MBG, Kebijakan Boros di Tengah Efisiensi

Goresan Pena Dakwah
0

Ilustrasi: Menu MBG (pinterest)

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban


Beritakan Kebenaran.my.id--Berita program MBG akhir-akhir ini berputar pada penolakan makanan MBG olen beberapa siswa sekolah seperti sebuah SD di Madura, Jawa Timur, maraknya keracunan siswa dan guru di beberapa daerah setelah menyantap makanan yang disajikan, food tray yang mengandung minyak babi dan bolehnya penyajian makanan non halal di wilayah yang 100 persen penerima manfaat non muslim, semua belum ada evaluasi, bahkan rakyat lebih memilih menghentikan program nirguna ini segera dihentikan tak jua digubris. 


Yang terbaru, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengatakan mulai Januari 2026, program MBG diproyeksikan menyedot anggaran senilai Rp 1,2 triliun per hari untuk memberi makan bergizi kepada 82,9 juta anak di seluruh penjuru negeri (kompas.com, 9-9-2025). 


Ia menggambarkan besarnya anggaran yang mencolok dengan dua hari BGN sama dengan satu tahun anggaran Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas. Hingga kini, realisasi anggaran MBG masih jauh dari target. Dari total anggaran 2025 sebesar Rp 71 triliun, baru Rp 13 triliun yang terserap. Meski begitu, infrastruktur pelaksanaan terus berkembang.


Dadan mencatat ada 7.475 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum yang aktif melayani lebih dari 25 juta orang. Dadan ketika menggambarkan banyaknya penerima manfaat MBG dengan berseloroh, "Jadi kita sudah hampir bisa melayani 1 penduduk seluruh benua Australia atau empat negara Skandinavia."


Program MBG pada praktiknya tidak hanya mengandalkan APBN, tapi juga melibatkan partisipasi mitra. Sudah ada 29.000 SPPG yang mendaftar. Biaya pembangunan setiap unit diperkirakan mencapai Rp 2 triliun, dan itu ditanggung oleh mitra MBG, bukan BGN.

Baca juga: 

Krisis Figuritas, Jebak Generasi Bermaksiat


Pembangunan SPPG jelas memiliki dampak ekonomi, nantinya satu unit SPPG mampu menyerap tenaga kerja langsung hingga 50 orang. Selain itu, keberadaan SPPG membutuhkan 15 pemasok bahan baku seperti beras, sayuran, lauk, maupun logistik. Para pemasok ini pun tidak bisa bekerja sendiri, mereka memerlukan pekerja tambahan mulai dari buruh, sopir, hingga tenaga gudang. Artinya, dari satu SPPG saja, ada rantai ekonomi yang bergerak luas dan menciptakan multiplier effect bagi masyarakat sekitar.


Bandingkan dengan anggaran pendidikan Indonesia tahun 2025 adalah sebesar Rp724,3 triliun. Jumlah itu merupakan 20% dari total APBN 2025 dan disebut sebagai yang tertinggi dalam sejarah. Namun, disebut anggaran pendidikan tidak semata untuk pendidikan, anggaran ini akan digunakan untuk berbagai program prioritas, termasuk peningkatan kesejahteraan guru, revitalisasi sekolah, program bantuan pendidikan seperti PIP dan KIP, serta beasiswa melalui LPDP dan program MBG karena memberikan makan untuk anak sekolah maka dianggap bagian dari anggaran pendidikan.


Kebijakan Populis 


Masyarakat seringkali membuat plesetan arti MBG dengan Makan Beracun Gratis saking banyaknya kasus keracunan pasca menyantap menu MBG. Sepanjang ini para pejabat bahkan Presiden Prabowo tidak melakukan tindakan lebih jauh dari sekadar janji akan menyelidiki lebih lanjut. Bahkan ironinya, Prabowo mengatakan banyak pujian dari negara lain atas kesuksesan Indonesia menyelenggarakannya. Perkara ada korban, itu hanya 1 persen dan tak sebanding dengan besarnya manfaat. Prabowo tetap bersikukuh untuk melanjutkan program. 


Yang semestinya mengadakan evaluasi, malah anggaran ditambah, padahal ini adalah kebijakan populis karena kepalang tanggung terlanjur berjanji di kampanye kemenangan Prabowo saat mencalonkan diri menjadi presiden. 


Bisa jadi semua laporan para pembantu presiden itu berbumbu manis dan asal bapak senang tanpa mau turba melihat yang sebenarnya. Ironinya, negara kaya raya malah hanya mampu memberi makan gratis, bukankah semestinya bisa lebih dari itu? Negara sangat bisa ciptakan ketahan pangan yang lebih mandiri dan berdaulat. 

Baca juga: 

Rekening Dormant, Rugikan atau Makin Sengsarakan Rakyat?


Namun inilah realita ketika negara menerapkan Sistem Ekonomi Kapitalisme. Beritung untung rugi dengan rakyat dan bukan pelayanan. MBG tak lebih dari proyek para pengusaha katering, olahan makanan dan lainnya. Negara hanya menjadi regulator kebijakan yang memudahkan mereka menangguk untung. Jelas mereka tak akan berpikir pelayanan, tapi profit. 


Islam Sejahterakan Tanpa Membebani Anggaran


Islam tak hanya mengatur tatacara ibadah seorang hamba kepada PenciptaNya, tapi juga memerintahkan setiap muslim untuk berhukum kepada hukum Allah SWT. Dari mulai hukum muamalah, sosial, pendidikan, ekonomi, politik hingga bernegara. 


Allah SWT. berfirman yang artinya, "...maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu..." (TQS al-Maidah:48). 


Artinya, setiap muslim, apalagi pemimpin wajib menerapkan dan menjalankan setiap aktifitasnya berdasarkan syariat. Untuk itu diwajibkan bagi negara untuk menjamin setiap rakyatnya terpenuhi kebutuhan pokoknya dari sandang sandang, papan, pangan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Sebab negara memiliki kekuasaan berikut semua perangkat kelembagaan untuk melayani umat. 


Syariat mewajibkan negara menegakkan ketahanan pangan secara mandiri tanpa bergantung pada negara lain. Negara tidak menjalin kerjasama apapun dengan negara yang memusuhi bahkan memerangi kaum muslim, apalagi meratifikasi kebijakan global yang jelas jelas penjajahan berkedok pinjaman, hibah, investasi dan lainnya. 

Baca juga: 

PPPK Turun SK, Pernikahan Resmi Talak Cerai


Negara berdasar syariat Islam tidak akan menggagas MBG, tapi membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin, tidak hanya sebagai ASN tapi juga peluang menjadi wiraswasta, petani, pelaut Dan semua profesi yang bisa menggugurkan kewajiban seorang ayah menafkahi keluarga yang menjadi tanggungannya. 


Di sisi lain, Baitulmal, sistem keuangan dalam Islam akan diperintahkan untuk membiayai pengeluaran negara seperti sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan. Sehingga rakyat mudah mengaksesnya. Setiap program tidak memberatkan Baitulmal sebab pendapatan utama bukan dari pajak Dan utang luar negeri melainkan dari pengelolaan SDA yang berlimpah, harta milik negara seperti fai, jizyah dan lainnya serta pajak. Semua itu jumlahnya berlimpah, sehingga kesejahteraan bukan sekadar retorika. Wallahualam bissawab. [ry].

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)