Ilustrasi: Media Sosial (Pinterest)
Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritakan.my.id, Opini--Dalam salah satu podcast Denny Sumargo muncul seorang wanita bernama Sintia yang mengaku memiliki anak dari Giovanni Surya Saputra atau DJ Panda. Berawal dari kekaguman seorang fans kepada idolanya, berlanjut hubungan tak seharusnya terjadi di antara mereka hingga menghasilkan seorang bayi (beritasatu.com, 27-8-2025).
Ternyata tak hanya satu wanita yang mengaku hamil karena Sang DJ. Sebelumnya ada Erika Carlina. Ironinya, kerabat DJ Panda, Roy Shakti mengatakan DJ Panda sudah mengakui keduanya, tetapi juga sudah ada surat kesepakatan dan tidak masalah. Dan ini bukan hal yang baru, tambahnya.
Roy mengakui dua-duanya salah, yang satu hubungan cinta satu malam dan yang satu salahnya enggak pakai alat pengaman. Makanya, terjadilah itu. Namun sejauh ini Panda tidak pernah berbicara mau menggugurkan, yang dipegang Panda dan keluarga karena adanya surat kesepakatan yang menyebutkan tidak ada saling menuntut apabila terjadi di kemudian hari.
Cinta Sesaat atau Normalisasi Maksiat?
Jika mau jujur, nasib wanita seperti Sintia hari ini sangatlah banyak. Tak hanya karena memang pekerjaan mereka penjual sek bebas, namun sekadar idola mengidolakan pun ada. Dan sebenarnya itu adalah bagian dari fitrah manusia, satu pihak ingin disanjung, satu pihak yang lain senang menyanjung. Eksistensi diperjuangkan, agar dianggap ada, syukur-syukur bisa menghasilkan uang, popularitas atau sejumlah manfaat lainnya. Sayangnya sistem hari ini membuat sesuatu yang fitrah jadi salah jalan karena agama dipisahkan dari kehidupan.
Baca juga:
Rekening Dormant, Rugikan atau Makin Sengsarakan Rakyat?
Tidakkah kita miris? Banyak orang mengatakan ini bagian dari gaya hidup, mengapa kolot sekali. Tak ada virginitas abadi, my body my authority, kalau tak suka skip aja dan lainnya, padahal kata-kata inilah yang beracun, sebab lahir dari cara pandang sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan.
Dengan tanpa hujjah yang jelas, mereka memuja sesama manusia, yang bahkan kelak tak bisa memberi mereka manfaat akhirat tapi di dunia mereka bela sampai mati. Tak peduli maksiat di mata Allah, yang penting mereka sudah masuk golongan unlimited, bisa dekat dengan idola dan persaingan itu mereka menangkan, sangat istimewa.
Lantas, jika kita korelasikan kepada pencapaian Indonesia Emas 2045, samasekali tak ada upaya negara menyelesaikan masalah ini. Institusi pernikahan hanya norma, bukan tujuan ibadah. Banyak bayi terlantar bahkan dibunuh untuk menutup malu, anak tak bisa berwali kepasa bapak biologisnya karena ia lahir di luar nikah. Banyak anak kurang gizi (stunting). Banyak perceraian akibat mental tidak siap berumah tangga atau alasan ekonomi. Dan dalam kasus DJ Panda semua selesai dalam lembar surat kesepakatan.
Disebut apalagi ini jika bukan bencana? Pendidikan yang diselenggarakan negara saatnya dievaluasi, sebab outputnya justru manusia yang rajin menormalisasi zina atau pergaulan bebas. Kurikulum hari ini hanya fokus pada market pasar, di sisi lain, negara tidak menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai.
Peradaban mulia tidak sekadar dari megahnya infrastruktur tapi juga sumber daya manusianya. Generasi yang hedonis, kecanduan judol, narkoba, suka tawuran, membunuh, mencuri, seks bebas dan lainnya sangat tidak layak mengawal peradaban manusia, maka butuh langkah nyata mewujudkan perubahan.
Baca juga:
PPPK Turun SK, Pernikahan Resmi Talak Cerai
Bukan perubahan sebagaimana negara maju hari ini, misal AS dan Jepang. Dunia dibuat terkagum-kagum dengan kecanggihan teknologi dan terdepan sistem digitalisasinya, namun di sisi lain, negara mereka darurat narkoba, depresi, seks bebas, kriminalitas dan angka bunuh diri yang tinggi.
Islam Menjanjikan Kesejahteraan Hakiki
Islam adalah idiologi atau mabda, alasannya karena Islam tak hanya mengatur ibadah pemeluknya ( akidah) tapi juga memberikan solusi bagi setiap problematika kehidupan dengan syariat ( aturan). Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk berhukum hanya kepada hukum Allah, siapa saja yang mengabaikan bahkan menggantinya dengan hukum lain, maka di dunia akan menerima bencana, di akhirat akan diazab.
Pendidikan dalam Islam adalah kebutuhan pokok, negara dalam hal ini wajib menyelenggarakan bagi rakyatnya secara berkualitas dan gratis atau murah. Kurikulum disusun oleh negara berdasarkan akidah Islam. Tujuannya adalah mencetak generasi yang bersyaksiyah Islam, dimana pola pikir dan pola sikapnya selaras dengan akidah Islam.
Negara juga menjamin lapangan pekerjaan yang luas, baik di bidang pemerintahan, industri, pertanian ataupun wiraswasta. Hal ini akan memudahkan para ayah atau kepala keluarga mendapatkan nafkah yang layak bagi keluarganya. Dan institusi keluarga bisa berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu madrasah pertama bagi anak-anak dan pencetak generasi tangguh sekaligus bertakwa yang akan mendukung negara kuat dan mandiri.
Sistem hukum dan sanksi juga akan diterapkan secara tegas, perzinahan tidak akan dinormalisasi. Bagi pezina yang belum menikah mereka akan dicambuk, mereka yang tidak menutup aurat sempurna padahal muslim pun akan mendapat sanksi. Pergaulan akan ditata, tempat-tempat yang rentan dipergunakan zina dan praktik maksiat lainnya akan dihapus.
Baca juga:
PMI, Masa Depan Cerah, Devisa Negara Bertambah
Media sosial dan penyiaran apapun akan ada dalam kendali negara, semua konten ataupun siaran yang melanggar hukum syara akan dianggap tindakan kriminal dan pasti mendatangkan hukum yang berat pula.
Negara mendorong rakyatnya untuk belajar Islam Kâfah agar mampu bermuhasabah kepada penguasa jika ia melenceng dari syariat. Atau ada pelanggaran hak-hak masyarakat atau individu. Sehingga suasana keimanan akan terus terjaga. Dan syariat Islam tidak akan tegak tanpa Khilafah, kaum muslim berkewajib berdasarkan keimanan memperjuangkannya. Wallahualam bissawab. [ry].