![]() |
| Sumber Ilustrasi : iStock. |
Oleh : Rika Lestari Sinaga, Amd.
Banjir bandang
dan tanah longsor yang terjadi di pulau Sumatera bukanlah
satu-satunya bencana
alam yang terjadi di negeri ini. Sejak lima tahun terakhir
Indonesia senantiasa dilanda bencana alam ekstrem yang menyebabkan korban jiwa
dan kerusakan tempat tinggal yang parah.
Padahal Indonesia memiliki Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang selalu memberi informasi prediksi
cuaca, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diharapkan bisa mencegah
jatuhnya korban bencana yang tidak begitu parah. Namun fakta berbicara lain,
setiap bencana yang terjadi, seolah tak diprediksi dan tak siap ditanggulangi.
Negara Lamban dan Penuh Pencitraan
Sekalipun informasi bencana yang
terjadi di Sumatera begitu cepat tersebar di sosial media, namun nampaknya tidak
ada tindakan cepat dan tanggap dari pemerintah untuk segera memberikan bantuan,
mengevakuasi korban, dan menanggulangi kerusakan akses jalan agar logisktik
dapat segera disalurkan dan menjangkau ke daerah-daerah yang terdampak.
Bahkan, sudah hampir dua minggu
setelah banjir bandang dan tanah longsor yang menimpa tiga provinsi di pulau
Sumatera, pemerintah belum juga menetapkan hal ini sebagai Bencana Nasional hingga
saat ini.
Hanya saja,
beberapa jajaran pemerintahan terlihat turun ke lapangan dengan segala atribut
pencitraan. Seolah memanfaatkan
bencana dan musibah yang dialami rakyat sebagai panggung politik untuk
menaikkan citra dan popularitas mereka.
Hal ini merupakan konsekuensi logis
dari penerapan sistem kapitalisme-demokrasi. Sistem ini dibangun diatas asas materialistik,
sehingga bencana pun dipandang dengan kaca mata untung dan rugi. Para pejabat
dan pemimpin dalam sistem ini minim empati dan lebih mementingkan pencitraan,
yang mana penderitaan rakyat dijadikan panggung drama politik.
Penanganan Bencana Dalam Islam
Dalam Islam, penanggulangan
bencana bukan hanya soal bantuan setelah bencana terjadi. Tetapi sistem Islam mampu
mencegah, menangani, dan memulihkan kondisi masyarakat dengan landasan syariat.
Prinsip dasar penanggulangan bencana dalam Islam adalah pemahaman bahwa
bencana adalah ujian, bukan sekedar fenomena alam. Tindakan manusia berupa
kezaliman, kerusakan, deforestasi, dan penambangan, dapat memperburuk bencana.
Sistem Islam memiliki tindakan preventif (mencegah bencana), yaitu :
Pertama, larangan merusak lingkungan seperti menebang pohon
sembarangan, dan eksploitasi alam yang berlebihan. Hal ini tertera di dalam surah
Al-A’raf : 56,
“Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya”.
Kedua, pengelolaan sumber daya alam sebagai milik umum. Di dalam
sistem Islam, hutan, air, tambang besar seperti emas, minyak, dan batu bara
adalah milik umum, bukan milik perusahaan atau individu.
Rasulullah SAW bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga
perkara : air, padang rumput, dan api”. (HR. Abu Dawud)
Karenanya, sumber
daya alam tersebut tidak boleh dikapitalisasi. Hal ini akan
mencegah deforestasi, banjir, karhutla dan krisis ekologi. Karena dalam teori bisnis, keuntungan menjadi prioritas perusahaan,
sehingga apabila sumber daya alam diserahkan kepada para kapital, melakukan
konservasi tentu akan menambah pengeluaran yang cukup besar, akibatnya banyak
perusahaan tambang dan yang lainnya meninggalkan bekas eksploitasi sumber daya
alam begitu saja.
Ketiga, perencanaan tata kelola wilayah dalam Islam. Yaitu mengatur zonasi
pemukiman, jalur sungai, reservoir air, pelestarian hutan, pertanian, dan irigasi.
Sistem ini membuat wilayah aman dari banjir, longsor, kekeringan dan kelaparan.
Selain tindakan preventif, sistem Islam juga bertindak tanggap menolong
saat bencana terjadi. Di dalam sistem Islam, ada lembaga atau departemen yang
memiliki tugas penanganan bencana secara cepat dan tepat. Tugas mereka yaitu
memobilisasi tentara dan relawan, logistik (pangan, air, obat, dan tenda),
evakuasi korban, layanan medis, serta rekonstruksi cepat.
Militer atau
tentara dalam Islam bukan hanya sebagai
perangkat perang, tetapi juga alat perlindungan rakyat, termasuk
saat bencana terjadi. Tentara yang terlatih harus mampu menembus medan yang
sulit terjangkau atau terisolir sekalipun demi menyelamatkan para korban
bencana.
Pemerintahan dalam sistem Islam pun wajib melakukan recovery pasca bencana, seperti
membangun kembali rumah warga, memulihkan pertanian, pasar, irigasi, dan
memberikan dana dari baitul mal kepada para korban. Sehingga tidak ada lagi
bencana setelah bencana alam yaitu bencana kelaparan seperti saat ini.
Selain itu,
wajib bagi pemerintahan dalam Islam untuk membangun mitigasi jangka panjang
seperti bendungan, saluran air bawah tanah, irigasi berskala negara, hutan
lindung, dan kota tahan gempa. Sehingga negara sudah siap siaga saat terkena
siklus cuaca ekstrem sekalipun.
Wallahu’alam bishshowwab.
-----
Editor : Vindy Maramis
