Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritakan.my.id, Opini--Presiden Prabowo mengucapkan selamat Hari Santri Nasional, yang jatuh tanggal 22 Oktober 2025 kepada para santri, santriwati, kiai, nyai, hingga keluarga besar pondok pesantren di seluruh tanah air. Dalam sambutannya, presiden mengingatkan kembali kontribusi santri dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Hal ini merujuk pada momen Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 yang dipelopori KH Hasyim Asy’ari. Menurut Presiden Prabowo, semangat jihad yang digelorakan para santri 80 tahun silam tetap relevan hingga hari ini, yaitu menjaga keutuhan bangsa dengan ilmu dan keimanan (setneg.go.id, 24-10-2025).
Tema yang diambil “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”, ini menjadi cerminan tekad santri masa kini untuk berkontribusi pada kemajuan bangsa, presiden juga menekankan bahwa santri harus siap menjadi bagian dari kemajuan global tanpa melepaskan akar nilai keislaman dan keindonesiaan.
Pemerintah pun telah melakukan langkah konkrit untuk memperkuat ekosistem pendidikan keagamaan berbasis pesantren yaitu dengan pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di bawah Kementerian Agama. Berdasarkan Surat Nomor B-617/M/D-1/HK.03.00/10/2025 tentang Persetujuan Izin Prakarsa Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 152 Tahun 2024 tentang Kementerian Agama yang ditandatangani presiden tanggal 21 Oktober.
Keputusan ini bukan sekadar penataan birokrasi, tetapi pengakuan formal negara atas peran historis dan strategis pesantren dalam membangun pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.
Bahkan menurut Wamenag Romo Muhammad Syafi’i, dengan disetujuinya izin prakarsa ini, pemerintah membuka jalan bagi lahirnya Ditjen Pesantren sebagai lembaga yang akan memperkuat tiga fungsi utama pesantren ( pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat) secara lebih sistematis, inklusif, dan berkelanjutan. Ini bukan hanya pemenuhan janji politik, tetapi juga langkah strategis memperkokoh kemitraan antara negara dan pesantren menuju visi Indonesia Emas 2045.
Baca juga:
Isu Konvergensi, Eufemisme Makna Pluralitas
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menambahkan, permintaan presiden kepada jajaran tak hanya terkait mutu pendidikan tapi juga terkait pengecekan keamanan gedung dan bangunan pesantren di Indonesia. Demikian juga lembaga-lembaga pendidikan berbasis agama yang lain, termasuk rumah-rumah ibadah, baik masjid, musala, kemudian gereja dan rumah-rumah ibadah yang lain untuk dipastikan dari sisi teknis sipil keamanannya dan memenuhi standar-standar minimal. Pemerintah juga akan menyalurkan Program Makan Bergizi Gratis untuk para santri sebagai upaya peningkatan sumber daya manusia di pesantren.
Peringatan Hari Santri Nasional, Seremonial (lagi)
Serangkaian upaya yang ditempuh pemerintah dalam memperingati Hari Santri Nasional patut diapresiasi. Meski banyak pihak mensinyalir upaya ini sebagai buntut insiden robohnya musala lantai empat Pondok Pesantren Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Insiden itu ditetapkan sebagai bencana nasional dan pembangunannya kembali akan dianggarkan dari dana APBN.
Pemerintah Daerah Sidoarjo dan DPRD Sidoarjo pun, segera menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Fasilitasi Pesantren dengan tujuan memberikan fasilitas dan dukungan lebih konkret bagi pesantren, termasuk dalam hal pengawasan pembangunan fisik, agar insiden serupa tidak terulang.
Tak ubahnya peringatan pada tahun-tahun sebelumnya, seperti apel atau upacara bendera, kirab, baca kita hingga festival sinema serangkaian upaya pemerintah tahun ini bak pelengkap seremonial, belum ada gebrakan nyata terhadap nasib santri dan ponpesnya. Gambaran santri sebagai sosok fakih fiddin ( pandai dalam hal agama) dan agen perubahan sirna manakala dihadapkan pada fokus pemerintah yaitu bangun direktorat jendral dan MBG.
Kebijakan populis, seolah sudah berpihak pada kemajuan santri serta loyalitasnya dalam membela negara dari serangan penjajah. Padahal, sejatinya kian menjauhkan, santri masa kini justru dimanfaatkan untuk menjadi agen moderasi beragama dan agen pemberdayaan ekonomi.
Baca juga:
Bansos Digital, Nasib Rakyat Tetap Fragmental
Tema “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia” terasa hanya seremonial saja ketika yang dilakukan oleh pemerintah malah melemahkan. Apalah arti ucapan selamat dan mengingatkan resolusi jihad para santri jika hari ini mereka tidak diarahkan kembali untuk memiliki visi dan misi jihad melawan penjajahan gaya baru dengan menjaga umat dan syariat. Peradaban dunia mana yang akan dituju, jika landasan sistemnya masih sekuler dan bukan Islam?
Dengan langkah yang tak jelas, mana mungkin tujuan sebagaimana yang tertulis di tema akan tercapai, bisa-bisa peran strategis santri dan pesantren justru dibajak untuk kepentingan mengokohkan sistem sekuler Kapitalisme.
Hanya Islam Mampu Mewujudkan Peradaban Cemerlang
Santri sebagai pelopor agen perubahan, memiliki peran strategis yaitu menjaga umat. Agar memiliki pemahaman agama yang mumpuni sehingga mampu bergerak bersama mewujudkan peradaban Islam cemerlang. Santri dengan bekal fakih fiddin yang ditempa di pesantren semestinya mendapat support dari negara secara penuh.
Negara menjadi penanggungjawab utama untuk mewujudkan eksistensi pesantren dengan visi mulia mencetak para santri yang siap berdiri di garda terdepan melawan penjajahan dan kezaliman. Wallahualam bissawab. [ry].

