Jangan Salahkan Jilbabku

Goresan Pena Dakwah
0

Ilustrasi: muslimah dengan Al-Quran

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban


Beritakan.my.id, Opini--Bagi mereka yang mengikuti youtuber dan konten kreator yang fasih berbicara dalam berbagai bahasa asing, Muhammad Fiqih Ayatullah atau lebih dikenal Fiki Naki tentu sedikit terkejut atas kabar pernikahannya dengan Tinandrose, seorang penulis, podcaster, sekaligus pengusaha hijab yang memiliki nama asli Tina Agustin (liputan6.com, 24-11-2025).


Setelah di Oktober lamaran, November akad nikah dilangsungkan. Publik tentu masih ingat dengan kisah asmara Fiki Naki dengan seorang gadis berbangsa Turki yang juga seorang konten kreator, Tugba Kiara. Mereka berpacaran sejak 2022 dan putus 2024 dikarenakan ada hal prinsip yang tak bisa mereka lewati.


Pernikahan yang diinginkan Fiki dan keluarganya agar tak ada fitnah, sementara keluarga Tugba menginginkan gadis bermata jeli itu selesai kuliah tepat waktu dan tidak buru-buru menikah. Padahal dua keluarga besar masing-masing sudah saling kenal, Tugba pun sudah pernah ke Indonesia.

Baca juga: 

Menggali Makna Agama Tidak Boleh Berhenti Di Mimbar


Penampilan istri Fiki yang berjilbab bahkan bercadar, demikian pula Tugba yang berkerudung menambah daftar panjang penilaian netizen perempuan berkerudung tak senilai dengan akhlaknya. Sebut saja kasus Inara Rusli yang viral karena tersandung kasus selingkuh, seolah membenarkan pakaian tertutup pun tak bisa menghindari syahwat liar, jadi lebih baik pakaian seksi tapi beradab.


Jangan Salahkan Jilbabku


Berjilbab kini memang menjadi trend, banyak artis perempuan, para sosialita yang “ berhijrah” dari pakaian seksi terbuka auratnya beralih mengenakan jilbab, kerudung berikut cadar. Komunitas kajian yang melayani kaum sosialita inipun marak, menghadirkan ustaz-ustaz kondang yang sosialita juga dengan bayaran tinggi. Itulah indahnya Islam, tidak kaku ketika memahamkan umat, berdakwah bisa dengan berbagai cara.


Namun tidak bisa dihindari, peristiwa hijrah itu tak serta merta menunjukkan ketinggian akhlak, tajamnya pemikiran, luasnya tsaqofah Islamnya bahkan tak menunjukkan jaminan akan selamanya menutup aurat, sebab banyak juga artis perempuan yang awalnya berjilbab kemudian memutuskan melepas.


Penilaian sepihak inilah yang memunculkan stressor penyebab depresi pada diri seseorang. Di era hari ini, berhijab tidaklah mudah, bisa jadi hanya menggambarkan hijrah tingkat dasar, namun kesadaran untuk menuju ketaatan itu yang patut diapresiasi. Tidak semua yang hijrah benar-benar mengambil keputusan berdasarkan kesadaran, banyak faktor yang memengaruhi, maka butuh lingkungan yang kondusif, agar niat yang sudah tumbuh menjadi kuat dan mengkristal.

Baca juga: 

Duta GenRe, Penentu Suksesnya  Generasi Emas 2045

Maka, semestinya jika ada kesalahan itu bukan jilbabnya, melainkan manusianya yang sedang berproses. Jika saja kita bisa menelaah lebih mendalam. Sistem aturan hari ini sangat menyulitkan seseorang beribadah, meski hanya kebutuhan salat yang masuk dalam kebutuhan pribadi, tanpa dukungan sistem yang tepat salat tak akan benar-benar menjadi tameng bagi perbuatan keji.


Kapitalisme Feminisme Akar Masalah


Meski Indonesia adalah negeri muslim terbesar di dunia, namun hanya satu syariat Islam yang praktis masih diterapkan, yaitu pernikahan dengan talak cerainya. Selain itu menggunakan sistem buatan manusia, yaitu Sistem Kapitalisme. Tentu asasnya adalah sekuler, sebab tak ada porsi agama di dalamnya. Halal haram hanya ilusi.


Sistem Kapitalisme berpatok pada harta atau modal, syariat Islam, dalam hal ini kewajiban menutup aurat bagi perempuan baligh malah jadi komoditas empuk para pengusaha kakap. Terciptalah berbagai fashion baju yang diklaim syari namun tak syari, entah bahannya yang tipis sehingga masih terlihat lekuk tubuhnya, terdiri dari potongan atas dan bawah, padahal ayat Al-Quran jelas menyebutkan jilbab itu menutup seluruh dada dan dari bahan yang yang tidak mudah menampakkan bentuk tubuh seolah berpakaian tapi masih telanjang.


Belum lagi budaya pacaran dan selingkuh setelah pernikahan yang jelas Allah pun mengharamkannya, para pengusaha kapitalis justru memfasilitasi kegiatan itu, baik berupa tontonan, potongan harga di resto dalam rangka perayaan valentine dan lainnya. Namun belum pernah ada hukuman yang menciptakan keadilan sekaligus efek jera ketika jelas ada bukti pacaran hingga perzinahan.


Padahal tatanan yang buruk inilah yang menjadi sekolahnya masyarakat terutama generasi hari ini, yang rancu memaknai halal haram. LGBT, pacaran, zina, bulliying, dan lainnya. Mereka yang hari ini berjilbab, tak segan pacaran, tak ragu berzina, bahkan ikut mengkampanyekan dirinya Islam moderat.


Islam Wujudkan Interaksi Sosial Halal


Dalam Islam, menutup aurat bukan komoditas, melainkan konsekwensi bagi setiap individu yang mengaku Islam, baik sejak lahir dari orangtuanya maupun mualaf (orang yang hatinya tertundukkan oleh imam Islam). Negara wajib mewujudkan industri tekstil terbaik, agar setiap muslimah bisa menutup auratnya dengan sempurna.

Baca juga: 

Pesantren Regenerasi Ulama, Bukan Penopang Ekonomi Nasional


Demikian pula pendidikan yang berbasis akidah, yang menjadikan setiap individu memiliki kepribadian Islam, hanya takut kepada Allah dan RasulNya, berjuang untuk meninggikan kalimat Allah dan tidak goyah dengan rayuan aturan selain Islam.Wallahualam bissawab. [ry].


Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)