakyat melakukan setiap pekerjaanya dengan dorongan ibadah, terikat dengan standar halal-haram. 


Demikian pula dengan negara, wajib melayani urusan rakyat dengan syariat dan menjadikannya sebagai dorongan keimanan. Pemimpin adalah sebagaimana yang digambarkan Rasulullah yaitu, "Imam/Khalifah adalah penggembala (raa'in), dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya." (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahualam bissawab. [ry].

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)