Ilustrasi Pinterest
Oleh Lulu Nugroho
Beritakan.my.id, Opini_ Seorang bocah perempuan yang masih berusia 16 tahun warga Kecamatan Bantargebang, Bekasi, diduga kuat menjadi korban penculikan hingga pemerkosaan. Bahkan ia akan dijual melalui aplikasi daring. Korban trauma berat setelah tiga hari disekap di kontrakan di kawasan Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi. Polisi kini tengah mendalami jejak digital dan kemungkinan adanya jaringan perdagangan anak di balik kasus ini (Bekasipojoksatu.id, 16/11/2025)
Berita penculikan kembali marak terdengar, sesudah kasus Bilqis, balita Makassar yang akhirnya ditemukan di Jambi. Setelahnya bermunculan berita anak hilang, yang masih belum dapat ditemukan. Kondisi ini memantik kemarahan para orang tua sebab menunjukkan bahwa negara tak mampu menyediakan ruang yang aman bagi generasi. Lemahnya penjagaan, tak mampu menghentikan penculikan dan perdagangan anak. Keamanan tampaknya menjadi hal yang berharga di negeri ini
Bayangkan saja, Bilqis telah melintasi beberapa pulau dan berkali-kali pindah tangan, hingga tarif jualnya pun menjadi berlipat ganda. Pelakunya diduga bukan 1 atau 2 orang, melainkan beberapa orang yang berbentuk sindikat yaitu penculik, penadah, perantara dan pembeli. Jika betul kejahatan ini dilakukan oleh sindikat, maka seluruh pelaku yang terlibat tentu harus mendapat sanksi, tanpa kecuali. Jika tidak, maka kasus semacam ini akan berulang di banyak tempat di tanah air.
Miris, anak kembali menjadi komoditas perdagangan. Bahkan bisa jadi lintas negara, jika pihak berwajib tidak segera menemukan pelaku. Kasus Bilqis cepat viral, sehingga masyarakat ikut memantau kasus ini. Sedangkan kasus lain menguap begitu saja, tanpa kejelasan. Sementara masih ada anak-anak lain yang belum kembali ke pangkuan orang tuanya.
Tampak bahwa Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pun kini menyasar anak-anak. Melalui interaksi online (digital) menjadikan transaksi mudah dilakukan. Anak korban penculikan, estafet ke beberapa tangan. Bermacam bahaya mengintainya seperti adopsi ilegal, eksploitasi seksual anak atau penjualan organ. Seperti kita ketahui, pasar gelap penjualan organ pun sangat rawan mengancam keselamatan manusia. Kondisi ini membuat anak-anak menjadi obyek yang sangat rentan dan perlu berada dalam perlindungan yang tepat.
Dan ternyata tidak hanya di ruang publik, di rumah atau sekolah pun, anak bisa saja hilang. Terutama ketika pengasuhnya lengah. Apalagi para penculik kini tampil menarik, sebagai seseorang yang mudah dipercaya, dengan tampilan keibuan, berkerudung atau iming-iming mainan dan makanan kesukaan anak. Maka wajar jika anak-anak terpedaya karenanya.
Sekularisme tak mampu menjaga generasi. Jauhnya manusia dari hukum Allah, menjadikan anak-anak sebagai obyek perdagangan. Ada cuan menggiurkan di balik aktivitas tersebut, yang tak peduli keselamatan manusia-manusia kecil ini.
Islam Memberi Ruang Aman
Negara berperan penting memastikan keamanan bagi setiap warga. Maka seluruh media harus dikendalikan negara, dipastikan tidak menyebarkan pemikiran sesat, pornografi dan pornoaksi, maupun aplikasi jualan daring yang menjajakan manusia. Seluruh aktivitas manusia baik ekonomi dan pergaulan, terikat dengan hukum Allah.
Apabila terjadi pelanggaran, maka negara akan menegakkan persanksian yang tegas yang bersifat penebus (jawabir) dan pencegah (zawajir), untuk memastikan ruang publik aman bagi anak. Islam pun memiliki jaminan terhadap keamanan dan jiwa manusia (maqasid syariah). Penerapan sistem Islam merupakan tanggung jawab membentuk masyarakat takwa, menghindari segala bentuk bencana yang mungkin akan mengancam kehidupan.
Pendidikan diarahkan pada pembentukan kepribadian (syakhsiyah) Islam, yang taat dan tunduk kepada Allah sang Pengatur (Al-Mudabbir). Orang tua menjaga anak-anaknya sebagai tanggung jawab kepada Islam. Bahwa sejatinya mereka sedang membentuk kepemimpinan di dalam diri generasi.
Pun negara wajib memberlakukan sistem pergaulan Islam. Di sana laki-laki dan perempuan akan diposisikan sebagaimana Allah menetapkannya, menjaga kesucian, kehormatan, membentengi pergaulan dengan sebaik-baik penjagaan. Maka ketika sekularisme mengabaikan peran Allah, terbukalah kemaksiatan. Perempuan tak lagi dimuliakan, melainkan hanya sebagai obyek eksploitasi belaka. Anak pun sebagai obyek yang lemah, tak lagi dilindungi, akan tetapi justru dijadikan sebagai komoditas.
Sejatinya mereka perlu dijaga sejak dini, diberi kasih sayang, ilmu, asupan yang baik kepada fisik dan jiwanya agar terbentuk kepribadian baik. Sebab anak adalah agen perubahan, mereka aset peradaban, karenanya mereka harus berada dalam pengasuhan yang baik, dicintai sepenuh hati, diberi ruang untuk tumbuh dan berkembang, agar muncul seluruh potensi baik yang mereka miliki, hingga mencapai masa depan gemilang. Kelak merekalah yang akan mengendalikan roda kehidupan hingga ke haribaan Allah pencipta semesta alam. Allahumma ahyanaa bil Islam.

