Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Beritakan.my.id, Opini--Sejak bencana alam menimpa Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, pemerintah bak keong sawah merambat merespon bahkan latah mengomentari. Ada yang mengatakan ngerinya bencana hanya di media sosial, ada yang mengatakan banjir membawa pohon tumbang alami dan bukan gelondongan hasil ilegal logging, ada yang mengatakan bantuan BBM sudah tersalurkan.
Ada yang mengirim bantuan dengan helikopter tanpa karung, sehingga bahan bantuan terbanting dari ketinggian dan hancur saat menyentuh tanah, ada pula yang mengenakan rompi anti peluru seolah ia sedang mengunjungi Sudan, ada yang memanggul sekarung beras seolah dia Khalifah Umar bin Khattab, ada yang berniat menyumbang alat olahraga bagi pengungsi.
Hingga ada yang mengatakan jangan takut dengan ilegal logging namun hingga hari ini belum juga menetapkan kondisi gawat darurat. Padahal kondisinya parah. Ini perkara nyawa, namun Presiden Prabowo mengatakan bencana ini cukup diatasi secara kedaerahan.
Alasan utama, jika bencana di Pulau Sumatra ini ditetapkan sebagai darurat nasional akan ada banyak konsekwensi yang akan dihadapi negara. Salah satunya adalah pembiayaan. Negara sudah jatuh miskin sehingga tak punya daya tawar lagi di hadapan asing kecuali dijadikan pangsa pasar. Hingga hanya bergantung pada pendapatan pajak, yang tak seberapa ditambah dengan budaya korupsi yang menggurita.
Pemerintah pusat, melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta pemerintah daerah yang memiliki anggaran lebih untuk membantu daerah yang terdampak bencana, disebabkan anggaran belanja tak terduga (BTT) mereka yang minim. Terlebih ini akhir tahun, sudah pasti sangat tipis (detik.com, 3-12-2025).
Surat edaranpun diterbitkan, untuk menggerakkan kebijakan tersebut. Sementara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan ada pemangkasan anggaran BNPB. Dalam Nota Keuangan RAPBN 2026, anggaran BNPB tahun 2026 ditetapkan sebesar Rp 491 miliar, turun dibanding anggaran tahun 2025 yang sebesar Rp12,01 T. Penurunan ini terkait dengan bencana alam yang terjadi (detik.com, 1-12-2025).
Nasib BNPB sungguh malang, ia harus berbagi dengan anggaran lain yang cukup menyita meski tak penting seperti program MBG, IKN atau Whoos. Namun, lebih miris lagi, Mendagri menyebutkan status bencana nasional yang belum jug ditetapkan pemerintah adalah karena penanganan sudah setara dengan bencana nasional. Padahal media banyak memberikan hingga beberapa hari ada wilayah yang belum bisa diakses disebabkan hancur parah bahkan hilang.
Tito pun menambahkan tidak hanya Presiden Prabowo Subianto, para menteri juga menuju ke lokasi bencana, baik di Sumut, Aceh, maupun Sumbar, dengan mengerahkan semua kekuatan nasional, dan itu sudah sangat luarbiasa (kompas.TV, 2-12-2025).
Kapitalisme Lahirkan Pemimpin Bodoh dan Arogan
Berita pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un menghukum mati sekitar 30 pejabat, dengan cara ditembak karena gagal menghalau banjir besar yang melanda negeri itu. Atau berita Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul, yang didesak mundur karena gagal tangani banjir di Kota Hat Yai yang menyebabkan 175 orang tewas, ribuan orang mengungsi.
Di Indonesia tidak demikian, pejabat masih bisa Selfi bahkan ada yang kampanye colongan dengan meminta Prabowo maju lagi sebagai presiden abadi. Jelas, ada kesalahan berpikir sekaligus kesalahan sistem yang hanya melahirkan pemimpin bodoh dan arogan.
Bencana Sumatra, bukti yang jelas betapa bahayanya perusakan alam dalam Sistem Kapitalisme. Memang hujan turun dengan sangat deras, namun jika melihat dampaknya, ini bukan saja disebabkan faktor alam atau ujian dari Allah SWT. agar kita bersabar menghadapi ujian, tapi lebih kepada dampak buruk kejahatan lingkungan yang berlangsung puluhan tahun atas dasar legitimasi kebijakan pejabat, dari mulai pemberian hak konsesi lahan, obral izin perusahaan sawit, izin tambang terbuka, tambang untuk ormas, uu minerba, uu ciptaker, dan masih banyak lagi.
Demokrasi dan Kapitalismelah yang melahirkan penguasa dengan karakter buruk, sebab asas sistem ini adalah sekuler, pemisahan agama dengan kehidupan. Penguasa ini tak pakai hati, mereka kongkalinkong dengan pengusaha, tak kenal halal haram sehingga dalam kerjasama mereka keniscayaan menjarah hak milik rakyat atau umum. Penguasa & pengusaha kerap kongkalikong utk menjarah hak milik rakyat atau umum.
Jelas ini tamparan bagi negeri dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Apakah Islam tidak mengaturnya? Jika benar Islam adalah agama berasal dari Allah SWT., mengapa bencana justru datang beruntun? Jawabnya karena Islam sengaja dijauhkan oleh kaum kufar untuk menghancurkan generasi muslim. Sehingga yang tampak manusiawi hanya soal ibadah individu.
Padahal, hilangnya nyawa dan harta benda adalah bukti kelalaian negara dalam menjamin keamanan dan kesejahteraan.
Islam Wujudkan Masyarakat yang Bermartabat
Allah swt. berfirman yang artinya, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” . (TQS ar-Rum:41).
Artinya Allah sudah mengingatkan bahwa kerusakan di bumi akibat ulah manusia. Sebagai pemeluknya, maka wajib dengan penuh keimanan, menjaga kelestarian lingkungan. Sungguh indah, sebab hal itu dinilai sebagai ibadah. Dan wajib kita menegakkan Daulah Khilah, sebuah negara yang hanya menggunakan hukum Allah dalam semua aspek pelayananya.
Negara juga wajib memiliki kesiapan mengeluarkan biaya untuk antisipasi pencegahan banjir dan longsor, dan bencana lainnya. Demikian juga melibatkan pendapat para ahli lingkungan sekaligus membangun industrialisasi agar ketahanan pangan dan kedaulatan negara terwujud.
Negara memiliki pos pendapatan yang melimpah yaitu Baitulmal. Yang tak pernah inflansi, depresi sebagaimana hari ini, apalagi di korupsi. Hukum Allah tak hanya wajib kita baca, pelajari dan pahami tapi juga diterapkan. Hanya negara yang menerapkan syariat yang dapat meminimalisir terjadinya banjir dan longsor yang menyengsarakan rakyat.
Khalifah, pemimpin kaum muslim, adalah pemegang mandat dari Allah yang akan fokus setiap kebijakannya mengutamakan keselamatan umat manusia dan lingkungan dari dharar. Khalifah akan merancang blue print tata ruang secara menyeluruh, melakukan pemetaan wilayah sesuai fungsi alaminya, tempat tinggal dengan semua daya dukungnya, industri, tambang, dan himmah.
Sejarah mencatat begitu cemerlang peradaban muslim yang dibangun Islam. Masihkah kita juga ikut menyangsikannya? Wallahualambissab. [ry].

